 
                            Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.
Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."
Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Jarak yang memisahkan
Alden tiba di toko rotinya dengan membawa beberapa kotak kue pesanan pelanggan. Terlihat ibunya yang membantu beberapa karyawan mereka.
Mereka sudah memiliki penghasilan yang cukup untuk menggaji karyawan, tapi mereka belum memiliki niat untuk pindah dari kontrakan itu.
Cukup lama Alden berdiam diri di depan pintu, akhirnya ia pun melangkahkan kakinya menghampiri mereka.
"Assalamualaikum," ujarnya dengan senyuman ramah.
"Waalaikumsalam," ujar ibunya serta karyawan itu kompak.
Semua karyawan dan ibunya pun menoleh ke arah Alden yang langsung bergabung dengan mereka. Alden meletakkan kotak-kotak pesanan itu di atas meja, setelahnya ia membantu ibu dan karyawannya untuk mengemasi beberapa roti lainnya.
Toko mulai sepi, sehingga pekerjaan mereka sedikit lebih santai. Bahkan, perbincangan hangat serta canda tawa terdengar di ruangan itu.
"Alden, bagaimana kabar Dania? Apa sudah ada perkembangan dari pengobatannya?" ujar ibu Alden yang masih mengemasi roti.
"Iya Bu, Dania sudah berada di Singapura, katanya pagi ini dia akan pergi ke rumah sakit." jawab Alden sambil menoleh ke arah ibunya.
"Semoga Dania diberi kesembuhan dari penyakitnya ya, nak." ujar ibunya mendoakan.
Karyawan-karyawan yang mendengar perbincangan mereka juga ikut mendoakan Dania. Tanpa sadar, Alden menyunggingkan senyum tipis ketika mendengar banyak orang yang peduli dengan Dania.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
Malam harinya, setelah melewati aktivitas yang panjang, Alden memutuskan untuk menghubungi Dania melalui panggilan video.
Beberapa saat kemudian, terlihat Dania di balik layar. Ia tetap menunjukkan senyum cerianya, tapi wajahnya yang pucat dan lemas sudah menunjukkan bahwa Dania tidak seceria itu.
"Halo, Assalamualaikum sayang," ujar Alden lembut tapi dengan sengaja memasang wajah konyol dengan maksud menghibur gadis tersayangnya itu.
Melihat ekspresi konyol Alden, jelas saja membuat Dania terkekeh. Ia benar-benar terhibur dengan tindakan Alden yang tiba-tiba itu.
"Waalaikumsalam, Al. Bisa aja deh bikin ketawa." ujar Dania dari seberang sana.
"Hehe, aku gak mau aja buat si cantik aku sedih." ujar Alden dengan seutas senyum. "Btw, gimana pengobatan di hari pertama?"
Dania yang awalnya tertawa kini menatap Alden dengan mata berkaca-kaca, walaupun terhalang jarak jauh tapi Alden bisa merasakan kesedihan dari kilatan mata Dania. Dania menghela nafas lalu berbicara jujur dengan Alden.
"Aku sudah pergi ke rumah sakit tadi, tapi..." Dania menghentikan perkataannya, membuat Alden penasaran dan juga khawatir.
"Tapi apa, Dania?"
Terdengar helaan nafas panjang dari balik layar. Dania seakan berat ingin menceritakannya kepada Alden.
"Tapi, dokter bilang kemungkinan sembuh ku masih minim, Al. Pengobatan yang akan aku jalani hanya bisa mengurangi efeknya tapi enggak akan membuatku sembuh sepenuhnya." ujar Dania terdengar lirih.
Alden merasa hatinya terenyuh mendengar kata-kata Dania. Ingin rasanya ia memeluk erat gadis itu dan meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi jarak yang memisahkan membuat Alden harus menunggu sampai Dania kembali lagi di sampingnya.
"Tapi aku juga gak bisa disini terus, karena dua bulan lagi sudah masuk kuliah." lanjut Dania sebelum Alden berbicara.
"Aku yakin kamu bisa melewati masa-masa sulit ini, Dania. Aku tahu kamu kuat dan aku yakin kamu akan baik-baik saja." ujar Alden dengan seutas senyum tapi matanya terlihat berkaca-kaca.
"Terima kasih, Al." lirih Dania dari balik layar. Dania menatap Alden dengan mata yang berkaca-kaca, ia merasa sedikit lega dengan Alden yang selalu mendukungnya, terlebih masa-masa seperti saat ini.
"Aku hanya takut akan meninggalkan kamu, Al. Aku takut kalah dengan usiaku." lanjut Dania lirih bahkan air matanya menetes dari pelupuk matanya.
Alden yang mendengar perkataan Dania langsung menggelengkan kepalanya, ia menatap Dania penuh kasih sayang walaupun terhalang layar di depannya.
"Ssssttt, gak boleh ngomong gitu Dania. Takdir itu hanya milik Allah, usaha dan doa itu milik kita. Aku akan selalu ada untukmu apapun yang akan terjadi. Kamu akan sembuh, dan aku yakin itu."
Dania terdiam, hatinya terasa sangat tersentuh ketika mendengar kata-kata bijak dari Alden. Ia tidak menyangka bahwa Alden akan mengeluarkan kata-kata mutiara yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya.
Alden tersenyum sedikit, ia mencoba menanamkan kepercayaan dan kekuatan pada diri Dania. "Kamu kuat dan kamu pasti bisa melewati semua ini, Dania. Banyak orang yang sayang sama kamu dan ingin kamu sembuh. Aku percaya padamu, Dania."
"Terima kasih, Al..."
Air mata Dania terlihat masih menetes, tapi perlahan-lahan ia mulai tersenyum. Kata-kata yang keluar dari mulut Alden membangunkan semangat untuk sembuh bagi Dania.
"Sama-sama Dania." ujar Alden lembut.
Keduanya hening tanpa kata, hanya menikmati waktu dan suasana masing-masing. Walaupun hanya diam tanpa kata, tapi mereka bisa merasakan kenyamanan dalam diri masing-masing.
"Mungkin aku berada di sini beberapa minggu," ujar Dania kemudian di sela-sela keheningan.
"Iya gapapa Dania. Yang penting pengobatan kamu yang utama. Aku selalu ada di sini, jangan ragu menghubungi aku kalo kamu butuh apa-apa." ujar Alden dengan senyuman.
Dania mengangguk perlahan, betapa bersyukurnya ia memiliki kekasih yang benar-benar mengerti dirinya tanpa memandang status atau apapun.
Dan itu juga yang membuat Dania menyesali perbuatannya saat itu. Ia berpikir bahwa mungkin Alden bisa bahagia tanpa dirinya, tapi ternyata Alden jauh lebih bahagia ketika bersama Dania. Pikirannya tentang Alden yang akan menjauh setelah mengetahui penyakitnya, ternyata justru membuat Alden semakin tulus menyayangi dirinya.
"Pasti, Al. Terima kasih sudah selalu ada untukku." ujar Dania pada akhirnya.
Keduanya larut dalam perbincangan di sebalik layar. Alden merasa bahwa Dania adalah bagian dari hidupnya, dan Alden tidak bisa menyangkal bahwa kebahagiaan Alden ada di gadis itu.
Sementara Dania, ia merasa bahwa Alden adalah anugerah terindah dalam hidupnya. Dengan adanya Alden, ia merasa dicintai dan dihargai apa adanya. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menyayangi dan menghargai Alden, karena ia tahu bahwa Alden adalah seseorang yang sangat spesial dalam hidupnya.
"Sekarang beristirahatlah, Dania. Semoga hari esok akan membawa cerita baru. Semangat buat pengobatan besok!" ujar Alden yang merasa sudah cukup lama mereka berbincang.
"Iya, Al. Aku akan istirahat, kamu juga pasti lelah hari ini." balas Dania dengan seutas senyum.
Setelah keduanya saling berpamitan, panggilan video pun berakhir. Alden membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja di atas ranjangnya. Ia masih merasa khawatir dengan kondisi Dania, tapi ia hanya bisa berharap bahwa keajaiban akan tiba. Ia berharap bahwa Dania akan sembuh dan senyum ceria itu kekal terukir di wajahnya.
Alden pun memutuskan untuk tidur. Alden pun menyadari bahwa mungkin beberapa minggu kedepan mereka hanya akan berkomunikasi melalui ponsel sampai Dania kembali ke Indonesia.
Jarak yang memisahkan bukan berarti menjadi suatu penghalang untuk mempererat hubungan mereka, melainkan justru menjadi kesempatan untuk menunjukkan kesetiaan dan cinta mereka satu sama lain.
^^^Bersambung...^^^
recomend banget pokoknya😍
Happy reading 😊