Tiga tahun Arunika rela menjadi istri yang sempurna. Ia bekerja keras, mengorbankan harga diri, bahkan menahan hinaan dari ibu mertua demi menyelamatkan perusahaan suaminya. Namun di hari ulang tahun pernikahan mereka, ia justru dipaksa menyaksikan pengkhianatan paling kejam, suami yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Diusir tanpa belas kasihan, Arunika hancur. Hingga sosok dari masa lalunya muncul, Rafael, pria yang dulu pernah dijodohkan dengannya seorang mafia yang berdarah dingin namun setia. Akankah, Rafael datang dengan hati yang sama, atau tersimpan dendam karena pernah ditinggalkan di masa lalu?
Arunika menyeka air mata yang mengalir sendu di pipinya sembari berkata, "Rafael, aku tahu kamu adalah pria yang kejam, pria tanpa belas kasihan, maka dari itu ajari aku untuk bisa seperti kamu!" tatapannya tajam penuh tekad dan dendam yang membara di dalam hatinya, Rafael tersenyum simpul dan penuh makna, sembari membelai pipi Arunika yang basah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05 Kesekokan paginya
Pagi itu, ruang makan keluarga Arummuda kembali dipenuhi aroma harum masakan. Para pelayan sibuk hilir-mudik menata piring, menuangkan sup panas, dan menyusun gelas kristal di atas meja panjang.
Arunika duduk di samping Rafael, terlihat lebih tenang dari kemarin. Walau masih ada luka di hatinya, ada sedikit rasa nyaman berada di sisi pria yang kini disebut sebagai suaminya.
Zhilo dan Archilo datang terlambat. Keduanya saling melirik sebelum mengambil tempat duduk. Senyum tipis terlukis di bibir Archilo, sementara tatapan Zhilo begitu tenang dan itu terlalu tenang.
Hidangan utama pagi itu adalah sop buntut dan roti panggang. Seolah tak ada yang istimewa. Namun, di balik semua kesibukan, seorang pelayan khusus yang selama ini setia pada Zhilo sudah menyelinapkan sesuatu ke dalam mangkuk sop Arunika. Cairan bening tak berbau, tak berasa, namun cukup untuk membuat jantung berhenti dalam beberapa menit.
“Silakan dimakan,” ucap Roman, membuka acara makan dengan nada biasa.
Arunika tersenyum kecil, lalu mengangkat sendok sup. Tapi, sebelum sup itu sampai ke bibirnya, Rafael yang duduk di samping tiba-tiba menyentuh pergelangan tangannya.
“Jangan, itu terlalu panas,” ucapnya ringan, seolah hanya memperingatkan. Namun matanya menatap tajam ke arah mangkuk di depan Arunika.
Arunika terdiam, menurunkan sendok, tak menyadari ada sesuatu yang disembunyikan dalam sorot mata Rafael. Dengan gerakan lembut tapi penuh wibawa, Rafael menukar mangkuk sop Arunika dengan mangkuknya sendiri.
“Kau makan punyaku saja. Aku tidak begitu lapar pagi ini.” Senyumnya tipis, nyaris tak terbaca. Arunika sempat ragu, tapi karena tatapan Rafael begitu meyakinkan, ia hanya mengangguk pelan.
Zhilo dan Archilo saling berpandangan sekilas. Sekejap ada kilatan panik di mata mereka, tapi mereka segera menutupinya dengan senyum tipis. Rafael dengan tenang menyendok sop dari mangkuk Arunika, yang kini berada di depannya. Namun, alih-alih memakannya, ia meletakkan sendok di piring dan menyibukkan diri dengan roti panggang. Tak seorang pun menyadari bahwa mangkuk itu secara diam-diam sudah ditukar lagi oleh tangan dinginnya ketika pelayan lewat untuk menuangkan air. Arunika melanjutkan makan, tanpa tahu betapa dekat ia dengan kematian.
Di seberang meja, Archilo menahan napas, menunggu efek racun. Zhilo melirik jam di tangannya, hatinya berdegup cepat. Namun menit demi menit berlalu, dan tidak terjadi apa-apa. Arunika tetap tenang, menyantap sarapannya. Roman sibuk berbincang tentang bisnis, sementara Rafael duduk santai dengan senyum tipis yang membuat Archilo semakin gelisah.
“Kenapa? Kau terlihat pucat, Archilo.” Rafael menoleh dengan nada datar, tatapannya menembus seakan tahu sesuatu. “Tidak nafsu makan?”
Archilo tercekat, hampir kehilangan kata-kata. Zhilo buru-buru menimpali, “Dia kurang tidur tadi malam.”
Rafael mengangguk ringan, tapi sorot matanya menusuk keduanya. Dia tahu, dia sudah mencium bau busuk rencana mereka sejak awal. Arunika masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi nalurinya berkata satu hal, Rafael selalu tahu cara melindunginya.
“Sup buatan rumah ini selalu nikmat,” ujar Archilo ringan, sambil melirik Arunika dengan tatapan penuh sindiran. Rafael hanya mengangkat alis tipis, senyum samar menghiasi bibirnya. Sendok pertama masuk ke mulut Archilo. Ia mengunyah pelan, lalu meneguk cairan panas itu. Sesaat tidak terjadi apa-apa. Namun, beberapa detik kemudian, wajahnya berubah.
Archilo mengerjap keras. Tenggorokannya tiba-tiba seperti terbakar, panas menjalar dari kerongkongan hingga ke dadanya. Ia berdeham kasar, tangan refleks meraih lehernya.
“Argh, apa … ini?” suaranya serak, matanya melebar penuh panik. Sendok di tangannya terlepas dan jatuh ke lantai, berbunyi nyaring.
Zhilo yang duduk di sebelahnya langsung berdiri.
“Archilo?! Apa yang terjadi padamu?”
Archilo terbatuk-batuk keras, wajahnya memerah lalu memucat dalam hitungan detik. Tubuhnya bergetar, keringat dingin mengalir deras. Semua mata kini tertuju pada meja makan. Para pelayan berlarian panik. Roman menatap tajam ke arah Zhilo, curiga, sementara Arunika membeku di tempat, bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Zhilo mendekap putranya yang hampir terhuyung dari kursi.
“Cepat! Panggil mobil! Bawa dia ke rumah sakit sekarang juga!” teriaknya pada pelayan.
Arunika menutup mulutnya dengan kedua tangan, jantungnya berdegup kencang. Dia belum mengerti apa yang terjadi, tapi jelas ada sesuatu yang tidak wajar dalam makanan itu.
Di tengah kepanikan, Rafael tetap duduk tenang. Ia memutar gelas anggur di tangannya, lalu meneguknya perlahan. Tatapannya datar, dingin, namun penuh perhitungan.
“Sepertinya … ada yang salah dengan sopnya,” ujarnya ringan, seolah hanya komentar biasa. Namun, matanya menatap lurus pada Zhilo yang kini panik bukan main. Zhilo mendongak, wajahnya penuh keringat. Dan saat itu juga, kesadarannya seperti disambar petir, mangkuk sudah tertukar tanpa sepengetahuan mereka.
“Tidak … ini … ini tidak mungkin,” gumamnya gemetar, menatap Archilo yang mulai limbung.
Rafael hanya menautkan jemarinya di atas meja, lalu menyeringai tipis. Senyum itu tidak ditujukan untuk siapa pun selain Zhilo, seolah berkata tanpa suara, Aku selalu satu langkah di depanmu.
Arunika seketika melirik Rafael, dan dia pun mengerti satu hal. akhirnya, Arunika tahu alasan Rafael melarangnya memakan bubur miliknya.
Arunika melirik Rafael seakan meminta penjelasan, tetapi Rafael tak peduli hanya duduk tenang sembari melihat drama di depannya.
"Archilo, bangun! Kau tidak boleh tidur!" teriak Zhilo panik, tubuh Archilo terguncang hebat oleh Zhilo. Dua pelayan laki-laki mengangkat tubuh Archilo dan membawanya ke mobil.
"Katakan padaku, apa kamu tahu sesuatu?" bisik Arunika, bukannya menjawab Rafael justru menggoda Arunika dengan memeluk pinggangnya erat, yang membuat Arunika panik, karena di sana masih ada ayahnya.
"Yang pasti, selama aku di sisimu aku tidak akan membiarkan bahaya apapun mendekatimu dan menyentuhmu," ucap Rafael dingin dan datar. Tetapi, ucapan itu belum sepenuhnya membuat Arunika tahu sesuatu.
Salam sehat ttp semangat... 💪💪😘😘
Salam kenal Thor.. 🙏🏻
mikir nihh