NovelToon NovelToon
ROMANCE BOY

ROMANCE BOY

Status: sedang berlangsung
Popularitas:314
Nilai: 5
Nama Author: tata

Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya. Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut. *** "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat. "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna. Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 33

"ACHA!" Sapa Aruna dengan riang menyambut pelukan gadis kecil yang beranjak remaja. Gadis kecil itu baru bangun dan mencuci muka dengan piyama tidurnya yang kusut. Memeluk calon kakak iparnya yang sudah wangi dan cantik. Arjuna menjemputnya pagi- pagi sekali, atas suruhan sang nyonya--- alias mamanya, Renata.

"Ih, kamu belum mandi kok peluk-peluk Mbak Aruna sih. Mandi dulu sana!" Perintah Renata memisahkan keduanya.

Arjuna menoleh dan mengangguk. "Sana mandi dulu!" Perintahnya pada adik bungsunya.

Acha menggeleng malas, ikut duduk di atas sofa memeluk bantal. "Malas Abang, lagian kan libur. Jalan-jalan yuk, Mbak? Kita main ke Timezone atau belanja deh, atau ke salon?"

"Boleh, nanti Abang antar."

"Ih, Acha kan nggak nanya mau ngajakin Abang atau enggak! Kenapa sih, ikut campur banget." Sahut Acha memasang wajah juteknya.

"Eh Acha, nggak boleh gitu sama Abang!" Renata menatapnya memperingati.

Acha manyun. "Soalnya Abang nggak asik, Mami. Kalau diajakin, nanti bilangnya nggak boleh. Acha kan males!" Sahutnya jengkel, mengingat Arjuna yang kerap menasehati dirinya.

Arjuna menatapnya datar. "Abang bolehin, kalau yang kamu mau itu baik."

"Tuh kan, Mami!" Merasa tidak mendapatkan pembelaan, Acha lantas memeluk lengan Aruna. "Mbak, jangan ajakin Abang ya? Nanti nggak asik, kita."

"Kalau nggak ajak Abang, yang mau bayarin jajan kamu yang banyak itu--- siapa Acha?" Renata menatapnya heran.

Acha menoleh pada Aruna. Tidak tahu saja gadis kecil itu, bahwa Aruna pun kerap dibayari oleh Arjuna. Melihat tatapan adiknya, Arjuna lantas beranjak duduk di antara keduanya---memisahkan.

"Jangan aneh-aneh kamu, Acha. Biar Abang antar kalau kamu mau pergi sama Mbak Runa, kalau nggak mau ya nggak usah ajak Mbak Runa."

"IH ABANG NGESELIN!"

"Adek kenapa sih, teriak-teriak kaya di hutan aja." Dewangga datang membawa kopi dan duduk di samping istrinya.

"Tuh, Abang ngeselin! Acha minta uang dong Pi, mau jalan-jalan berdua sama Mbak Runa!" Gadis itu mendekat dan menyodorkan tangannya. Dewangga meraih dompet di saku celana belakangnya, suara Arjuna menginterupsi.

"Papi jangan kasih Acha uang banyak- banyak, nanti buat aneh-aneh sama dia." Acha menoleh sinis.

Dewangga pun mengurungkan niatnya, ketika sang istri mengambil alih dompetnya dengan cepat.

"Minta Abang mu aja sana," Titahnya melirik pada si sulung.

"Hm, kenapa sih semua-semua harus nurut Abang!" Desahnya menghentakkan kaki kesal.

"Karena Abang tahu yang terbaik buat kamu," Sahut Dewangga santai, menyeruput kopinya.

Acha manyun kesal, meski begitu dirinya tidak bisa membantah. Dengan langkah beratnya, dia berjalan menuju kamarnya sendiri dengan pintu berwarna pink.

"Jadi, kalian sudah menentukan tanggal pernikahan?" Dewangga menatap keduanya penasaran.

"Kan belum lulus kuliah, om." Jawab Aruna.

"Sayang, kamu panggil aku mami. Masa panggil Papa Juna, om? Panggil aja, Papi ya? Biar sama kaya yang lainnya. Jangan sungkan apalagi takut, tapi suami Mami emang kadang serem." Dewangga menatap istrinya kesal.

"Iya, Mi." Sahutnya menurut.

Dewangga melirik Aruna. "Kalau lamar kamu, sama Mas Anggara ya?"

Aruna mengerjapkan matanya sejenak, kemudian mengangguk. Lamar? Yang benar saja. Jantungnya berdebar ditanya seperti itu oleh Dewangga. Arjuna mengusap lembut jemari Aruna. Wajahnya berubah serius, melirik seisi ruangan.

"Juna mau ambil S2 habis lulus, tapi disini. Nggak apa-apa kan?" Arjuna bertanya pelan.

"Ya apa-apa lah! Kamu katanya habis lulus mau nikah, jangan ambis-ambis kaya Papi kamu deh!"

"Loh, Mami tuh gimana? Ya Papi sih dukung, lagian bagus kok. Punya rencana jangka panjang, investasi di ilmu juga bagus loh." Puji Dewangga menatap bangga anaknya.

Aruna bingung ingin menanggapi apa, nanti jika menolak---dirinya dikira kebelet menikah lagi.

"Aku dukung aja,"

"Aruna mau sekalian? Nanti Papi yang biayain ya?" Tawarnya dengan semangat.

Renata menatap tak setuju.

"Nggak usah Pi, Aruna mau kembangin usaha kue aja."

Dewangga mengangguk singkat, tidak memaksa. "Papa kamu gimana kabarnya? Papi udah lama nggak lihat dia,"

"Papi jangan tanya hal itu," Arjuna menyorot mata Dewangga dengan serius.

Aruna menggeleng santai, meski di sudut hatinya memang mempertanyakan kabar Papanya. Terakhir mendengar, dari Karin yang mengatakan bahwa usaha Papanya sudah gulung tikar.

"Aruna nggak tahu Pi,"

Renata menyenggol lengan suaminya dan melirik tajam. Wanita itu seolah tahu, bahwa pertanyaan suaminya akan membuat suasana canggung. Renata mengalihkan pembicaraan dengan bertanya kegiatan kuliah Aruna selama disana. Hingga Acha datang dengan rapi dan mengajak keduanya untuk pamit pergi.

Acha duduk di belakang, sementara Aruna di depan bersama Arjuna yang mengemudikan mobil. Sepanjang jalan di isi lantunan lagu remaja yang Acha dan Aruna suka.

Mereka sampai di tempat yang dituju. Aruna bergandengan tangan dengan Acha sepanjang jalan. Arjuna berjalan di belakang keduanya dengan santai.

"Sini, pinjam ponsel kamu." Arjuna menyodorkan tangannya, meski bingung- --Aruna tetap memberikan tas selempangnya, yang berisi ponsel dan lain-lain.

"Nitip sekalian ya, aku mau nemenin Acha main."

Setelah Arjuna mengangguk, Aruna lantas pergi bersama Acha. Lelaki itu menunggu dan duduk tenang menatap keduanya. Jemarinya bergerak membuka layar kunci ponsel Aruna, yang sudah dirinya hafal di luar kepala. Tidak pernah berubah sama sekali. Wallpaper ponselnya pun, berisi foto keduanya.

Arjuna sebenarnya bukan type lelaki posesif. Tapi, entah mengapa dirinya masih kesal mengingat Raka yang sempat mengirimkan pesan dan mengajak Aruna pergi. Tentu, Arjuna tidak akan tinggal diam. Lelaki itu sudah memberikan peringatan, tanpa Aruna perlu ketahui.

Matanya menatap kesal, deretan pesan dari Raka yang sok akrab. Jemarinya bergerak menghapus semua pesan dan memblokirnya. Tidak hanya Raka, ternyata banyak sekali lelaki yang mengirimkan pesan tanpa Aruna balas. Moodnya mendadak buruk, setelah melihat tersebut. Padahal, Aruna tidak membalas sama sekali.

Aruna mendekat, ketika melirik Arjuna yang raut wajahnya datar dan kesal. Aruna kelelahan dan memeluk lengan Arjuna yang diam saja setelah melihat ponselnya.

"Sayang, kamu kenapa?" Aruna mendongak, menatap wajah kekasihnya.

Meski kesal, lelaki itu tetap tak bisa berhenti peduli. Keringat yang meluncur di pelipis Aruna, dia seka dan bersihkan. Dia tiup-tiup dengan pelan, wajah Aruna yang berkeringat agar dingin.

"Capek huh!" Rengeknya, bersandar di lengan Arjuna. Gadis itu menggoyangkan lengan Arjuna lembut. "Kamu kenapa?"

"Jealous." Bisiknya lirih.

Aruna langsung menegakkan tubuhnya, melirik sang tunangan dengan penasaran. Memangnya cemburu kenapa? Dengan siapa? kan, Aruna sama bermain bersama Acha.

"Sama Acha?"

"Bukan sayang, udah nggak perlu dibahas." Pintanya pelan.

"Beli minum yuk, mau es---"

"Matcha kan?" Mata Aruna berbinar cerah mendengar ucapan Arjuna. Lelaki itu masih ingat saja, kesukaan Aruna. Kemudahan raut wajah itu berubah cemberut ketika mengingat sesuatu.

"Kenapa? Kok cemberut?"

Aruna mencubit lengan kekar Arjuna dengan kesal. "Aku mau sebel sama kamu, mumpung Acha nggak lihat! Kenapa sih, kamu tiba-tiba bilang mau lanjut kuliah lagi? Nggak bilang aku dulu!"

"Loh, tadi katanya dukung hm?"

"Kan ada Mami sama Papi kamu, masa aku bilang nggak setuju ya nggak enak lah!" Sahutnya dengan jujur.

Arjuna tersenyum geli. "Terus enaknya ngapain? Nikah dulu sama bikin baby?" Ledeknya mencubit gemas pipi Aruna.

"Ih, nggak ya! Siapa yang mau nikah cepat, nggak kok! Mau kamu lanjut kuliah sampai S3 pun nggak masalah," Lelaki itu mengerutkan keningnya tidak yakin.

"Boleh?"

Aruna mengangguk pasti. "Boleh banget, tapi aku tinggal nikah duluan!" Ledeknya bercanda, namun Arjuna tampaknya tidak suka mendengar hal tersebut.

Wajahnya langsung datar dan kesal. Pikiran lelaki itu berkelana memikirkan yang tidak-tidak. "Oh, nikah sama Raka ya? Kenapa, kamu suka sama dia?!" Nada suaranya berubah ketus dan sinis, membuat Aruna kaget---karena dirinya hanya bercanda.

"Astaga sayangku, cintaku! Kalau kita nggak di tempat ramai, udah aku cium bibir kamu!"

Aruna tertawa dan menempelkan kedua jarinya di bibir Arjuna. Kemudian menatap sekitar yang ramai. Dirinya bergerak bangkit berdiri.

"Beli minum yuk, biar pikiran kamu segar dan nggak aneh-aneh ya?" Bujuknya lembut, menarik lengan Arjuna.

Lelaki itu diam menurut, mendekat pada Acha sebelum pergi untuk pamit. Keduanya berjalan untuk membeli minuman. Arjuna menyuruh Aruna menunggu, biar dirinya saja yang mengantre.

"Kenapa sih sayang, kamu dari tadi wajahnya kaya sebel?"

Aruna mengusap-usap lengan Arjuna yang kini duduk di bangku penjual minuman. Lelaki itu menghela nafas dan menyandarkan punggungnya. Sepertinya, rencana menikahi Aruna memang harus di percepat---sebelum dirinya kalah cepat. Arjuna tidak menjawab sama sekali pertanyaan dari Aruna.

"Ayo!" Ajak Arjuna berdiri, setelah menghabiskan minuman.

"Kemana? Balik ke Acha?" Tanya Aruna pelan.

Arjuna menggeleng, kemudian menunjuk toko baju di depannya. Aruna mengikuti arah tunjuk sang tunangan, kemudian menoleh lagi padanya.

"Tolong, bantu pilihin baju buat aku. Buat kamu sekalian,"

Aruna mengangguk semangat, menggandeng lengan sang tunangan dengan erat. Arjuna tersenyum kecil, sejenak melupakan pikiran tentang yang tidak-tidak. Aruna mengambil keranjang dan memilah baju untuk laki-laki.

"Kamu jarang pakai celana pendek, mau beli ini nggak? Bagus deh kalau kamu pakai,"

Arjuna mengangguk, memasukan ke dalam keranjang belanja yang kini dirinya pegang. Tidak membiarkan Aruna membawanya, gadis itu hanya perlu memilih. Arjuna menggelengkan kepalanya, ketika Aruna hendak memilihkan kembali kemeja untuknya. Lelaki itu meraih lengan Aruna dan menunjuk baju untuk perempuan.

"Ih ini roknya cantik banget, boleh kan?"

"Boleh, kalau kamu pakai depan aku doang." Jawabnya dengan lirih.

Aruna tersenyum gemas. "Ya ampun posesif banget pacarku! Jadi pengen cium,"

"Nanti, aku tagih janji kamu!"

"Janji apa?"

"Cium, daritadi kamu bilang mau cium terus Aruna." Aruna mengerutkan keningnya kemudian menghitung dengan jemari lentiknya, sudah berapa kali dirinya berkata ingin mencium.

"Cuma sekali kok,"

Arjuna sontak menggeleng. "Udah lebih dari lima kali, kamu bilang cium-cium- cium-----" Aruna lantas menutup mulut Arjuna dan menatap sekitar.

"Aku bilang cium lima kali? Perasaan baru sekali, bilang mau cium kamu." Jawabnya mencoba mengingat-ingat.

"Barusan dua kali kamu bilang cium, tambah. Udah ayo, kalau mau cari lagi!"

Aruna mengangguk berjalan kembali menuju satu set dalaman dan lingerai. Arjuna meneguk ludahnya susah payah, ketika Aruna mengambil satu baju tidur jaring-jaring seksi dan menaruhnya di keranjang. Matanya melirik Arjuna yang terdiam dengan wajah memerah.

"Pilihin dong sayang, kan tadi aku udah pilihin baju buat kamu."

Aruna mengedipkan sebelah matanya. Arjuna menatap sekitar, untung saja sepi. Dirinya mencubit gemas pipi Aruna.

"Aku bisa dibilang cowok mesum, kalau ada yang lihat." Bisiknya meremas lengan Aruna.

"Simulasi pengantin baru, nanti malam kalau mau minta cium sekalian aku cobain? Gimana? Mau nggak?" Godanya mencolek jakun Arjuna, lelaki itu menggelengkan kepalanya dan tersenyum geli.

Cup

Di kecupnya kepala Aruna dengan lembut. "Nanti malam, Mami suruh kamu nginep dan tidur sama Acha." Perlahan senyuman Aruna memudar.

"Ya udah deh, tidur sama Acha juga nggak masalah. Besok-besok lagi aja, kalau kamu mau. Habis ini aku mau ketemu Karin sama Misel ya? Kamu pulang duluan aja sama Acha."

Arjuna menatap penasaran. "Mau kemana? Emang nggak capek?"

"Enggak, mau ketemu di cafe sepupu Karin. Katanya ada sesuatu yang mau Karin bilang."

Tubuh Arjuna menegang sejenak. Lelaki itu tampak kaget kemudian menatapnya ragu.

"Nggak di sini aja? Yang dekat-dekat?"

Aruna menggeleng. "Sengaja, mau lihat tuan putri kerja."

"Aku antar kamu, jadi nanti malam kita ke rumah bareng-bareng."

Aruna mengangguk santai, kemudian menyudahi aksi belanjanya. Ponsel Arjuna terus bergetar, Acha yang rewel karena ditinggalkan. Anak itu cemberut dan mengatakan menunggu di kedai es krim.

"Lama!" Desahnya kesal.

Aruna tersenyum dan menaruh belanjaan. Jemarinya membuka tisu dari dalam tas dan menyeka keringat di pelipis Acha.

"Beli baju dulu tadi, Acha lama nunggu?" +

Acha mengangguk dan melihat paperbag cantik, matanya mengintip-intip baju yang dibeli Aruna. Matanya menatap aneh, baju yang Aruna beli.

"Baju apa Mbak, kok jaring-jaring gitu sih? Tapi ada yang bahannya apa Mbak? Kayak berkilau."

Arjuna yang mendengarnya, lantas menarik paperbag tersebut dan menatap Aruna yang tertawa.

"Nggak sopan, Acha!" Peringat Arjuna membuat Acha mendengus kesal.

"Ih, biasanya juga Mbak Runa kasih lihat baju yang di beli sama Acha. Tuh, kan Abang suka marah-marah sama nasehatin terus. Acha males besok-besok lagi, pergi sama Abang!"

Aruna menggeleng dan tertawa ringan. Awal-awal dekat, Aruna pun malas selalu di nasehati oleh Arjuna. Seolah lelaki itu begitu dewasa dan umurnya jauh.

"Acha mau beli baiu nggak?" Ajak Aruna semangat.

Acha menggeleng tidak minat. "Baju Acha udah banyak, Mbak. Tapi, baju kayak Mbak Runa belum pernah Acha beli. Itu baju buat outer ya?"

Aruna menggaruk pipinya bingung. Matanya melirik Arjuna meminta bantuan, namun lelaki itu enggan membantu. Arjuna justru tersenyum, menunggunya menjawab pertanyaan Acha.

"Aduh, aku haus banget mau beli es krim juga. Bentar ya, Ca? Kamu tanya sama Abang aja."

Acha menoleh pada Arjuna yang sok sibuk memainkan ponselnya. Namun, Acha tetap menggoyangkan lengan Arjuna, memaksanya menjawab.

"Besok kalau besar, Acha mau beli baju- baju kaya Mbak Runa ya? Baju Mbak Runa bagus-bagus loh, Abang." Acha mengintip wajah Arjuna sebelum melanjutkan. "Tadi, namanya baju apa Abang?"

Aruna berjalan cepat untuk memesan es krim. Sayup-sayup dirinya mendengar suara Acha yang begitu penasaran pada Arjuna. Biarin saja, kan nanti juga lelaki itu yang menikmati. Maksudnya melihat, Aruna memakai baju tersebut.

1
SGhostter
Gak bosen
·Laius Wytte🔮·
🤩Kisah cinta dalam cerita ini sangat menakjubkan, membuatku jatuh cinta dengan karakter utama.
Zhunia Angel
Karakter-karakternya sangat hidup, aku merasa seperti melihat mereka secara langsung.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!