Istri Kecil Tuan Muda

Ponsel Vino berdering membuatnya terbangun dari tidurnya. Vino membuka mata dengan malas lalu meraih Ponsel yang ia taruh di atas meja, melihat siapa yang menelpon membuat Vino malas untuk mengangkatnya. Tapi lagi dan lagi ponselnya berdering minta diangkat, Vino akhirnya menyerah.

"Halo Vino. Kenapa kamu ninggalin Karin tadi malam? Dia bilang kamu membentaknya dan hampir memukulnya, apa benar itu?" suara Zahra terdengar sangat marah karena perlakuan putranya yang menurutnya sangat kasar terhadap wanita.

Vino sudah menduga bahwa Zahra akan membahas tentang kejadian tadi malam.

"Mama tanya saja pada perempuan tak tau diri itu!" Vino langsung saja memutuskan panggilan nya.

Jam sudah menunjukkan pukul 7, itu artinya Vino harus segera ke Kantor. Beranjak dari tempat tidur rasanya berat sekali, pikirannya masih tak karuan.

"Aldi, hari ini saya ambil cuti dan tidak datang ke perusahaan. Untuk sementara kamu yang handle semuanya."

"Baik Tuan!"

Vino pun kembali tidur dan mulai merangkai mimpinya. Tidur sampai siang adalah tujuannya.

Sementara itu di kediaman Gibran.

"Kenapa sih Mah, emosi mulu dari tadi?" tanya Gibran seraya memeluk mesra istri tercintanya.

"Gimana gak emosi Pah, anak kamu tuh si Vino bikin masalah mulu heran Mama."

"Emang Vino bikin masalah apa sampai Mama marah gitu?"

"Jadi kan gini Pah, kemarin malam Mama adain kencan buta buat si Vino eh kok malah dibentak si Karin nya hampir dipukul juga katanya, siapa coba yang gak kesal Pah."

"Mungkin di balik semua itu ada alasannya Mah, gak mungkin kan Vino seperti itu tanpa alasan yang jelas, putra kita gak gila Mah yang asal mukul sana sini. Papa sih yakin ya, pasti si Karin yang bermasalah entah itu yang membuat Vino tidak senang," jelas Gibran, beliau memang paling mengerti sifat putranya.

"Tuh kan papa belain Vino lagi, ini sih sifatnya nurun dari Papa, keras kepala gak bisa dibilangin."

"Ya kan sama sama lelaki pasti paham dong!"

"Tau ah, pusing Mama," Zahra melenggang pergi.

"Kamu mau kemana?"

"Ke butik, mau nenangin pikiran. Cape Mama gak pernah dibela sama sekali."

Gibran terkekeh melihat Zahra ngambek seperti anak kecil.

Seperti biasa Keisya pulang sekolah selalu barengan dengan Vina, semakin hari mereka sudah seperti saudara kembar yang tak terpisahkan. Mamanya juga senang karena perubahan sikap Vina, Vina jadi semakin terbuka dengan Mama dan Papanya, gak nyembunyiin masalah lagi kayak dulu. Perubahan ini mungkin karena Vina berteman dengan Keisya.

"Vin, kapan sih kamu tepatin janji kamu buat nginep dirumahku?" ucap Keisya cemberut.

"Ututu gemes banget sih. Lo kangen ya sama gue makanya suruh gue cepet-cepet nginep?" goda Vina sembari mencubit hidung Keisya gemas.

"Ya gak gitu juga, tapi ada benernya juga sih. Aku pengen ada temen ngobrol di kamar terus aku juga pengen kita begadang nonton film horor terus lampunya dimatiin pasti seru, biar ada unsur horornya" ujar Keisya antusias yang membayangkan jenis kegiatan apa saja yang akan dilakukan jika Vina beneran menginap di rumahnya.

"Saat libur panjang aja ya, setelah kita selesai bagi raport dan pengumuman kelulusan, biar gue nginepnya gak cuma sehari bisa berminggu minggu. Kita juga bisa healing ke pantai kan itu lebih seru," Vina tak kalah antusias.

"Menurut aku sih itu waktu yang cukup lama tapi gak apa-apa aku bakal tunggu dengan sabar."

"Ya memang harus seperti itu hihi. Ya udah ya sana masuk gue balik dulu bye bye!"

"Hati-hati!!"

Hari ini Herman tidak masuk kerja karena keadaan badannya yang kurang sehat, pekerjaanya digantikan oleh temannya untuk sementara waktu.

Eh ngomong-ngomong Pak Herman bukan tukang parkir kayak biasanya ya, beliau digaji dari perusahaan per bulannya jadi pak Herman gak dikasih langsung gitu. Gajinya sih sekitar 5 juta perbulan tapi tiap bulannya selalu naik seratus ribu.

Saat masuk rumah, Keisya berpapasan dengan Fitri di pintu. Pakaian Fitri sangat rapi dan bagus persis seperti outfit pergi ke mall.

Keisya yang melihatnya tidak bisa membendung rasa penasarannya untuk bertanya.

"Kak Fitri mau kemana, rapi bener tuh pakaian?" tanya Keisya.

"Dih bocah kepo amat. Ya terserah gue lah mau kemana aja yang penting bikin happy, udah sana minggir gue mau lewat," Fitri sedikit menggeser tubuh kecil Keisya untuk menyamping karena dia mau lewat. Sebenarnya muat sih untuk mereka berdua, tapi karena si Fitri gak ada kerjaan jadi main dorong aja.

Keisya berdecak kesal mendapat perlakuan seperti itu, tapi apa boleh buat dia yang sudah paham gimana sifat kakaknya yang gak mau kalah dengan trend jaman sekarang.

Tidak terasa hari kelulusan semakin dekat. Para siswa dan siswi harap-harap cemas untuk menantikan hasil rapot mereka, ingin melihat bagaimana nilai keterampilan dan pengetahuan yang didapatkan selama mengikuti kegiatan belajar mengajar selama satu tahun kurang.

Alhamdulillah Keisya dan Vina lulus dengan hasil yang memuaskan. Mereka berdua dicap sebagai lulusan terbaik tahun ini karena nilai mereka yang sama. Walaupun Keisya polos nih ya tapi kemampuannya tidak bisa diragukan lagi, dia dikenal oleh semua guru karena prestasinya yang membanggakan. Pernah dulu waktu kelas 11 Keisya menang lomba olimpiade Matematika sebagai juara satu sekabupaten, semua teman dan gurunya sangat bangga akan pencapaian yang didapat Keisya. Gak tanggung-tanggung Keisya juga pernah memenangkan lomba kaligrafi yang diadakan di lapangan sekolah hari itu, dari ratusan siswa hanya kaligrafi dia yang bagus dan menarik sampai juri yang menilai ingin membeli karya Keisya karena saking bagus dan rapinya.

"Wah Keisya dan Vina, Bapak tidak menyangka kalian berdua bisa dapat nilai yang sama dan menjadi lukusan terbaik tahun ini, padahal dulu Bapak sempat meragukan kemampuan kalian lohh. Maaf ya jika bapak berfikiran seperti itu. Yah namanya juga manusia pasti ada kesalahannya, sekali lagi selamat untuk kalian berdua. sukses selalu! Ini raport kalian." Pak Marwan selaku wali kelas mereka memberi ucapan selamat atas prestasi keduanya yang tak disangka sangka. Memang selama ini Pak Marwan tidak terlalu memperhatikan mereka berdua karena beliau berfikir kemampuan mereka sama dengan murid yang lain. Maklum ya Pak Marwan ini guru baru jadi gak tau prestasi Keisya selama ini, tapi beliau sangat ahli menjadi wali kelas makanya ditunjuk sebagai wali kelas untuk kelas 12.

Di Kantin Sekolah.

"Vina kamu inget sesuatu nggak?" tanya Keisya tiba-tiba.

"Hmm inget apa ya Kei?" tanya Vina balikseraya menyendok bakso kedalam mulutnya.

"Masa kamu lupa sih ahh, gak seru. Coba deh kamu inget-inget lagi!" Keisya membuat Vina penasaran. Guratan wajah Vina terlihat serius bahwa dia sedang berfikir keras untuk menerka.

"Gue punya utang ya sama lo?" jawaban Vina seketika membuat Keisya berdecak kesal.

"Astagfirullah Vina. Bukan itu, kamu kok tega banget," Keisya mulai kesal.

"Lagian lo ih to the point aja, gue gak inget apa-apa tiba-tiba otak gue amnesia. Udah ah cepet ngomong!"

"Itu loh rencana kamu mau nginep di rumah aku setelah selesai bagi raport. Gitu doang gak inget!" Keisya menjawab dengan malas.

"Oh itu. Astaga iya gue lupa anjirr," Vina menepuk keningnya.

"Jadi gak?"

"Ya jadi lah. Pulang sekolah nanti gue langsung otw ke rumah lo oke!" Mereka pun lanjut mengobrol santai.