Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.
Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?
Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35: Tasty
Bangunan berbentuk persegi panjang dengan mempunyai 5 lantai, warna inti merah, memiliki balkon besar di setiap lantai dengan tirai putih yang menutupi masing-masing balkon, kecuali lantai 1 yang tak ada satupun meja, kursi untuk makan, melainkan tempat untuk masak, menerima pesanan, pelayan mengantar pelanggan, dan lain sebagainya.
Logo dengan gambar chef memegang spatula dengan tangan kanannya terlihat sangat bagus apalagi disertai dengan nama restoran ini yaitu: “Restaurant Wakana” itulah nama restoran ini.
Atap warna hitam membentuk seperti atap kuil, pintu masuk cokelat dengan bel di atas langsung dibuka oleh Morgan untuk dirinya masuk ke dalam bersama yang lainnya.
Saat masuk ke dalam, puluhan pelayan yang cantik dan tampan semuanya menyambut dengan pakaian pelayan hitam untuk baju dan celana serta putih untuk afron. “Selamat datang, Tuan dan Nyonya di restoran kami, restoran...” menarik napas dalam-dalam dan... “WAKANA!!!.” Mereka teriak secara bersamaan hanya untuk menyebut nama restoran.
Lorenzo dan Liliana kaget, heran, dan masih bingung, sedangkan Morgan, si putih, dan si hitam datar tanpa menunjukkan ekspresi lainnya. Tiba-tiba, seorang pria tua yang memakai pakaian yang sama hanya saja ia memakai aksesoris berupa satu kaca di mata kirinya.
“Tuan dan Nyonya, mari ikuti saya!” ajaknya dengan jalan duluan ke depan sana yang merupakan tangga untuk naik ke lantai yang lebih tinggi.
Begitu ia berjalan, para pelayan tadi menghilang begitu saja dan terdengar suara keras di dapur yang ada di sisi kiri dan kanan tempat ini. Suara-suara itu kemungkinan besar sedang memasak untuk para pelanggan yang menunggu di atas sana.
Sekeliling ruangan tak ada apapun, kecuali lantai karpet merah yang bawahnya lantai catur putih-hitam, atap putih dengan lampu gantung mewah tanpa aksesoris lainnya. Hanya segitu saja yang ada di tempat ini dan pria tua berjalan ke depan serta mereka semua mengikutinya.
Saat sampai di tempat tujuan atau lantai dua, mereka berdua kaget. Meja berjumlah 50 dengan masing-masing baris 10 meja serta terdapat 250 kursi di masing-masing meja yang berarti setiap meja terdiri dari lima kursi.
Lantai, lampu, atap, dan lampu yang sama, hanya saja bagian depan adalah tirai putih yang ditutup rapat padahal masih siang serta keluarnya lagi adalah balkon. Semua itu tak membuat mereka berdua kaget, tapi... tak ada siapapun kecuali mereka berlima dan pria tua yang ada di sini.
Lorenzo langsung bertanya kepada pria tua yang ada di depannya. “Kenapa tak ada siapapun selain kami di sini?”
Pria tua itu membalikkan badannya dan tersenyum lebar. “Karena...” mengembuskan napas dan... “Kalian adalah para pelanggan pertama kami, huhuhuhu.” Menangis saking terharunya.
Lorenzo dan Liliana memasang wajah bingung dan mereka bertiga memasang wajah datar karena sudah tahu yang akan terjadi. Tiba-tiba pria tua ada di depan Lorenzo dan langsung memegang erat kedua tangannya.
Kedua tangannya pun di gerakkan ke atas dan ke bawah dengan cepat sampai membuatnya pusing. “Terimakasih, terimakasih. Kami akan menyambut kalian semua dengan baik.”
Pria tua itu pergi dengan tangisan kencang dan Lorenzo tubuhnya memutih saking pusingnya. Liliana menariknya ke meja baris ke dua dan meja nomor 7. Mereka bertiga mengikuti mereka berdua dan setelah berada di depan kursi masing-masing dengan posisi Lorenzo dan Liliana membelakangi tirai, si putih dan si hitam membelakangi baris ke satu, dan Morgan membelakangi kursi nomor 6.
Saat duduk, mereka semua saling mengobrol satu sama lain dengan diawali terlebih dahulu oleh Morgan. “Namaku adalah Morgan Katanawa, umur 27 tahun.”
Lorenzo kembali seperti semula dan langsung memperkenalkan dirinya dengan meletakkan tangan kiri di dada serta sedikit membungkuk atau sama seperti Morgan memperkenalkan dirinya. “Namaku adalah Lorenzo Irsyadul atau mungkin... Widlie Martin. Umurku 25 tahun dan umurnya juga sama sepertiku.”
Liliana melanjutkan perkenalan diri dengan gaya yang sama seperti Lorenzo. “Namaku adalah Liliana Wezalsky, umur 25 tahun.”
Si putih melanjutkan dengan cara yang sama. “Sho Ryukobe, umur 26 tahun.” Dan diakhir si hitam dengan cara yang sama juga. “Sho Ryunobe, umur 27 tahun dan kakaknya.”
Ryukobe menatapnya dengan wajah kesal karena dianggap adik olehnya. “Siapa yang adikmu?” tanyanya dengan menempelkan wajahnya di pipi kanannya. Membalas dengan menempelkan wajahnya di pipi kirinya. “Umurku lebih tua darimu, Kobe-kun, gyahahaha.”
Mereka berdua langsung saling ribut satu sama lain dan Morgan membiarkan mereka berdua tanpa melakukan campur tangan. Liliana dan Lorenzo juga membiarkan mereka dengan Lorenzo hanya tersenyum kecil bingung dan Liliana datar selalu.
Morgan langsung bertanya kepada Lorenzo. “Jadi, apa maksudmu tentang Widlie Martin? Namamu adalah Lorenzo Irsyadul dan... Widlie Martin siapa? Nama samaranmu atau apa?”
Pertanyaan-pertanyaan yang keluar ditanyakan dengan kata-kata yang agak cepat sampai agak susah untuk mengikutinya, tapi untungnya, Lorenzo masih bisa mengikutinya. “Widlie Martin, bagaimana cara menjelaskannya ya?” pikirnya sambil menengadah ke atas.
Menengadah lurus ke arah wajahnya dan langsung bertanya kepadanya. “Morgan-san, apakah kau percaya reinkarnasi?”
Matanya menjadi agak besar serta kaget dan langsung berekspresi semula dengan meletakkan kedua tangannya di atas meja dengan saling menyentuh satu sama lain. “Hal yang tak wajar secara hukum alam, tentu saja aku tidak mempercayainya, tapi kalau secara hukum fiksi... aku mempercayainya dan dunia nyata... tidak mungkin, sampai aku bertemu denganmu. Berarti singkatnya jawabanku adalah... Ya.”
Lorenzo langsung tersenyum lebar. “Mau mendengar ceritaku!” tawarnya kepadanya.
“Boleh saja. Silakan.” Mempersilakannya dan Lorenzo menceritakan semua yang terjadi kepada dirinya di mulai malam itu dan berakhir sampai yang sekarang.
Morgan menjadi agak ketakutan karena tak percaya apa yang di dengar olehnya. “Mengerikan sekali. Aku tak terlalu mengerti hal seperti itu, namun ternyata ada ya di dunia ini.”
Mengangguk dan langsung lanjut berbicara. “Karena dari dulu aku sudah percaya hal-hal seperti ini, jadi... biasa saja menurutku, kalau bicara tentang reinkarnasi dan kalau bicara tentang kanibal... itulah yang mengerikannya.”
Morgan berpikir sebentar. “Kalau kanibal itu ada di salah satu antara kita berlima, apa yang akan kau lakukan, Lorenzo Irsyadul?” tanyanya setelah selesai berpikir.
Menundukkan kepalanya, mengangkat kepalanya, dan langsung menjawab pertanyaannya. “Entahlah. Aku percaya, tak ada seperti itu diantara kita berlima, jadi kalau misalnya ada... aku tak peduli apa yang akan terjadi kepada kanibal.”
Morgan menundukkan kepalanya berkali-kali. “Oke, aku mengerti. Lalu, pria tua itu sudah sampai.”
Semua orang melihat ke arah tangga naik. Pria tua itu benar-benar ada dan langsung berjalan ke arah mereka berlima sambil mengambil makanan random untuk dimakan. Lorenzo mengomentarinya. “Restoran ini terlalu berlebihan dan... haruskah kita membayarnya?”
Pertanyaannya terdengar oleh kedua telinganya dan dengan cepat langsung menyimpan satu piring putih yang ditutup berisi makanan-makanan lezat, walaupun tak sehat. “Namaku adalah Mr. Lekhorwan Hotyru Germany Introducion Okairo Banzai.”
Mereka semua langsung menatapnya bingung dan ia melanjutkan pembicaraannya. “Disingkat menjadi Mr dan...” membalikkan kepalanya ke belakang. “Bye, bye, dan taruh saja di situ serta itu semua gratis. Pulang kalau mau ya, dan...” menarik napas dalam-dalam sambil berjalan ke depan tangga.
Saat ada di depan tangga, air mata keluar dari kedua matanya dan langsung teriak kencang meninggalkan mereka semua. “AAAA... SENANG SEKALII!!!”
Menatapnya dengan bingung dan sebagai pencair suasana, Lorenzo langsung mengatakan sesuatu kepada semuanya. “Kalau begitu, ayo makan!” ajaknya kepadanya.
“Ayo,” jawab mereka singkat dan makan-makan pun dilakukan.
Selesai makan-makan, mereka berlima ada di luar restoran sekarang. Mereka bertiga ada di depan Lorenzo dan Liliana serta langsung berjalan ke arah kanan dengan posisi berbaris rapi memanjang.
“Sampai jumpa lagi dilain waktu, Lorenzo dan Liliana,” ucapnya sambil melambai-lambaikan tangan kanannya dan Ryukobe & Ryunobe juga ikut melambai-lambaikan tangan masing-masing.
“Sampai jumpa lagi juga, Ryukobe, Ryunobe, dan Morgan-san.” Melambai-lambaikan tangan kanannya juga. Liliana hanya diam tanpa ekspresi dan langsung membalikkan badannya ke belakang.
“Ayo kembali ke Love Hotel, Lorenzo!” ajaknya kepadanya.
Lorenzo tersenyum lebar. “Ya, ayo.”
Mereka berdua berjalan kembali menuju Love Hotel. Beralih dari situ, sekitar beberapa jam kemudian atau lebih tepatnya pada malam hari pukul 23.00, terlihat Morgan, Ryukobe, dan Ryunobe sedang ada di sebuah gang dalam kondisi... kepala mereka tiada serta mengeluarkan darah yang sangat banyak dari kepala ke tumpukan tong sampah.
Bersambung...
Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani