"Aku tidak butuh uangmu, Pak. Aku hanya butuh tanggung jawabmu sebagai ayah dari bayi yang aku kandung!" tekan wanita itu dengan buliran air mata jatuh di kedua pipinya.
"Maaf, aku tidak bisa!" Lelaki itu tak kalah tegas dengan pendiriannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan di kokop
"Kenapa kamu diam saja? Apakah kamu masih syok setalah mengetahui yang sebenarnya?" tanya Seno tersenyum senjang.
Sindy tak lagi menjawab pertanyaan Seno. Ia segera bergegas keluar dari ruangan dokter obgyn itu. Saat sampai di lobby, ia hampir berpapasan dengan Axel. terlihat lelaki itu tengah menjinjing makanan dan juga minuman.
Sindy bersembunyi di balik pilar RS, netranya masih mengawasi kemana Axel berjalan. Ia masih sangat penasaran siapa wanita yang tadi bersama Axel, karena tadi Axel sempat mengatakan tidak ada hubungan apa-apa dengan wanita hamil itu.
Axel menghampiri sofia yang masih menunggu antrian obat. Kedatangannya membuat lamunan wanita terusik.
"Nih, jus yang kamu mau. Sekalian aku beliin kamu cemilan biar nggak bosan," ucap Axel seraya menyerahkan makan dan minuman yang ia beli.
"Terimakasih ya, Pak," jawab Sofia tersenyum manis.
"Bapak nggak beli minum juga?" tanya Sofia demi melihat hanya satu cup untuk dirinya saja.
"Aku minum air putih saja. Jika kamu mau berbagi, aku mau," jawab Axel membuat Sofia benar heran.
"Beli sendiri kenapa sih? Jangan perhitungan sama diri sendiri. Ngasih aku uang tiga ratus juga saja bisa, masa iya cuma beli minuman sepuluh ribu saja nggak pake mikir?" celetuk wanita itu membuat Axel menggeram sembari memicingkan matanya.
"Ini bukan masalah uang, Sofia. Aish, aku gimana cara ngejelasin sama kamu ya? Aku bisa beli apapun, tetapi ini masalahnya...." Axel tak meneruskan ucapannya. rasanya masih sangat gengsi untuk mengakui bahwa dirinya sudah ketergantungan dengan ibu dari anaknya itu.
"Apa masalahnya? Bapak udah bucin sama aku?" tebak Sofia tersenyum tipis.
"Eh, nggak usah kepedean kayak gitu kamu ya. Sok tahu banget jadi urang," ujar Axel menatap malas.
"Lah, nyatanya bapak menyukai apapun yang aku mau. Berarti kita sudah satu rasa dong?" ujar Sofia masih menggoda penyidik itu.
Axel membesarkan matanya. "Sofia, kamu bisa jaga omongan nggak sih? Nanti di dengar orang," geram Axel.
"Kalian ngeributin apalagi sih?" intrupsi Seno heran sekali.
"Tahu nih orang, ngeselin banget," omel Axel menatap Sofia malas.
"Biasa aja kalee.... Bawaannya sensi mulu. Awas saja jika ada drama minta makan dan minum aku," balas Sofia tak kalah gemas.
"Kalian ini lama-lama bisa jodoh kalau kayak gini terus. Karena yang awalnya marah-marahan, nanti bisa saling bucin," ujar Seno pening sendiri melihat tingkah pasangan itu.
Sofia dan Axel saling pandang. Tentunya mereka dengan pikiran masing-masing.
"Ngomong apa sih kamu. Sana kamu bantu mintain obatnya sofia, perasaan dari tadi ngantri belum juga di panggil. Lelet banget pelayanannya," ujar Axel membuat Seno menggeleng kepala.
"Baiklah, tunggu sebentar." Seno menekan pasword untuk masuk ke ruang farmasi.
"Eh, tunggu!" seru Axel mengurungkan niat Seno hendak masuk.
"Abang mau apa?" tanyanya bingung.
"Aku ikut dong. Pengen tahu gimana sistem kerjanya di dalam," ucap Axel.
"Apa-apaan sih, Bang? Nggak usah bertingkah jadi orang. Abang mau buat aku di pecat? Dikira aku yang punya RS ini?" intrupsi Seno geram sekali dengan tingkah sang kakak.
"Ya, kan aku nggak macam. Lagian aku masuk bareng kamu."
"Abang itu orang lain, bukan bagian dari RS ini. Mana bisa masuk begitu saja, meskipun Abang saudara aku."
"Peraturan macam apa itu, pelit amat. Padahal aku cuma mau tahu cara kerja di bagian farmasi."
"Ya nggak bolehlah, makanya dulu di suruh masuk ke kedokteran, eh malah pilih jadi polisi. Dikira enak jadi abdi negara, mending jadi dokter, banyak plusnya daripada minusnya," ujar Seno tersenyum mengejek abangnya.
"Belagu banget kamu jadi orang ya. Awas saja jika suatu saat kamu kesandung kasus, nggak akan aku bantuin," balas Axel kesal.
"Hahaha... Nggak boleh angek gitu dong. Udahlah, aku mau masuk dulu!" seno menanggapi dengan kekehan dan seraya masuk kedalam ruang farmasi.
"Dasar adik nggak ada akhlak kamu!" ujar Axel membuat orang yang duduk di sana menatapnya.
Axel yang sadar dirinya tengah menjadi bahan perhatian orang, ia menggaruk kepala seraya berjalan menghampiri Sofia.
"Sini duduk, nggak malu apa di perhatikan semua orang. Jadi lelaki itu kalem dikit Napa sih?" omel wanita itu sedikit bergeser memberi ruang agar Axel duduk anteng di sampingnya.
Axel tak menyahut, bagaikan anak kecil yang patuh oleh ucapan ibunya. Ia duduk di samping Sofia, netranya mengamati cup jus yang ada di tangan Sofia.
"Kamu benaran nggak mau berbagi sama aku?" tanya Axel membuat Sofia seketika menoleh dengan tatapan tidak percaya.
"Ck, kenapa kamu menatapku seperti itu. Aku minta minumanmu sedikit Sofia."
Sofia menatap minuman yang ia pegang. Tapi ini cuma satu, serius dia mau minum satu berdua?
"Udah berikan padaku, Sofia. Aku minta sedikit saja, aku haus banget!"
"T-tapi Pak...."
"Berikan padaku."
"Iya, tapi jangan di kokop ya, Pak?" intrupsi Sofia.
"Kenapa? Kamu jijik satu sedotan sama aku? Jangan di kokop, padahal kita sudah pernah saling kokop juga," celetuk Axel membuat wajah Sofia seketika merah merona.
Sementara itu di ujung sana seorang wanita baya tengah memperhatikan. Rasa tak percaya saat melihat axel menyesap minuman bekas Sofia. Otak putranya itu benar-benar sudah geser.
Bersambung....
All, terimakasih yang sudah baca novel ini, tetapi aku mohon bagi yang tidak suka atau yang suka nabung bab, karena novel ini gagal retensi lagi. Tapi apapun itu author akan tetap lanjut hingga tamat.