NovelToon NovelToon
Suamiku Berubah

Suamiku Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:758
Nilai: 5
Nama Author: nula_w99p

Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.

Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.

Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.

Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.

Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Clarissa memandangi laki-laki di sampingnya yang tengah mengemudi.

Aku sudah lama mencintainya...

Kalimat itu terus mengusik pikirannya, rasanya seperti dirinya benar-benar tulus mengatakannya.

Clarissa menggelengkan kepala, apa yang sedang ia pikirkan sekarang. Bisa-bisanya berharap terhadap sesuatu yang mustahil. Ingat Clarissa, kau setuju menikah kontrak dengannya demi membalas budi karena dia telah membayar biaya operasi.

"Ada apa? Sedari tadi memandangku terus! Apa kau jatuh cinta kepadaku sekarang?'' Benjamin menyunggingkan sudut bibirnya dan terkekeh kecil.

Clarissa tak menjawab, ia membalikan tubuhnya. Memandangi pemandangan jalan di luar. Untungnya tadi Tante Anna tak lagi curiga kepada keduanya.

''Ah ini soal Ayahku, dia menikah dengan wanita bernama Diah dan wanita itu punya anak perempuan, namanya Sylvia.''

Clarissa kembali tertarik mendengar penjelasan Benjamin, ''Bagaimana sifat mereka?''

''Entahlah, jangan mengkhawatirkan mereka.

Kau tak perlu menjalin hubungan dengan keduanya. Abaikan saja, mereka tak begitu penting. Kalau mereka mengganggumu, tinggal hina mereka semaumu.''

Bagaimana bisa Clarissa begitu, ia bukan benjamin yang punya keberanian besar dan mulut bagai cabai. Tapi sebaiknya tidak memulai perdebatan dan mengutamakan keramahan agar terhindar dari perkelahian keluarga.

Sejujurnya Clarissa tak begitu memikirkan anggota baru keluarga Hilton, ia lebih takut berhadapan dengan Ayah Benjamin, Morgan Hilton.

Sejak dulu Clarissa takut padanya, ekspresi wajah Morgan Hilton selalu kaku. Clarissa bahkan tidak ingat apakah dulu pernah melihatnya tersenyum. Ia juga pernah melihatnya membentak putranya dengan ekspresi menakutkan.

''Apa kau masih takut dengan Ayahku?''

Clarissa menggeleng, mana mungkin ia mengaku padanya. Bisa-bisa Clarissa di ejek selama perjalanan ini.

''Tenang saja, dia tidak akan menggigit mu.''

Clarissa mengerutkan alis dan memandang Benjamin, ''Sudah ku bilang tida-''

''Sudah sampai, jangan keluar sebelum ke buka pintunya.'' Benjamin memotong ucapan Clarissa dan turun dari mobil. Ia membuka pintu sebrang, tempat Clarissa berada dan mengulurkan tangannya.

Di hadapan Clarissa berdiri kokoh rumah yang menjulang tinggi dan besar, bergaya eropa yang membuatnya terlihat menawan.

Clarissa menarik nafas panjang sebelum memasuki rumah megah itu, keduanya perlahan menaiki anak tangga dan pintu besar terbuka begitu keduanya tiba di ambang pintu.

Benjamin melangkah jauh ke dalam rumah, mereka berhenti di ruang dengan meja dan kursi yang sangat banyak dan tertata rapih.

Disana juga terlihat dua perempuan yang memandangi keduanya, mereka adalah Istri baru Ayah Benjamin dan anaknya. Sorot mata keduanya sangat intens terutama Sylvia yang terus melihat ke arah Clarissa.

''Ya ampun Ben, lama tidak berjumpa. Hmm sepertinya sudah empat puluh delapan jam atau dua harian ya! Ah dan siapa ini? Wajahnya sangat familiar sekali." Diah, Ibu tiri Benjamin berbicara dengan senyuman di bibirnya dan dengan nada riang.

''Di mana Ayahku?'' Benjamin mengabaikan pertanyaan Diah. Pandangan Ben menelisik ke berbagai arah, mencari keberadaan Ayahnya.

''Ah suamiku sedang berada di ruang kerjanya, katanya ia akan menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Pekerjaannya sangat banyak, kami bahkan tidak punya waktu untuk bermesraan.''

''Aku mencarinya dulu, tunggulah sebentar.'' Benjamin menatap Clarissa dan menggeser kursi agar Clarissa duduk di sana.

Benjamin menjauhi tempat tadi, bayangannya mulai menghilang saat Clarissa memandangnya.

Terdengar helaan nafas berat di sebrang, Clarissa melirik kedua perempuan di depannya. Tatapan tajam masih tertera untuknya, ia memilih mengabaikan apapun yang dilihat.

Sylvia, anak dari Istri baru Ayah Ben melirik sebentar Clarissa. Bola matanya meneliti dari atas sampai bawah, hingga matanya berfokus pada rambut Clarissa. ''Ibu aku tak suka daging ini, warnanya terlalu coklat. Seperti sudah busuk, buang saja.''

''Oh ya ampun kamu benar sayang, dari warnanya saja sudah kelihatan busuk dan-'' Ibunya mencium daging yang mereka maksud. ''Bau.''

Dia melambaikan tangan dan memanggil pekerja di sana. ''Pelayan bawa daging ini dan ambil yang baru, tidak boleh sama. Kami lebih suka yang berwarna coklat muda, panggang dengan benar agar tak terlihat seperti makanan busuk.''

''Baik Nyonya,'' pelayan perempuan mengambilnya dan terburu-buru meninggalkan ruangan.

Clarissa terdiam, ia tahu maksud keduanya tetapi tak ada gunanya meladeni masalah kecil seperti ini.

Beberapa menit berlalu, Benjamin terlihat melangkah mendekat bersama Ayahnya di belakang. Mereka berdua langsung duduk begitu sampai.

Keheningan terjadi beberapa menit hingga akhirnya sang Istri baru berbicara sambil tersenyum, senyumannya masih sama seperti tadi. Terlihat seperti senyuman aktris yang sedang berakting. ''Sayang kenapa tidak tanya pada Ben, siapa yang ia bawa ini."

Sang suami diam sejenak, pandangannya melirik pada Clarissa dan melanjutkan memakan makanan yang sudah ada di depannya.

"Jadi kau memilihnya?" Suara berat Morgan Hilton, Ayah Benjamin terdengar samar.

"Aku meminangnya, aku memang memilihnya tapi dia juga yang memilihku. Datanglah dua hari lagi bersama keluarga barumu. Yah tidak datang pun tak apa." Benjamin memelankan suara di kalimat akhir yang ia ucapkan.

"A-apa! Apa maksudnya dua hari lagi Kak Ben? Apakah kalian akan-" Sylvia menghentikan ucapannya, wajahnya tampak panik dan bingung.

"Kami akan menikah," Benjamin menggenggam tangan Clarissa yang berada di atas meja sambil tersenyum. Clarissa melakukan hal yang sama namun senyumannya tampak canggung.

"Terserah kau ingin menikah atau apapun, akan ku lihat dahulu apakah hari itu aku punya waktu atau tidak. Jangan mengharapkan kedatanganku." Morgan kembali berbicara, nada bicaranya masih sama.

Benjamin menghela nafas pelan. "Tentu, aku sudah mengundang Ibuku dan suaminya jadi kalau kau tak datang tak masalah untukku."

Ayahnya menghempaskan sendok yang tadi berada di tangannya pada meja, "mengapa kau membahas perempuan itu? Membuatku mual saja, aku tidak nafsu makan." Dia beranjak dari mejanya dan pergi begitu saja.

Tetapi ia menghentikan langkahnya dan berbalik. "Huhh Benjamin Hilton ikuti aku, bawa berkas di ruang kerjaku."

"Kenapa tidak sedari tadi," Benjamin berucap pelan sebelum mengikuti Ayahnya kembali.

Sylvia memandangi kepergian keduanya dan mengalihkan pandangannya pada Clarissa yang sedang sibuk dengan makanannya. "Kau percaya diri sekali menikahi Kak Benjamin, perempuan tak tahu malu."

Clarissa berhenti mengunyah makanan, matanya memandang pada kedua perempuan yang juga memandang sinis pada Clarissa.

"Memangnya kenapa? Ini bukan urusanmu."

"Setelah Ayahmu mengambil uang rakyat, anaknya juga ingin mengambil harta orang lain. Aku merasa kasihan pada Kak Benjamin, dia di tipu oleh perempuan sepertimu." Sylvia kembali mengeluarkan kaya-kata menohok yang memojokkan Clarissa.

Nafas Clarissa berdetak kencang, kali ini bukan karena gugup. "Lalu kenapa? Ayahku memang salah tapi apa hubungannya denganku? Kenapa kau mau mengurusi hidup orang, carilah kesibukan agar waktumu tak terbuang untuk mengurusi kehidupan orang lain."

Sang Ibu berdiri dengan mimik wajah marah, "Dasar jal-"

"Apa yang mau kau katakan," Benjamin kembali dan langsung memegang erat tangan Clarissa.

"Coba kau katakan kembali yang tadi akan kau katakan," Benjamin mengerutkan kedua alisnya dan memandang tajam pada Istri baru Ayahnya. Sementara Diah terdiam seribu bahasa.

Sylvia menelan ludah dan berusaha membela Ibunya, "Ibu tak akan berperilaku tak sopan bila lawannya memperlakukannya dengan baik. Kakak tahu dia-"

"Sudah cukup, ayo pergi." Clarissa mengikuti langkah Benjamin, ia memandangi punggung lelaki itu.

Apakah semua ini hanya aktingnya? Bagus sekali. Kalau dia beralih profesi menjadi aktor, Benjamin pasti akan banyak mendapatkan penghargaan.

To be continue...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!