TERJEBAK DI HALAMAN CINTA

Biasanya rumah Mei Len ramai dengan teriakan Mei Len, tapi hari ini nampak berbeda, keramaian itu bukan karna teriakan Mei Len, melainkan ramai dengan gelak tawa kebahagiaan.

Sam, Jun juga Putra Mahkota, mereka telah di rawat dengan baik, dan sekarang mereka telah pulih.

Waktu begitu terasa cepat berlaku, hingga tak terasa mereka sudah berada di Desa Angin selama 2 minggu.

Jendral Max dan yang lain nya belum kembali Kekaisaran, mereka masih menyembunyikan kedatangan mereka ke hal layak, dan untuk Kaisar Long, dia sendiri yang datang ke Desa Angin.

Karna dengan begitu, dia mempunyai alasan untuk menemui cucu kembar kesayangan nya.

Kelahiran Rea dan Rai masih di rahasiakan, Kaisar Long hanya menuliskan dekrit Kekaisaran mengakuan tentang siapa mereka.

Karna Kaisar Long tak ingin suatu saat cucu-cucunya itu di ragukan orang lain.

Dekrit itu hanya orang-orang pilihan saja yang mengetahui nya, maka rahasia tentang Mei Len hingga sekarang masih tertutup dengan rapi.

"Putri ku, boleh Ayah berbicara padamu? tanya Jendral Max.

"Bicaralah Ayah, aku akan mendengarkan mu, " Mei Len siap mendengar kan apapun yang akan Ayah nya bicarakan.

"Apakah kamu sudah berbicara dengan Putra Mahkota?" tanya Jendral Max pada Mei Len.

"Belum Ayah, " jawab Mei Len, karna di dan Putra Mahkota memang belum bertegur sapa.

"Apakah kamu masih marah padanya? itulah yang terpikir kan oleh Jendral Max, mungkin putri nya itu masih marah pada Putra Mahkota.

"Mengapa Ayah berpikir aku marah padanya?" Mei Len ingin tau alasan sang Ayah, mengapa pikiran nya bisa sampai kesana.

"Karna dia tidak pernah datang padamu, semenjak kejadian itu, " jawab Jendral Max.

Mei Len tersenyum mendengar jawaban sang Ayah, tapi tak ada salah nya sang Ayah berpikir demikian, karna memang yang di katakan nya itu benar.

"Tidak Ayah.. aku tidak marah, lagi pula Putra Mahkota pergi juga untuk kita semua, " ujar Mei Len.

Mei Len belum berbicara dengan Putra Mahkota bukan karna marah, melainkan karna dia memang tak mau terlalu dekat, sebab Mei Len tak mudah dekat dengan seseorang secara begitu saja.

"Lalu megapa kamu masih mendiami nya?" Jendral Max ingin tau alasan putri nya itu.

"Aku belum terbiasa Ayah, Ayah tau sendiri.. jangankan dengan Putra Mahkota, dengan kalian saja aku memang selalu berdiam diri, " ujar Mei Len, mendengar itu Jendral Max mengerti, karna memeng benar apa yang di ucapkan Mei Len itu.

"Nak dengarkan Ayah, mungkin kamu memang belum terbiasa, tapi tak baik jika kamu terus mendiami nya, karna dia itu suami mu, " ujar Jendral Max menasehati Mei Len.

"Tapi kami belum melakukan upacara pernikahan, " ujar Mei Len.

Jendral Max terdiam, benar kata putri nya, mereka belum mengadakan utara pernikahan.

Mei Len dan Jendral Max terus mengobrol, sementara si kembar sedang asyik bermain dengan sang Paman.

Tampa mereka sadari, Putra Mahkota Rui mendengar semua yang mereka bicarakan.

"Baiklah Ayah mau bermain dulu dengan si kembar, " ujar Jendral Max beranjak pergi meninggalkan Mei Len.

"Mei Len, " panggil Putra Mahkota Rui menghampiri Mei Len.

"Salam Putra Mahkota, apa ada hal yang anda butuhkan?" sapa Mei Len dengan sopan.

Grepp.. Putra Mahkota Rui memeluk tubuh ramping Mei Len, dan setelah beberapa saat badan nya bergetar, terdengar juga isakkan halus di telinga Mei Len.

"Maaf kan aku, " hanya kata itu yang terus di ulang Putra Mahkota dalam isak kan nya, sementara Mei Len dia diam mematung, merasa bingung harus bereaksi seperti apa.

"Maafkan aku, karna telah menyakiti mu, maafkan aku yang tak menemani masa sulit mu ketika mengandung, maafkan aku yang tak berada di sisimu saat kamu melahirkan si kembar, maafkan aku juga karna belum bisa mengajak mu melakukan upacara pernikahan, maafkan aku.. maafkan aku.. " ujar Putra Mahkota Rui terus meminta maaf atas semua perlakuan.

Mei Len membiarkan Putra Mahkota mencurahkan semua isi hati nya, Mei Len tak menyela, Mei Len dan bergerak, Mei Len hanya diam dalam delapan hangat Putra Mahkota dalam diam.

Setelah meluapkan semua beban nya, Putra Mahkota Rui melepas pelukan nya, lalu dia memandang Mei Len dalam.

"Mei Len, mau kah kamu menikah dengan ku?" ujar Putra Mahkota Rui lembut, dia mengucapkan kata itu penuh perasaan sayang.

"Aku tau mungkin ini terlambat, tapi berikan aku kesempatan, agar aku bisa melakukan hal yang seharusnya ku lakukan, aku tak ingin kamu menjadi istri di atas kertas saja, aku ingin kamu menjadi istri ku yang nyata, " lanjut lagi Putra Mahkota mengatakan keinginan nya.

Mei Len terdiam, ini... begitu mendadak, " Ada apa dengan nya? apa dia mendengar ucapan ku dengan Ayah?" tanya Mei Len dalam hati.

"Kenapa kamu terdiam? apakah tak ada kesempatan itu untuk ku?" Putra Mahkota tanpak sedih karna Mei Len tetap diam.

"Bukan.. bukan tak mau, hanya saja.. " Mei Len tak melanjutkan ucapan nya, karna dia bingung harus mengucapkan apa.

"Hanya apa? apa kamu mau acara nya di buat meriah, dan kita mengadakan pernikahan itu di kota Kekaisaran?" Putra Mahkota malah salah arti.

"Tidak Tidak, lagi pula aku sudah nyaman berada disini, " ujar Mei Len.

"Lalu apa?" tanya Putra Mahkota menanti kan jawaban Mei Len.

"Hanya saja.. eemm.. itu, anak-anak bagaimana?" jawab Mei Len.

"Mereka akan setuju, karna aku sudah mengatakan pada mereka kalau aku adalah Ayah mereka, " ujar Putra Mahkota.

"Apa?? kapan?? mengapa mereka tak cerita padaku?" gerutu Mei Len kaget dengan ucapan Putra Mahkota.

"Aku melarang mereka untuk bercerita padamu, " ujar Putra Mahkota Rui tanpa merasa bersalah.

"Putra Mahkota... " panggil Mei Len penuh penekanan.

………………………………

"Bagaimana mereka bisa lolos?" ujar seseorang marah besar pada orang suruhan nya.

"Maafkan kami Jendral, Putra Mahkota dan lain nya begitu kuat, hingga mereka masih bisa melawan, meski sudah kami berikan racun, " ujar pengawal itu takut-takut.

"Kurang ajar.. semuanya sia-sia, lalu kemana mereka. melarikan diri?" tanya Jenderal.

( Kira-kira Jendral apa hayo... )

"Mereka lagi ke atas gunung, saat kamu mengejar mereka, kami tak dapat menukan kan jejak nya, " ujar pengawal pelan.

Siiuuut

Jlebb

Pengawal itu ma-ti seketika, karna tertusuk pagian dada.

"Itu akibatnya jika kalian gagal, " ujar Jendral marah.

"Maafkan kami Jendral, " ujaran para pengawal langsung bersujud meminta ampunan.

"Cari mereka hingga ketemu, untuk yang lain jya kalian habisi, dan untuk Putra Mahkota bawa dia hidup-hidup, jika kalian gagal.. maka kalian akan berakhir seperti dia, " ujar Jendral penuh penekanan.

"Baik Jendral..

UDAHAN DULU YA NEXT TIME KITA KETEMU LAGI DI BAB SELANJUTNYA.