Peringatan! Harap bijak dalam membaca. Ini karya dipersembahkan untuk hiburan emak yang sudah berusia 21+ dan sudah menikah! Dibawa 21 harap jangan baca! Dosa tangung sendiri!
Sequel dari Dipaksa menikahi tuan muda duda
Ashanum Ananda Wijaya terpaksa menerima perjodohan dengan pria yang sama sekali tak ia kenal setelah pergaulan bebasnya diketahui sang papa yaitu Raka Wijaya. Asha harus mengorbankan cintanya menikahi pria sederhana yang bukan tipenya yang tak ada daya tarik sama sekali yang hanya berkerja sebagai guru ngaji di pondok pesantren dan sebagai ob di rumah sakit ternama dikota Malang.
Dibalik kesederhanaannya Asegaf Albramata adalah seorang pengusaha muda yang sukses disegala bidang, namun ia menyembunyikan semuanya karena berbagai alasan.
Asha sangat membenci Ega karena adanya dia, ia harus kehilangan cinta pertamanya.
Nb : Jangan lupa follow ig:Duwi Sukema author ya, agar tahu visual juga novel author lainnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon duwi sukema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Janda genit
"Mbak Asha kok diam? Apa ada sesuatu?" tanya Bu Amin melihat wajah Asha seperti di tengkuk. "Kamu cemburu ya? Itu lah resiko punya suami tampan banyak pelakor dimana-mana? Harus siap siaga 24 jam," jelasnya lagi.
Padahal mas Ega sudah menutupi ketampannya dengan memakai kacamata saja masih ada yang naksir gimana jika ia memakai soflen pasti malah banyak yang mendekatinya batin Asha kesal.
"Seperti apa sich mamanya Sisil itu orangnya itu bu Amin?"
"Dia itu penyanyi cafe, juga sering pentas-pentas di acara hajatan orang khitan dan pernikahan. Dia cantik, bodynya bagaikan gitar spanyol. Tapi ibu sering lihat dia pulang dengan di antar gonta-ganti lelaki," kata bu Amin.
Astagfirullah kenapa aku jadi ghibah begini sich, aku harus masuk ke dalam dech batin Asha menyesali perbuatannya.
"Bu Amin, tunggu disini dulu ya! Mungkin mas Ega bentar selesai. Aku permisi dulu masih banyak tugas kuliah, maaf ya bu. Itu snacknya sambil di makan," ucap Asha masuk ke dalam rumah.
"Kenapa sich saingan aku banyak banget? Kalau begini aku kan harus tampil lebih cantik juga harus menjaga mas Ega dari pelakor-pelakor itu," ketus Asha masuk ke dalam kamar dengan menggomel sendiri.
Ega yang baru saja selesai salat, segera menghampiri Asha yang berbaring di ranjang sambil menyalakan laptopnya.
"Sha, bu Amin sudah pulang ya?" tanya Ega juga ikut berbaring disamping Asha.
"Belum mas, dia nunggu kamu itu," manyun Asha. "Aku lama-lama ngobrol dengannya tambah dosa aja, ngibah terus mas. Sudah temui dia sana! Ingat tapi mas jangan lirik-lirik tetangga! Ingat sudah punya istri!" tegas Asha dengan memperingatkan suaminya itu.
"Aku selalu ingat itu, aku tak pernah bisa melupakanmu sayang. Sudah cepat salat sana! Aku menemui bu Amin dulu," ucap Ega sambil mengacak-acak rambut Asha.
Asha segera mendongakan wajahnya ke atas saat Ega mengacak-acak rambutnya. Melihat Ega keluar, ia teringat sesuatu.
"Stop!" teriak Asha. "Tunggu mas! Jangan keluar dulu," perintah Asha agar Ega tetap berdiri di ambang pintu. Asha segera menyambar kacamata Ega yang di letakkan di nangkas samping ranjangnya.
"Pakai kacamata mas! Ingat jangan jadi laki-laki yang suka cari perhatian pada tetangga, awas sampai aku tahu," ancam Asha sambil melototkan matanya seperti bola matanya ingin keluar.
"Iya sayangku."
Asha kenapa sich kok jadi posesif sekali, biasanya juga tak seperti ini. Dulu aja dia cueknya minta ampun batin Ega berjalan menuju teras sambil memikirkan istrinya yang sikapnya sedikit berubah.
"Ada apa ya bu Amin? Sepertinya penting sekali hingga harus bicara denganku sendiri," tanya Ega sambil duduk sejajar dengan bu Amin yang dibatasi meja bundar ditengah-tengah mereka.
"Begini mas Ega, seperti biasa komplek kita mengadakan guyub rukun setiap dua bulan sekali. Kini giliran tempatnya ada di depan rumah kita besok malam minggu, dengan acara lomba-lomba untuk bapak-bapak, serta anak-anak agar memperlihatkan kerukunan saling bertetangga, setelah itu makan-makan. Kita dimintain iuran seiklasnya," ucap Bu Amin.
"Sayang, tolong ambilkan uang dua ratus ribu di dompet mas ya," teriak Ega dari teras.
Asha yang mendengar teriakkan suaminya segera memastikan ucapan suaminya.
"Uang! Berapa mas?" teriak Asha.
"Kalau ada tiga ratus kalau ngak ada dua ratus ya, dompetnya mas letakan di atas nangkas."
Asha segera membuka dompet suaminya untuk pertama kali, matanya menganga tak percaya melihat kartu card gold unlimited yang berjejer di dompet Ega.
"Kenapa mas Ega bisa punya kartu card itu? Ini kan hanya di miliki oleh pengusaha kaya raya, mas Ega hanya ob. Tak mungkin jika papa memberinya, punya keluarga Wijaya tak seperti ini," lirih Asha bertanya-tanya di dalam hatinya.
Sekilas Asha melihat foto yang sedikit buram, dua anak kecil yang sedang memegang bunga mawar. Asha segera meneliti dengan detail foto itu untuk memastikan dengan benar.
"Ini kan fotoku, bersama mas Ega dulu saat aku habis di culik, ternyata mas Ega masih menyimpan foto ini. Apa aku sungguh berarti baginya, hingga ia tak membuang foto kecil itu. Semoga kamu selalu jadi milikku mas," ucap Asha.
Asha yang masih penasaran dengan isi dompet Ega segera memeriksa di sekat-sekat kecil dompet suaminya itu melihat kartu-kartu yang berjajar rapi di dalamnya. Ia segera mengambil salah satunya, namun belum sampai ia mengambilnya ia sudah di kejutkan dengan suara Ega yang berada dibelakangnya.
"Sha, gimana ada ngak uangnya?" tanya Ega yang baru masuk.
Asha segera menoleh lalu menutup dengan asal dompet Ega sebelum ia ketahuan.
"Ini masih mau lihat mas," bohong Asha dengan sedikit gugup. "Ini mas ambil sendiri," kata Asha menyodorkan dompetnya.
"Maaf ya, menganggu belajar kamu. Sudah lanjut sana sayang," ucap Ega mencium kening Asha.
"Mas, aku boleh tanya sesuatu ngak?" ucap Asha ragu-ragu.
"Boleh, tapi entar dulu. Aku mau memberi uang ini pada bu Amin, tak enak jika ia menunggu lama," kata Ega seraya memasukkan dompetnya ke saku celananya.
Setelah kepergian Ega, Asha masih memikirkan siapa sebenarnya suaminya itu. Setelah melihat kartu card di dompet suaminya, serta ucapan umi Syarah ia semakin ingin tahu lebih dalam siapa sosok suami yang kini amat ia cintai.
Melihat Asha melamun, mengabaikan layar laptopnya menyala, Ega segera mencubit hidung Asha.
"Hayo lagi mikirin siapa?"
"Mas Ega, bu Amin sudah pulang ya." Asha segera duduk di samping Ega dengan memincingkan salah satu alisnya ke atas.
"Sudah, ada apa? Oya nanti malam mas izin keluar ya habis magrib mau mempersiapkan acara lomba besok. Mas sebenarnya malas keluar enaknya mau di rumah saja berduaan sama kamu tapi acaranya di depan rumah kita."
"Sebenarnya aku tak mengizinkan mas, nanti mas berduaan sama janda-janda kan sakit aku mas," cemberut Asha.
"Sayang kamu cemburu ya?!" tanya Ega penuh menyelidik. "Aku senang jika kamu cemburu, berarti kamu sudah mulai mencintaiku," ucap Ega kegirangan lalu memeluk Asha.
"Mas lepas! Aku ngak bisa nafas ini."
"I-iya sayang, maaf ya habis aku senang akhirnya kamu mau menerima aku dan mencintai aku apa adanya. I love you," bisik Ega.
"I love you, too," jawab Asha lembut.
"Nanti kamu ikut ya, biar semua orang tahu kalau kamu istriku," ajak Ega.
"Iya aku ikut kamu biar janda genit itu nggak goda kamu aja."
"Siapa yang kamu maksud janda genit?" tanya Ega yang benar-benar tak tahu.
"Alah jujur aja mas, mas Ega dulu dekatkan sama mamanya Sisil?" sinis Asha dengan melototkan matanya.