NovelToon NovelToon
Pewaris Sistem Kuno

Pewaris Sistem Kuno

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / Sistem / Kultivasi Modern / Fantasi
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ali Jok

Jaka, pemuda desa yang tak tahu asal-usulnya, menemukan cincin kuno di Sungai Brantas yang mengaktifkan "Sistem Kuno" dalam dirinya.

Dibimbing oleh suara misterius Mar dan ahli spiritual Mbah Ledhek, ia harus menjalani tirakat untuk menguasai kekuatannya sambil menghadapi Bayangan Berjubah Hitam yang ingin merebut Sistemnya.

Dengan bantuan Sekar, keturunan penjaga keramat, Jaka menjelajahi dunia gaib Jawa, mengungkap rahasia kelahirannya, dan belajar bahwa menjadi pewaris sejati bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kebijaksanaan dan menjaga keseimbangan dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ali Jok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DIMENSI ANTARA

Pernahkah kalian berdiri di depan pintu yang bisa membawa kalian ke mana saja di alam semesta, tapi kalian tidak yakin apakah kalian mau membukanya? Itulah perasaanku sekarang. Kapal yang diberikan Simfoni Galaksi pada kami terlihat seperti perpaduan antara Candi Prambanan dan pesawat Star Wars, ukiran tradisional Jawa dihiasi dengan teknologi cahaya yang berdenyup-denyup.

"Aku masih nggak percaya kita akan melakukan ini," gumamku, menatap pintu dimensional rift yang berputar seperti vortex raksasa di depan kapal.

Sekar memegang tanganku. "Kita sudah memutuskan, Jak. Dan kita bersama dalam ini."

Formasi kami sudah ditentukan: aku, Sekar, dan Banaspati yang pergi. Mbah Ledhek dan Mar tinggal untuk menjaga Bumi. Aeliana dan dua delegasi lainnya akan menemani kami sebagai pengawal dari Simfoni Galaksi.

"Jaga Bumi baik-baik, Mbah," kataku pada Mbah Ledhek yang berdiri di pelabuhan luar angkasa mini yang mereka bangun di atas Gunung Lawu.

Mbah Ledhek tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca. "Wis, Le. Kowe sing ati-ati. Dimensi antar iku dudu papan dolanan."

Mar seakan terisak, perasaannya berkedip-kedip khawatir. "Analisis saya menunjukkan kemungkinan keberhasilan 64.7%. Tolong jangan melakukan hal-hal yang... tidak logis."

"Seperti biasa dong, Mar," balasku sambil tersenyum.

Banaspati yang sudah berada dalam bentuk energi murni melayang ke dalam kapal. "Waktunya terbatas. Dimensional rift ini tidak akan stabil selamanya."

Begitu kapal memasuki dimensional rift, segalanya menjadi... aneh. Sangat aneh. Di luar jendela, kami tidak melihat bintang-bintang atau kegelapan luar angkasa, tapi seperti melayang di dalam lukisan abstrak raksasa. Warna-warna yang tidak ada namanya berputar-putar, bentuk-bentuk geometris yang mustahil terbentuk dan menghilang, dan suara, oh Tuhan, suaranya seperti mendengar seluruh radio di Bumi disiarkan sekaligus.

"Jaka, tahan napas!" seru Sekar tiba-tiba. "Jangan dengarkan suaranya!"

Tapi sudah terlambat. Suara-suara itu mulai berbicara padaku dalam bahasa yang kupahami.

"Nak... kami menunggumu..."

Itu suara ibuku. Tapi lebih muda dari yang kuingat.

"Jaka, anakku... akhirnya kau datang..."

Ayah.

Aku menggigit bibir sampai berdarah. "Itu bukan mereka. Itu cuma... umpan."

Aeliana yang sedang mengemudikan kapal mengangguk. "Dimensional rift sering memantulkan harapan dan ketakutan terbesar kita. Itu adalah mekanisme pertahanan alami."

Tapi semakin dalam kami masuk, semakin nyata suara-suara itu. Bahkan Sekar mulai mendengar suara Eyang Retno, dan Banaspati mendengar panggilan dari Ras Pertama.

"Kita harus keluar dari sini!" teriak Sekar, tangannya menutup telinga. "Aku tidak tahan!"

Banaspati tiba-tiba bersinar terang, mengisi kabin dengan cahaya hangat. "Fokus pada suaraku! Aku adalah penjaga sejati, bukan bayangan!"

Cahayanya seperti selimut yang menghalangi suara-suara itu. Kami semua menarik napas lega.

"Terima kasih, Banaspati," kataku, masih gemetar.

"Itu adalah tugasku, Jaka. Seperti selalu."

Setelanya, mungkin hanya beberapa menit, waktu di dimensional rift tidak berarti apa-apa, kami tiba di... sebuah tempat.

Bukan planet. Bukan pesawat. Tapi seperti perpustakaan raksasa yang mengambang di kekosongan. Rak-rak buku setinggi gedung pencakar langit membentang sejauh mata memandang, tapi bukunya bukan dari kertas, tapi dari cahaya.

"Perpustakaan Akashic," bisik Aeliana dengan kagum. "Kami pikir ini hanya mitos."

"Tempat catatan semua pengetahuan di alam semesta," tambah Banaspati. "Di sinilah Ras Pertama menyimpan rahasia mereka."

Dan di tengah perpustakaan itu, duduk di meja baca yang sederhana, ada dua sosok yang langsung kukenal.

Ibu dan ayah.

Mereka terlihat persis seperti dalam foto-foto lama—l, ibu dengan rambut panjangnya yang selalu dia ikat rapi, ayah dengan kacamata yang sedikit miring. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Mata mereka... lebih tua dari yang seharusnya.

"Jaka," ibuku berbisik, dan kali ini suaranya nyata. "Kau sudah besar."

Aku tidak bisa bergerak. Bertahun-tahun berharap, bermimpi, marah, dan akhirnya... di sini.

"Kenapa?" itu satu-satunya kata yang bisa keluar dari mulutku. "Kenapa kalian meninggalkanku?"

Ayahku berdiri, wajahnya penuh rasa sakit yang dalam. "Kami tidak meninggalkanmu, Nak. Kami... mengorbankan diri untuk melindungimu."

Kami duduk di sekitar meja, dan mereka bercerita. Cerita yang membuatku merasa seperti hidup di dalam novel fiksi ilmiah.

"Kami adalah penjaga terakhir Ras Pertama di Bumi," mulai ibuku. "Tugas kami adalah memastikan Genesis Device tidak diaktifkan sebelum waktunya."

"Tapi ketika Harvesters datang," lanjut ayah, "kami tahu mereka akan menggunakan Device untuk menghancurkan Bumi. Jadi kami... menariknya ke dimensional rift ini, menjebak diri kami sendiri bersamanya."

Sekar memegang tanganku erat. "Jadi kalian sengaja terjebak di sini?"

Ibu mengangguk. "Dengan Device berada di sini, Harvesters tidak bisa menggunakannya. Tapi kami tahu suatu hari Device harus diaktifkan, oleh orang yang tepat, pada waktu yang tepat."

"Dan itu adalah kamu, Nak," kata ayah, matanya berbinar bangga. "Kami selalu tahu itu akan jadi kamu."

Tapi sesuatu tidak beres. Aku bisa merasakannya. Seperti ada bagian dari cerita yang missing.

"Tunggu," batinku. "Jika kalian terjebak di sini, bagaimana kalian bisa meninggalkan petunjuk di laboratorium? Bagaimana kalian tahu aku akan menemukan Sistem Kuno?"

Ibu dan ayah saling memandang. Ada ketegangan di antara mereka.

"Itu... bagian dari rencana," jawab ibu akhirnya. "Kami meninggalkan... warisan."

Aeliana tiba-tiba berseru, "Kami harus pergi! Dimensional rift tidak stabil!"

Memang, seluruh perpustakaan mulai bergetar. Buku-buku cahaya mulai berkedip-kedip dan menghilang.

"Kalian harus ikut!" desakku pada orang tuaku. "Kami menemukan kalian! Kalian bisa pulang!"

Tapi mereka menggeleng serempak.

"Tidak bisa, Nak," kata ayah dengan lembut. "Jika kami pergi, Device akan bebas. Harvesters akan langsung menyerang."

"Tapi Bumi sudah berubah!" protes Sekar. "Kami sudah mengaktifkan Genesis Device! Bumi sudah bangun!"

Wajah orang tuaku berubah. Mereka terkejut.

"Apa?" ibuku berbisik. "Itu... tidak mungkin. Device masih di sini. Kami menjaganya."

Banaspati tiba-tiba bersinar terang. "Device yang asli! Itu bukan Device yang kita aktifkan!"

Semuanya menjadi jelas. Genesis Device yang kami aktifkan di inti Bumi adalah... replika. Atau lebih tepatnya, generator yang lebih kecil. Device yang asli, yang punya kekuatan untuk menghancurkan galaksi, ada di sini. Dan orang tuaku telah menjaganya selama bertahun-tahun.

"Jadi... pengorbanan Banaspati..." gumamku.

"Adalah untuk mengaktifkan generator kecil," ayah menyelesaikan kalimatku. "Cukup untuk membangunkan Bumi, tapi tidak cukup untuk menarik perhatian Harvesters sepenuhnya."

Tapi sekarang, dengan kami di sini, segalanya berubah. Aeliana tiba-tiba menarik senjata, bukan mengarah pada kami, tapi pada orang tuaku.

"Maaf," katanya, dan untuk pertama kalinya, suaranya dingin. "Tapi Simfoni Galaksi tidak bisa mengambil risiko Device yang asli jatuh ke tangan siapa pun. Termasuk kalian."

Kapal mulai berguncang lebih keras. Salah satu delegasi Aeliana berteriak, "Harvesters! Mereka menemukan kita!"

Di luar jendela, bentuk-bentuk hitam mulai muncul, seperti bayangan yang merayap di antara rak-rak buku.

"Kamu harus pergi, Jaka," desak ibuku. "Ambil ini." Dia memberikanku sebuah kristal kecil. "Kode untuk mengunci Device selamanya. Tapi hanya bisa digunakan dari luar."

"Kami akan tinggal," kata ayah, memegang tangan ibu. "Kami akan mengunci Device dari dalam, menjebak Harvesters yang datang bersama kami."

"TIDAK!" teriakku. "Aku baru menemukan kalian! Kalian tidak bisa—"

"Jaka," ibu memotong, suaranya lembut tapi tegas. "Kadang menjadi orang tua berarti memastikan anakmu punya masa depan, bahkan jika itu berarti kita tidak ada di dalamnya."

Mereka tersenyum, senyum yang penuh cinta dan kebanggaan yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.

"Kami selalu mengawasimu, Nak," bisik ayah. "Dan kami sangat bangga."

Banaspati menarikku. "Kita harus pergi, Jaka. Sekarang!"

Sekar sudah menangis, tapi dia menarik tanganku dengan kuat. "Jak, kita harus... kita harus pergi."

Aeliana sudah membuka portal kembali. Di belakang kami, orang tuaku berdiri berpegangan tangan, dikelilingi cahaya yang semakin terang.

"JAGA BUMI!" teriak ibu, sebelum cahaya menyelimuti mereka sepenuhnya.

Perjalanan kembali terasa hampa. Sunyi. Aku hanya duduk, memandangi kristal di tanganku, merasakan kehampaan yang dalam.

Ketika kami keluar dari dimensional rift dan kembali ke Bumi, Mar langsung menyambut kami.

"Misi berhasil? Analisis menunjukkan—"

Dia berhenti ketika melihat memeriksa wajah aku dan yang lain.

Aeliana turun dari kapal dengan wajah tanpa ekspresi. "Device yang asli aman. Harvesters yang mengejar kami terperangkap. Misi... sukses."

Tapi di mataku, ini adalah kegagalan terbesar.

Sekar memelukku erat. "Mereka pahlawan, Jak. Mereka selalu menjadi pahlawan."

Malam itu, aku duduk sendirian di pendopo, memandangi kristal yang diberikan ibuku. Kristal itu berisi semua pengetahuan mereka, semua cinta mereka, semua pengorbanan mereka.

Banaspati muncul di sampingku. "Mereka memilih jalannya, Jaka. Seperti aku dulu."

"Aku tahu," jawabku akhirnya. "Tapi tetap sakit."

Dari kristal itu, tiba-tiba muncul hologram kecil, ibu dan ayah, tersenyum padaku.

"Jika kau melihat ini, berarti kami sudah berhasil," kata ayah dalam rekaman itu. "Dan berarti kau menjadi orang yang kami tahu akan kau jadi."

"Kami mencintaimu, Jaka," tambah ibu. "Selalu. Sekarang... jadilah penerus yang lebih baik dari kami."

Hologram itu menghilang, meninggalkanku dengan air mata dan... kedamaian.

Mereka tidak pernah meninggalkanku. Mereka mengorbankan diri untukku. Dan sekarang, aku memahami warisan sebenarnya yang mereka tinggalkan.

Bukan teknologi, bukan pengetahuan galaksi.

Tapi pengorbanan. Cinta. Dan keyakinan bahwa aku bisa menjadi lebih baik dari mereka.

Dan aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan mengecewakan mereka.

1
ShrakhDenim Cylbow
Ok, nice!
Walaupun latar belakangnya di Indonesia, tapi author keren gak menyangkut-pautkan genre sistem dengan agama🤭
ShrakhDenim Cylbow: Bagoos💪
total 2 replies
Marchel
Cerita yang bagus lanjutkan kak..
Ali Asyhar: iyaa kak terimakasih dukungannya
total 1 replies
Ali Asyhar
semoga cerita ini membuat pembaca sadar bahwa mereka penting untuk dirinya
T A K H O E L
, , bagus bro gua suka ceritanya
bantu akun gua bro
Ali Asyhar: oke bro
total 5 replies
Ali Asyhar
otw bro
Vytas
semangat up nya bro
Vytas
mampir juga bro,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!