NovelToon NovelToon
Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Status: sedang berlangsung
Genre:Anime / Reinkarnasi
Popularitas:643
Nilai: 5
Nama Author: Lidelse

Reni adalah pemuda pekerja keras yang merantau ke kota, dia mengalami insiden pencopetan, saat dia mengejar pencopetan, dia tertabrak truk. Saat dia membuka mata ia melihat dua orang asing dan dia menyadari, dia Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lidelse, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keraguan dan Serangan Pertama

Setelah Lyra mengumumkan strateginya, seluruh Kota Rosania segera beralih dari pelabuhan pengungsi menjadi mesin perang yang disiapkan dengan dingin. Eksekusi rencana berlangsung dengan kecepatan dan presisi militer yang ekstrem.

Lyra dan Emi Altera bergerak menuju pegunungan batu Rosania. Lyra, didorong oleh tekad dingin, mengaktifkan kemampuan Mana Ruang-Waktunya untuk menemukan dan menganalisis setiap Rune pertahanan kuno yang tertanam di bebatuan.

Lyra menyentuh batu yang dingin itu, dan Mana Ruang-Waktunya bertindak sebagai kunci. Dalam sekejap, jaring-jaring Mana biru zamrud yang rumit menyala di permukaan gunung.

"Tugas kita adalah menautkan Mana Rosania ke jaringan ini. Harus stabil, Astrea!"

seru Emi.

Emi menggunakan Mana Anginnya untuk mempercepat gerakan mereka melintasi medan terjal, membawa Lyra dari satu Rune ke Rune utama lainnya. Ketika Lyra menyelesaikan pengaktifan spasial, Emi akan memompa Mana Angin/Es-nya ke dalam Rune untuk menstabilkan dan memperkuatnya dengan sifat defensif yang dingin.

Dengan Mana Lyra yang berfungsi sebagai sistem operasi dan Mana Emi sebagai perangkat keras, perisai pertahanan Mana yang melindungi Rosania mulai aktif, menciptakan penghalang tak terlihat yang membungkus kota.

Sementara itu, di dalam gerbang, Aen Pendragon melaksanakan misi paling krusial: mencegah pengkhianatan internal yang telah meruntuhkan kota-kota lain.

Aen, ditemani oleh beberapa profesor Akademi Elorick yang selamat dan perwira militer Rosania yang setia, mendirikan pos pemeriksaan di zona pengungsian. Mereka membandingkan daftar nama pengungsi dengan daftar bangsawan dan faksi yang telah menyatakan kesetiaan pada Valerius.

"Profesor,"

perintah Aen, matanya yang biru memindai kerumunan.

"Identifikasi setiap wajah yang pernah Anda lihat berhubungan dengan faksi Dark Moon atau Valerius Trade Guild. Kami tidak akan membiarkan racun masuk ke benteng ini."

Aen menggunakan Mana Anginnya untuk mendeteksi getaran Mana yang mencurigakan, mengidentifikasi agen Valerius yang mungkin menyamar sebagai pengungsi. Ini adalah pekerjaan yang sulit, berisiko, dan tak kenal ampun, tetapi Aen melakukannya dengan ketegasan seorang perwira yang telah menyaksikan harga sebuah pengkhianatan.

Di luar Rosania, Jenderal Oroz memimpin pasukan elitnya. Mereka memanfaatkan waktu yang Lyra berikan.

"Kita akan membuat mereka membayar setiap langkah di lembah ini!"

teriak Oroz.

Pasukan elit bergerak ke celah-celah gunung, memasang peledak Mana tersembunyi, Rune jebakan, dan memodifikasi topografi secara artifisial. Mereka mengubah jalur invasi utama menjadi zona pembantaian yang mematikan, memastikan bahwa musuh yang berhasil menembus Rune pertahanan Lyra akan segera dihancurkan oleh jebakan-jebakan yang mematikan.

Setelah jaringan Rune aktif, Lyra kembali ke pusat komando. Dia memanggil semua Mage dan Adept yang ada di Rosania, meminta pengorbanan yang sulit.

"Kepada semua Mage dan Adept yang setia!"

Lyra berseru.

"Perisai pertahanan aktif, tetapi tidak cukup kuat untuk menghadapi Archmage Valerius! Saya meminta Anda untuk menyumbangkan Mana Anda ke Rune Utama!"

Puluhan Mage dan Adept segera merespons, duduk dalam lingkaran konsentrasi. Mereka menyalurkan Mana mereka—Mana Api, Tanah, Air, dan Angin—ke dalam jaringan Lyra. Meskipun melelahkan dan membuat mereka tidak berdaya untuk sementara, Mana kolektif mereka memompa kehidupan dan kekuatan yang luar biasa ke dalam Rune pertahanan Rosania.

Sementara para Mage melakukan pengorbanan Mana, Eminan dan Marlina bergerak di tengah-tengah penduduk, menenangkan mereka dengan aura bangsawan yang meyakinkan. Mereka memastikan ketertiban sipil di tengah suasana perang.

Pada saat yang sama, Emi memimpin sekelompok Mage Es lainnya. Mereka bergerak ke setiap celah alami di pegunungan yang tidak ditutupi oleh jebakan Oroz. Dengan Mana Es yang kuat dan padat, mereka menutup celah-celah itu dengan dinding es tebal, menyegel Rosania secara fisik dan menjadikannya sebuah benteng yang terisolasi.

Setelah dua belas jam kerja tanpa henti, Rosania telah berubah. Jaring-jaring Rune bersinar redup di bebatuan, Mana pertahanan menjulang tinggi, dan celah-celah tersembunyi tertutup rapat.

Mereka telah berhasil.

Rosania siap bertahan. Benteng terakhir Elemendorf kini berdiri tegak, menunggu kedatangan pasukan Valerius.

Malam telah tiba di Rosania. Di balik dinding batu yang tebal, obor-obor kayu yang besar dinyalakan, memancarkan cahaya oranye kemerahan yang bergetar. Cahaya itu menerangi bayangan panjang di antara kerumunan. Pasukan pengintai bergerak dalam senyap di sepanjang tembok pertahanan, mata mereka menembus kegelapan lembah di luar.

Keadaan di dalam benteng sudah cukup terkendali. Para penduduk, meskipun lelah dan cemas, kini memiliki rasa aman setelah melihat pengaktifan perisai Mana dan tindakan tegas dari Jenderal Oroz. Namun, populasi yang ada di Rosania sangat besar—dibanjiri oleh pengungsi dari Middle Grail—dan membuat banyak orang terpaksa tidur di luar, berdesakan di lapangan dan lorong-lorong, hanya beralaskan selimut tipis.

Lyra berjalan perlahan menjauh dari pusat komando, langkahnya berat. Dia baru saja memastikan semua Rune terhubung dan Mana sumbangan dari para Mage terdistribusi dengan baik.

Lyra berhenti sebentar di bawah cahaya obor dan melihat tangannya. Meskipun dia telah mengonsumsi ramuan restorasi, tangannya tampak pucat, Mana Alam yang biasanya hidup di kulitnya terasa tumpul.

"Beban ini berat, bahkan untuk Archmage Ruang-Waktu,"

gumamnya pelan.

Dia kemudian menemukan Eminan dan Marlina di sudut yang sedikit tenang. Mereka sedang mengawasi para pengungsi.

Marlina segera menyadari wajah Lyra yang kuyu.

"Sayangku, kau pucat sekali,"

kata Marlina, menyentuh pipi Lyra dengan lembut.

"Pergilah istirahat. Mana-mu kosong."

"Aku tidak bisa, Nenek,"

jawab Lyra, berusaha terdengar kuat.

"Aku harus siaga."

Eminan menggeleng.

"Tidak, kau harus istirahat. Kami yang sudah tua ini akan menjaga benteng internal. Kau Archmage kami, bukan prajurit infanteri."

Lyra menghela napas, menyerah pada kekhawatiran mereka yang tulus.

"Aku baik-baik saja, Kakek. Hanya saja... Kristal Alpha yang ada di cincinku kehabisan Mana total. Mengaktifkan dan menstabilkan seluruh jaringan Rune itu menguras cadangan terakhirku. Aku harus beristirahat untuk memulihkan diri secara alami."

"Bagus,"

kata Marlina, lega.

"Rosania sudah siap. Sekarang giliranmu untuk bersiap."

Lyra kemudian menoleh ke kakek dan neneknya.

"Ngomong-ngomong, apa yang Kakek dan Nenek lakukan di pojok sini?"

Eminan tersenyum tipis.

"Kami sedang bercerita, Lyra. Kepada para pengungsi. Mereka panik, mereka melihat Elemendorf jatuh dalam dua hari, dan mereka mengira ini adalah akhir dari segalanya."

Marlina melanjutkan, matanya menatap api obor.

"Kami mengingatkan mereka. Bagi Kerajaan Elemendorf, ini hanyalah satu babak pertempuran. Kami menceritakan kepada mereka sejarah yang lebih tua, sejarah yang melampaui Valerius dan Gilga."

Eminan merangkul bahu Marlina.

"Kami memberi tahu mereka, Lyra, bahwa ini tidak sampai seperempat dari kengerian Olympus yang pernah dihadapi Elemendorf di masa lalu. Kami telah menghadapi perang yang menghancurkan peradaban, kami telah menghadapi Dewa yang marah, dan kami selalu bangkit. Kami meyakinkan mereka bahwa selama keturunan Astrea dan Elemendorf masih bernapas, harapan itu ada."

Lyra terdiam. Kata-kata kakeknya adalah Mana Emosi yang kuat. Mereka tidak menggunakan sihir; mereka menggunakan sejarah untuk memberi kekuatan.

"Aku mengerti,"

kata Lyra, rasa hormatnya kembali penuh.

"Aku akan istirahat kalau begitu. Terima kasih, Kakek, Nenek."

Lyra membungkuk sebentar dan berbalik. Dia berjalan menyusuri barisan tenda darurat dan obor yang berkedip. Dia menuju ke sebuah rumah kayu kecil yang disisihkan untuk para petinggi strategi.

Di ambang pintu, Aen Pendragon dan Emi Altera sudah menunggu. Aen bersandar di kusen, tangannya yang diperban memegang cangkir air, sementara Emi duduk di bangku, Mana Es-nya meresap ke dalam dirinya untuk pemulihan.

Lyra masuk ke dalam rumah kayu yang remang-remang itu. Dia berjalan menuju kursi reot di sudut ruangan dan dengan hati-hati menjatuhkan diri ke sana.

Dia segera melepaskan Jubah Putih bercorak Merah miliknya—jubah kebanggaan House Astrea yang kini ternoda oleh darah. Dia melipatnya dengan hati-hati. Lyra hanya menyisakan baju kaos hitam yang sederhana, memperlihatkan betapa mungilnya tubuhnya di balik pakaian formalnya.

"Itu jubah terakhirku,"

gumam Lyra, suaranya pelan dan lelah, merujuk pada Jubah yang ia gunakan untuk menutupi mayat Bart.

Aen Pendragon menatapnya. Kerutan kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya, mengabaikan rasa sakit dari bahunya yang terluka.

"Kau benar-benar pucat, Nona Astrea,"

kata Aen, nadanya penuh perhatian.

"Mana-mu benar-benar habis. Jika kau sakit, itu akan menghambat strategi kita."

Lyra menggelengkan kepala.

"Aku tidak apa-apa, Tuan Pendragon. Aku hanya butuh beberapa jam. Mana-ku akan pulih."

Ia membuang napas berat.

"Yang sekarang aku cemaskan adalah Papa dan Mama-ku."

Lyra menatap ke kejauhan, matanya dipenuhi ketakutan.

"Nenek Marlina memberi tahu aku saat di kereta. Mama... Erin sedang mengandung. Janinnya baru berusia tiga bulan."

Lyra menyandarkan kepalanya ke belakang, rasa takut murni melingkupinya.

"Mereka berada di perbatasan, Papa bertarung sendiri, dan Mama, seorang Archmage yang kekuatannya terbagi karena kehamilannya. Valerius akan tahu kelemahan itu. Jika sesuatu terjadi pada janinnya, pada bayinya... aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada Mama. Atau pada Papa."

Keheningan menyelimuti ruangan. Kehamilan Erin adalah kerentanan terbesar House Astrea saat ini.

Emi Altera, yang selama ini diam, memecah keheningan itu dengan pertanyaan yang tajam, menusuk langsung ke inti masalah Lyra.

"Lalu, bagaimana dengan Gilga?"

tanya Emi.

"Atau harus kukatakan, Gilgamesh? Apakah kau akan memasukkannya ke dalam rencanamu, Nona Astrea? Apakah ia target yang harus dimusnahkan, atau kelemahan yang harus diselamatkan?"

Lyra menutup matanya, mengambil napas dalam-dalam. Nama itu terasa seperti luka terbuka.

"Dia..."

Lyra memulai, suaranya tercekat.

"Dia adalah Archmage Darah terbaik di Elemendorf. Dia adalah kekuatan yang tidak bisa kita abaikan. Dan dia... dia adalah kelemahan yang membuat Valerius memiliki kesempatan ini."

Lyra membuka matanya, wajahnya kini dipenuhi tekad dingin.

"Aku tidak akan membunuhnya, Emi. Gulungan Sihir Jiwa yang mengikat Gilga adalah kunci Valerius. Kita akan menyelamatkannya, tetapi prioritas utama saat ini adalah melindungi keluarga dan Rosania. Gilgamesh adalah musuh, tetapi Gilga adalah tanggung jawabku. Dan aku akan memenuhinya, setelah aku menyelesaikan tugas utamaku."

Emi Altera menghela napas. Dia menghargai kejujuran Lyra, meskipun itu menyakitkan. Lyra, Archmage Ruang-Waktu, masih berusaha memisahkan Gilga yang ia cintai dari Gilgamesh si senjata.

Emi kemudian menoleh ke Lyra, ekspresinya kembali tenang dan formal.

"Terima kasih, Astrea,"

kata Emi.

"Terima kasih telah memperbolehkan seorang Altera masuk ke benteng terakhir Elemendorf. Dalam situasi seperti ini, sebagian besar petinggi militer akan segera menahan atau bahkan mengeksekusiku karena potensi pengkhianatan faksi."

Emi mengangkat bahu.

"Kami adalah rival politik lama. Dan kami memiliki sihir beragam, sama seperti Pangeran Pendragon."

Aen Pendragon, yang mendengarkan percakapan itu, tidak bisa menahan pertanyaan yang telah mengganggu pikirannya sejak mereka tiba.

"Itu pertanyaan yang bagus, Nona Altera,"

sela Aen. Dia menatap tajam ke mata Emi.

"Aku tahu kau membantuku dan Nona Lyra dalam evakuasi. Tapi aku harus bertanya, sebagai perwira militer yang waspada terhadap pengkhianatan:"

"Bagaimana jika faksi Altera benar-benar mengikuti Valerius? Apa yang membuat kami yakin kau tidak akan membuka gerbang Rosania saat kami lengah?"

Emi menatap Aen, tidak tersinggung oleh kecurigaan itu. Itu adalah pertanyaan militer yang valid.

"Faksi Altera, Tuan Pendragon,"

jawab Emi dengan suara dingin dan bangga,

"memiliki Mana Angin dan Es. Kami memiliki kekuatan yang besar. Dan ya, kami adalah rival Elemendorf."

"Namun, kami tidak pernah menjadi pengkhianat. Kami tidak tunduk pada intrik kotor seperti Valerius. Faksi kami didasarkan pada kekuatan independen. Lagipula, mengapa kami harus tunduk pada Valerius?"

Emi melipat tangannya.

"Valerius menginginkan darah bangsawan Elemendorf, bukan darah bangsawan Altera. Jika Valerius berhasil mengambil Lyra, seluruh Kerajaan akan jatuh di bawah kendalinya. Dan dengan kontrol atas Archmage Ruang-Waktu dan Archmage Darah, dia akan menjadi terlalu kuat. Valerius adalah ancaman bagi independensi semua faksi, termasuk Altera."

Emi menoleh ke Lyra.

"Kami membantumu karena ini bukan lagi tentang rivalitas. Ini tentang menjaga keseimbangan. Aku lebih memilih bertarung bersama Archmage Ruang-Waktu yang naif daripada berlutut di hadapan Archmage Darah yang terkorupsi. Kehancuran Elemendorf di tangan Valerius berarti giliran Altera selanjutnya."

Aen mengangguk perlahan. Penjelasan Emi masuk akal secara strategis. Dalam kekacauan ini, musuh bersama telah memaksa aliansi yang tidak terduga.

"Baiklah, Nona Altera,"

kata Aen, mengakhiri interogasinya.

"Untuk saat ini, mari kita fokus pada pertahanan Rosania. Dan pada rencana fase kedua Nona Lyra."

Lyra, yang mendengarkan dalam diam, tersenyum kecil. Aliansi ini, meskipun rapuh, adalah satu-satunya kesempatan mereka.

Lyra baru saja memejamkan mata di kursi reotnya, berusaha menarik Mana Ruang-Waktu yang terkuras, ketika ketenangan malam itu dihancurkan.

TRRRUUUUUUUUUMMM!

Suara terompet perang yang nyaring dan menggema membelah udara Rosania, berasal dari gerbang utama benteng. Itu bukan suara alarm biasa, melainkan teriakan panik yang mematikan.

"Serangan!"

Lyra adalah yang pertama bergerak. Tubuhnya yang lelah seketika melupakan rasa lelah. Insting Archmage-nya, insting pemimpinnya, mengambil alih. Dia melompat dari kursi, Mana Ruang-Waktunya bergetar, siap untuk melompat ke mana pun serangan itu berada.

Namun, baru dua langkah, Aen Pendragon sudah berada di depannya. Pangeran Pendragon, meskipun terluka dan kelelahan, bergerak dengan kecepatan Mana Anginnya. Dia menahan Lyra, kedua tangannya mencengkeram bahu Lyra dengan kuat.

"Tidak, Lyra! Hentikan!"

desak Aen, suaranya dipenuhi ketegasan seorang perwira.

"Kau tidak boleh bertarung! Marlina telah memperingatkan, itu adalah perintah dari Dewan dan ayahmu!"

Lyra meronta, matanya hijau zamrudnya menyala karena frustrasi dan amarah.

"Lepaskan aku, Tuan Pendragon! Rosania sedang diserang! Aku adalah senjata terkuat mereka!"

"Kau juga target terpenting mereka! Dan kau hampir pingsan!"

balas Aen, tidak melepaskan cengkeramannya.

"Jika kau keluar sekarang, Valerius akan mengirim Gilgamesh. Kau tahu apa artinya itu!"

Lyra menarik napas, mengatur emosinya, dan menatap Aen. Dia tahu Aen benar. Dia tidak bisa menghabiskan sisa Mana-nya dalam pertempuran yang gegabah.

"Aku tidak akan bertarung!"

tegas Lyra.

"Aku tahu batasanku! Aku hanya ingin menyelidiki dan meneliti pasukan Valerius! Aku harus tahu komposisi mereka, Archmage yang mereka bawa, dan taktik pertama mereka. Kita tidak bisa merencanakan bantuan luar jika kita tidak tahu seberapa kuat mereka akan bertahan di sini!"

Emi Altera yang berdiri di dekatnya, mengangguk setuju.

"Pendragon, dia benar. Dia adalah Archmage strategi. Dia harus melihatnya. Biarkan dia menggunakan Mana-nya untuk analisis, bukan pertarungan."

Aen ragu-ragu. Melindungi Lyra adalah tugas utamanya. Tetapi kebutuhan untuk menganalisis musuh baru juga merupakan prioritas utama.

Aen melonggarkan cengkeramannya sedikit.

"Baiklah. Kau hanya boleh sampai ke ruang komando di atas benteng. Kau akan diapit oleh Emi dan aku. Jika Mana-mu berkedip, aku akan menyeretmu kembali. Mengerti?"

Lyra mengangguk cepat.

"Aku mengerti."

Tanpa membuang waktu sedetik pun, ketiganya bergegas keluar dari rumah kayu itu menuju ke benteng utama, Mana mereka berdenyut pelan dalam antisipasi peperangan yang baru dimulai. Rosania diserang. Dan Lyra harus belajar siapa yang menjadi lawan mereka.

1
Anonymous
ceritanya wahhh, sih. cuma kayaknya penulisan nya bisa lebih emosional lagi
Anonymous
gila plot twist nya
Moge
episode 4 udah mulai seru jir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!