Khanza hanya berniat mengambil cuti untuk menghadiri pernikahan sepupunya di desa. Namun, bosnya, Reza, tiba-tiba bersikeras ikut karena penasaran dengan suasana pernikahan desa. Awalnya Khanza menganggapnya hal biasa, sampai situasi berubah drastis—keluarganya justru memaksa dirinya menikah dengan Reza. Padahal Khanza sudah memiliki kekasih. Khanza meminta Yanuar untuk datang menikahinya, tetapi Yanuar tidak bisa datang.
Terjebak dalam keadaan yang tak pernah ia bayangkan, Khanza harus menerima kenyataan bahwa bos yang sering membuatnya kesal kini resmi menjadi suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Keesokan paginya jam alarm ponselnya berbunyi dan Khanza membuka matanya.
Ia bangkit dari tempat tidurnya dan melihat suaminya yang masih tertidur pulas.
Bantal dan guling yang berada di tengah-tengah mereka masih aman.
Khanza mencuci wajahnya dan setelah itu ia menuju ke dapur untuk membuat kopi dan roti bakar.
Ia masih tidak menyangka jika sekarang ia sudah menjadi istri pimpinannya sendiri.
Suara teko yang nyaring bunyinya yang menandakan kalau air sudah matang.
Ia pun segera menyangka air panas ke cangkir yang sudah ia siapkan.
Roti bakar juga sudah selesai dan ia menaruhnya di meja makan.
Aroma roti bakar dan kopi yang harum mulai memenuhi dapur.
Sambil menunggu suaminya yang masih tidur, ia membuka tirai dan menyapu rumah.
"Besar sekali rumah ini." gumam Khanza
Setelah selesai menyapu, Khanza menuju ke ruang makan.
Ia melihat suaminya yang baru saja bangun dari tidurnya.
"Selamat pagi, Sayang." sapa Reza sambil menyeruput kopi buatan istrinya yang aromanya sangat menggugah selera.
"Selamat pagi, Mas."
Reza tersenyum dan memuji kopi buatan istrinya yang sangat enak sekali.
"Terima kasih atas pujiannya di pagi hari ini," ucap Khanza yang juga menyeruput kopi susu buatannya.
Khanza menikmati roti yang ia buat sambil melirik ke arah suaminya yang sedang menatap layar ponselnya.
"Mas, nanti aku naik taksi saja berangkatnya. A-aku nggak mau mereka tahu kalau kita sudah menikah." ucap Khanza.
“Kamu kira aku bakal mengizinkan istriku naik taksi sendirian?” ucap Reza dengan suara tenang tapi tegas.
Khanza menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi.
“Tapi Mas, kalau kita berangkat bareng, orang kantor bisa curiga. Aku nggak mau ada gosip.”
Reza meletakkan ponselnya di meja, lalu bersandar santai dengan tatapan khasnya.
“Kalau gosip itu muncul, biar saja. Aku nggak malu mengakui kamu istriku.”
Khanza menghela nafas panjang saat mendengar perkataan dari suaminya.
"Mas, please. Aku butuh waktu, Mas." pinta Khanza.
"Ok, tapi pulangnya aku tunggu di pom bensin dekat kantor. Aku nggak mau pulang sendirian." ucap Reza.
Khanza menganggukkan kepalanya dan setelah itu ia segera mandi.
Ia berdiri di depan cermin sambil merapikan blazer kerjanya, berusaha menampilkan wajah profesional.
Namun, matanya menangkap pantulan cincin pernikahan di jarinya.
"Ya Allah, gimana kalau ada yang lihat cincin ini? Pasti mereka curiga."
Ia buru-buru melepas cincin itu dan menyimpannya ke dalam laci meja rias.
Hatinya terasa sesak, tapi ia tidak mau ada gosip yang menyebar di kantor.
Ketika ia keluar kamar, Reza sudah rapi dengan kemeja putih dan dasi hitam, duduk santai di sofa sambil membaca koran.
Pandangannya langsung jatuh ke jari Khanza yang tidak memakai cincin pernikahannya.
“Cincin kamu mana, Za?” tanya Reza.
Khanza tersentak, lalu cepat-cepat mencari alasan.
“Aku takut hilang, Mas. Jadi aku simpan dulu.”
Reza menutup koran perlahan, menatapnya tajam tapi dengan nada lembut.
“Za, kamu istriku dan aku ingin semua orang tahu." ucap Reza.
"Mas, aku akan memakainya saat situasinya sudah aman."
Kemudian Khanza berpamitan dengan suaminya untuk berangkat ke kantor.
"Jangan lupa pulang ke pom bensin,"
Khanza mengacungkan jempolnya dan segera memanggil taksi.
Reza mengambil tas kerjaan dan ia juga segera berangkat ke kantor.
Di dalam taksi, Khanza melihat Yanuar yang menelfonnya dari tadi.
Khanza masih kecewa dengan Yanuar yang tidak mau datang ke desa Teratai.
Beberapa menit kemudian Khanza telah sampai di kantor.
Saat turun dari taksi, ia dikejutkan dengan kedatangan Yanuar yang menunggunya di atas motor sportnya.
Yanuar menghampiri Khanza sambil membawa bunga anggrek kesukaan Khanza.
"Za, aku minta maaf. Bukan maksud aku untuk tidak datang ke desa dan menikahimu. Aku janji setelah semuanya selesai, aku akan menikahimu." ucap Yanuar.
Khanza terdiam sambil menatap wajah Yanuar yang meminta maaf.
"Kamu terlambat, Yan. Aku sudah menikah dan Reza." ucap Khanza dalam hati.
Yanuar menarik pinggang Khanza dan ia meminta maaf.
Khanza memukul-mukul dada bidang Yanuar sambil air matanya mengalir begitu deras.
"Maaf, Za. Aku janji setelah pendidikan ku selesai. Aku akan menikahimu." ucap Yanuar.
Dari kejauhan Reza melihat istrinya yang sedang memeluk tubuh Yanuar.
Ia turun dari mobil dan langsung menghampiri mereka berdua.
"Khanza, sekarang sudah waktunya kerja. Apa kamu mau ingin membuat drama di kantorku?" tanya Reza dengan suara tajam.
Khanza lekas melepaskan pelukannya sambil menghapus air matanya.
"I-iya Pak, saya akan masuk sekarang."
Yanuar menarik tangan Khanza yang akan masuk kedalam kantor.
Ia langsung memberikan ciuman di kening Khanza.
Reza yang melihatnya langsung mencengkram erat kedua tangannya dan mencoba menahan amarahnya.
Khanza langsung segera masuk ke kantor dan ke ruangan kerjanya.
Ia membuka laptopnya dan kembali mengerjakan pekerjaannya.
Tak berselang lama Reza juga segera masuk ke ruangannya tanpa memandang wajah istrinya.
"Khanza, masuk keruangan ku sekarang."
Khanza langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke ruang kerja Reza.
"Iya, Pak. Ada apa?" tanya Khanza.
"Tolong kamu revisi semua dan kalau bisa malam ini kamu melembur." jawab Reza tanpa memandang wajah Khanza.
Khanza menganggukkan kepalanya dan ia kembali membawa semua map yang harus direvisi ulang.
Ia kembali duduk di ruang kerjanya dan membuka satu persatu map.
"Sabar, Khanza. Sabar." gumam Khanza.
Khanza mencocokkan pekerjaan yang ada di laptopnya dengan data yang ada di map-nya.
"Semuanya benar dan tidak ada revisi ulang." gumam Khanza.
Ia bangkit dari duduknya dan masuk kembali ke ruang kerja Reza.
"Pak, sepertinya pekerjaan saya sudah benar semua dan tidak perlu direvisi." ucap Khanza.
"Kalau begitu, letakkan disana dan buatkan aku kopi pahit."
Khanza mengangguk kecil dan berjalan keluar menuju ke pantry.
Sesampainya di pantry, Khanza melihat Janet temannya yang juga membuat kopi.
"Mau buat kopi juga, Za?" tanya Janet.
"Iya, Jan. Pak Reza minta dibuatkan kopi pahit." jawab Khanza.
"Hidup sudah pahit, malah minta kopi pahit." ucap Janet sambil tertawa kecil.
Khanza meminta Janet untuk diam dan segera pergi dari pantry.
Disaat menunggu air panas, ponselnya berdering dan Khanza melihat Yanuar yang sedang menghubunginya.
"Ada apa, Yan?" tanya Khanza.
"Nanti aku jemput ya, aku mau ngajak kamu ke restoran biasanya." jawab Yanuar.
Khanza terdiam mematung karena suaminya yang nanti akan menunggunya di pom bensin.
"Yan, sepertinya aku tidak bisa. Aku melembur." ucap Khanza yang tidak mau menyakiti Yanuar maupun Reza suaminya
"Za, kamu masih marah sama aku?" tanya Yanuar.
Disaat akan menjawab pertanyaan dari Yanuar, Khanza dikejutkan dengan kedatangan Reza.
Khanza langsung menutup ponselnya dan membuat kopi panas.
Reza megambil kopi itu dan keluar meninggalkan Khanza.