NovelToon NovelToon
Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hazelnutz

Sejak bayi, Eleanor Cromwel diculik dan akhirnya diasuh oleh salah satu keluarga ternama di Kota Olympus. Hidupnya tampak sempurna dengan dua kakak tiri kembar yang selalu menjaganya… sampai tragedi datang.

Ayah tirinya meninggal karena serangan jantung, dan sejak itu, Eleanor tak lagi merasakan kasih sayang dari ibu tiri yang kejam. Namun, di balik dinginnya rumah itu, dua kakak tirinya justru menaruh perhatian yang berbeda.

Perhatian yang bukan sekadar kakak pada adik.
Perasaan yang seharusnya tak pernah tumbuh.

Di antara kasih, luka, dan rahasia, Eleanor harus memilih…
Apakah dia akan tetap menjadi “adik kesayangan” atau menerima cinta terlarang yang ditawarkan oleh salah satu si kembar?

silahkan membaca, dan jangan lupa untuk Like, serta komen pendapat kalian, dan vote kalau kalian suka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Mobil hitam itu melaju cepat, meninggalkan deru ban yang samar-samar masih terdengar di telinga Bella. Ia berdiri di tengah jalan, tangannya terulur sia-sia, sementara air matanya mengalir tanpa henti. Tubuhnya gemetar, lalu akhirnya ia jatuh berlutut di aspal dingin, menangis sejadi-jadinya.

Dominic berdiri beberapa meter di belakangnya. Nafasnya memburu, dada naik turun, wajahnya babak belur dengan darah tipis di sudut bibir. Tinju tangannya masih terkatup, penuh amarah, tapi matanya kosong, tatapan seorang pria yang baru saja kehilangan sesuatu yang selama ini ia anggap sudah pergi selamanya.

Dan dari arah trotoar, Rio akhirnya bergerak. Ia keluar dari tempatnya bersembunyi dengan wajah polos, tangannya masih memegang kunci motor yang diputar-putar seperti tidak ada beban.

Dengan langkah ragu-ragu, ia menghampiri bosnya yang tampak berantakan. Ternyata Rio sudah ada di sana sejak beberapa menit lalu, berdiri tak jauh dari Dominic dan Bella. Wajahnya jelas kebingungan, bahkan beberapa kali menggaruk kepala tanpa alasan. Dia sebenarnya ingin menolong, ingin memberi solusi, tapi otaknya tidak jalan. Yang dia bisa lakukan hanyalah mondar-mandir, melirik sana-sini, kebiasaan jeleknya yang sama sekali tidak membantu.

“Gue harus gimana sekarang, Bos?” tanya Rio akhirnya, dengan wajah konyol yang jelas-jelas tidak cocok dengan situasi genting itu. “Lo mau gue tabrak tuh mobil tadi? Atau gue kejar pake kaki? Tapi percuma juga sih, gue ngos-ngosan cepet...”

Dominic mendengus keras, emosinya hampir meledak. “Anjing, Rio! Lo pikir ini main-main?!” bentaknya, membuat Bella yang duduk di trotoar menatap mereka berdua dengan mata merah sembab.

Rio mendadak terdiam, mengangkat kedua tangannya seperti menyerah. “Ya gue juga bingung, Bos… Gue cuma bisa ngawasin. Tapi jujur, otak gue kosong.”

Dominic mengepalkan tinjunya, tapi Bella menahan lengannya. “Dom… cukup. Kita butuh orang lain. Kita nggak bisa jalan sendiri.”

Hening sejenak. Lalu tanpa banyak bicara, Dominic mengeluarkan ponselnya. Namun justru Rio yang refleks nyeletuk, “Telpon Daniel aja, Bos. Dia kan yang paling bisa mikir jernih.”

Bella langsung mengangguk cepat. “Bener. Daniel. Cuma dia yang bisa ngatur ini semua.”

Dominic diam sejenak, lalu menekan nomor Daniel. Sambungan tersambung.

Di sisi lain, Daniel sedang duduk di ruang rapat sebuah gedung tinggi. Tangannya menggenggam pulpen, matanya fokus pada presentasi di layar. Namun ketika mendengar suara Dominic di telepon—panas, bergetar, penuh emosi—dia langsung berubah.

“Apa?” Daniel bersuara pelan, hampir tak percaya. Lalu ia berdiri, menghentikan rapat itu dengan dingin. “Rapat selesai. Sekarang.”

Tanpa penjelasan apapun pada rekan kerjanya, Daniel keluar ruang rapat, berjalan cepat menuju lift, lalu ke parkiran. Ponselnya masih menempel di telinga. “Tunggu di bengkel lo, Dom. Gue bakal nyusul.”

Dominic menutup telepon, napasnya masih berat. Bella menatapnya penuh harap, sementara Rio hanya mengangguk-angguk, berusaha terlihat serius padahal tangannya masih sibuk memainkan kunci motor.

Akhirnya mereka bertiga sepakat: malam itu juga mereka akan berkumpul di bengkel Dominic. Di sana, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, mereka akan membicarakan satu nama yang sama: Elanor.

 

Di sisi lain kota, suasana berbeda jauh.

Kimberley masuk ke kamar hotel dengan langkah gontai. Sejak keluar dari café tadi, ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Begitu pintu kamar menutup rapat, tubuhnya langsung melemas. Ia jatuh terduduk di lantai, memeluk kedua lututnya, dan untuk pertama kalinya sejak kembali ke Olympus, ia menangis tersedu-sedu tanpa bisa dihentikan.

Nicholas berdiri terpaku, wajahnya masih menyisakan memar bekas perkelahian dengan Dominic. Ia tak terbiasa menghadapi emosi sebesar itu. Namun melihat Kimberley menangis hancur di depannya, ada sesuatu yang bergerak dalam dirinya.

“Kimberley…” suara Nicholas pelan.

Kimberley menoleh, matanya sedikit berair. “You shouldn’t have fought him, Nico. You made everything worse.”

Nicholas mengerutkan kening. “I was just protecting you. He was too close.”

Kimberley mendengus, suaranya bergetar. “That man… he was my brother, Nico. My brother.”

Nicholas terdiam, terkejut. Ini pertama kalinya Kimberley mengakui sesuatu tentang masa lalunya dengan begitu jelas.

Kimberley menggigit bibirnya, lalu bersandar ke kaca jendela. “Do you have any idea how hard it was for me? To stand there, seeing Bella… hearing her call me ‘Lala’ again. And my brother… oh God…” Suaranya pecah. “I wanted to run to them, Nico. I wanted to scream that I’m still alive. But I… I just couldn’t.”

Ia mendekat, lalu berjongkok di sampingnya. “Kimberley… hey…” suaranya pelan, ragu, tapi hangat. Ia menyentuh bahu Kimberley, lalu dengan hati-hati mengusap punggungnya.

Air mata Kimberley jatuh deras, suaranya pecah. “I can’t take it anymore, Nico… Seeing Bella, seeing him… my brother… It hurts so much. I tried to hold it in but… I just can’t.”

Kimberley menutup wajahnya dengan kedua tangan. “I’m so tired of running, Nico… but I’m also terrified of going back.”

Nicholas kini duduk di sampingnya, dan dengan suara rendah ia berkata, “Then stop running. Face it. Whatever you decide, I’ll be right here.”

Kimberley menoleh, matanya yang basah menatap wajah Nicholas yang begitu dekat. Dan di balik semua luka, dia melihat sesuatu yang lain: sebuah senyum kecil, samar, yang jarang sekali keluar dari pria itu.

Kimberley tercekat, jantungnya berdetak kencang. Tanpa sadar, ia terkekeh di sela tangisnya. “Well… I guess even ice can melt, huh?”

Nicholas tertegun, senyum itu hilang seketika. Ia berdiri sigap, wajahnya kembali serius. “Don’t say unnecessary things,” ujarnya cepat, mencoba menutupi.

Kimberley menatapnya, lalu terkekeh kecil. “You’re cute when you’re embarrassed.”

Nicholas memalingkan wajah, tapi pipinya memerah samar. Ia tidak menjawab, hanya berdiri kaku di tempat.

Di tempat lain, bengkel Dominic dipenuhi keheningan yang berat. Bau oli dan logam berkarat bercampur dengan udara malam yang dingin.

Dominic duduk di kursi panjang besi, wajahnya masih lebam, kaos hitamnya penuh noda debu jalanan. Bella mondar-mandir tak tenang, matanya sembab, sesekali mengusap air matanya yang tak kunjung kering. Rio, yang biasanya santai dengan senyum usilnya, kali ini hanya bersandar di tembok, memainkan korek api di tangannya. Wajahnya jelas bingung, antara takut salah bicara dan nggak ngerti harus ngapain.

Pintu bengkel terbuka tiba-tiba. Suara langkah kaki cepat bergema. Daniel muncul, kemeja putihnya kusut, dasi masih tergantung longgar di lehernya. Nafasnya tersengal, wajahnya tegang. Ia jelas datang terburu-buru.

Tanpa menunggu, Daniel langsung menghampiri mereka bertiga. “Apa yang terjadi?” suaranya dalam, hampir seperti gertakan, tapi lebih karena panik ketimbang marah.

Rio, dengan gerakan kaku, buru-buru mengeluarkan ponselnya. Layar ponsel itu menampilkan foto yang tadi ia ambil, foto Kimberley dengan rambut pirangnya, berdiri di samping Nicholas, tepat di depan mall. Rio menyerahkan ponsel itu ke Daniel tanpa berkata banyak.

Daniel menatap foto itu lama. Nafasnya makin berat. “Ini…” suaranya terputus.

Bella yang sedari tadi menahan gejolak, akhirnya angkat bicara. “Dia… dia muncul di Café Verona. Tempat biasa gue sama dia nongkrong dulu.” Suaranya pecah, matanya kembali basah. “Gue liat dia, Dan. Gue liat dia dengan mata gue sendiri. Itu Elanor. Itu Lala…”

Dominic yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara. Suaranya serak, berat, tapi penuh keyakinan. “Bukan cuma foto, bukan cuma cerita Bella.” Ia menatap Daniel lurus, sorot matanya gelap tapi mantap. “Gue juga liat. Dengan mata kepala gue sendiri. Itu dia. Itu beneran Elanor.”

Suasana bengkel jadi makin pekat. Hanya suara detak jam tua di dinding yang terdengar. Daniel menatap satu-satu mereka bertiga, lalu kembali menatap foto di ponsel Rio.

Daniel masih terpaku menatap foto di layar ponsel Rio. Jemarinya gemetar halus, sesuatu yang jarang terlihat dari sosoknya yang selalu tenang dan berwibawa. Nafasnya terasa berat, seolah setiap tarikan dada menambah beban di pundaknya.

“Kalian yakin?” akhirnya Daniel bersuara, tapi nadanya terdengar lebih seperti memohon kepastian daripada bertanya.

Bella langsung menjawab cepat, hampir berteriak. “Gue bilang itu Lala! Gue liat dia dengan mata gue sendiri, Dan! Dia berdiri di depan gue, persis kayak dulu… kayak nggak pernah ada yang berubah, kecuali dia sekarang lebih dingin.” Suaranya pecah, dan air mata kembali jatuh.

Dominic menunduk sebentar, lalu mendongak, menatap tajam ke arah Daniel. “Gue nggak peduli apa yang lo mau percaya atau nggak, tapi gue juga liat dia. Dia ada di depan gue, Dan. Gue bisa nyium parfumnya, gue bisa denger suaranya. Itu dia. Itu Elanor.”

Rio, yang biasanya cerewet, justru diam. Ia hanya mengangkat bahu kecil-kecilan, lalu akhirnya angkat bicara pelan, “Bos… kalau gue sih, gue ngeliat cewek itu persis kayak foto-foto lama yang ada di bengkel lo dulu. Gue nggak sepintar lo semua, tapi mata gue nggak bisa salah.” Ia menggaruk belakang kepalanya, wajahnya masih bingung, “Kalau itu bukan Elanor, ya kembarannya kali…”

Daniel menutup mata sejenak, berusaha mengatur pikirannya. Semua suara bercampur di kepalanya, antara keyakinan Dominic, histeria Bella, dan kejujuran polos Rio. Ia mengembuskan nafas panjang, lalu membuka matanya lagi, kini sorotnya tajam.

“Kita nggak bisa asal bertindak,” katanya akhirnya, nada suaranya tegas walau masih ada goyahnya. “Kalau benar itu Ela yang kita kenal, kenapa dia muncul sekarang? Kenapa dia sama orang itu? Dan… kenapa dia nggak ngenalin dirinya ke kalian?”

Pertanyaan itu membuat suasana makin hening. Bella menggigit bibirnya, tak bisa menjawab. Dominic mengepalkan tangannya begitu keras sampai urat-urat di lengannya menegang. Rio hanya menatap lantai, pura-pura sibuk dengan koreknya.

Daniel menatap mereka bertiga satu-satu, lalu dengan nada pelan tapi mantap ia berkata, “Mulai malam ini, kita nggak boleh ceroboh. Kita harus tahu siapa pria yang bersamanya, kita harus tahu di mana dia tinggal. Dan yang paling penting—”, Daniel berhenti sejenak, sorot matanya mengeras. “Kita harus tahu kenapa dia kembali.”

Dominic mendengus, jelas tidak sabar. “Gue nggak peduli kenapa. Yang gue tau cuma satu: itu dia. Itu adik gue.”

Bella menyeka air matanya, menatap Daniel penuh harap. “Dan… lo percaya kan? Lo percaya kalau itu Lala?”

Daniel diam lama. Lalu, dengan nada rendah, ia menjawab, “Kalau kalian semua yakin… aku nggak punya alasan untuk tidak percaya.”

Daniel kembali menatap foto di layar ponsel Rio, rahangnya mengeras. Bengkel itu kembali sunyi, hanya terdengar suara jam tua yang berdetak pelan di sudut ruangan. Bella duduk, kepalanya tertunduk, matanya masih sembab, sementara Dominic hanya menunduk, menahan amarah yang mendidih di dadanya.

“Siapa… pria tinggi itu?” suara Daniel akhirnya pecah, pelan tapi penuh tekanan. “Dari mana dia muncul? Dan kenapa dia ada di samping Elanor?”

Tak ada yang menjawab. Dominic menegakkan tubuhnya, menatap kosong ke arah lantai. “Gue juga nggak tau… gue cuma liat dia berdiri ngelindungin Ela kayak… kayak udah kenal lama. Kayak dia punya hak buat jagain Ela.” Suaranya parau, hampir bergetar.

Bella menghela napas berat. “Kalau dia bener-bener Elanor… berarti selama ini dia masih hidup. Tapi kenapa dia nggak bilang apa-apa ke kita? Kenapa dia kabur gitu aja?”

Keheningan kembali menekan, sampai tiba-tiba Rio angkat suara dengan polosnya. “Eh… gimana kalau besok kita datengin aja tempat-tempat yang dulu sering dia datengin? Kayak café langganan, taman, atau toko buku kesukaan dia. Siapa tau ketemu?”

Tiga pasang mata langsung menatap Rio bersamaan.

Dominic mengangkat alis, lalu mendengus pelan. “Tumben lo mikir, Rio…” katanya sambil menggaruk kepala. “Sekali-sekali otak lo nyala juga.”

Rio langsung nyengir bangga, “Hehe, ya kali Bos. Gue juga bisa berguna kalau mau.”

Daniel akhirnya menghela napas panjang, lalu mengangguk tegas. “Baik. Besok kita berpencar. Cari di tempat-tempat yang sering Elanor datangi. Kita nggak bisa biarin ini jadi misteri lebih lama.”

Bella menatap Daniel dengan mata yang masih basah. “Kalau itu beneran Lala… gue nggak akan nyerah sampai dia ngomong sendiri.”

Dominic mengepalkan tangannya, nadanya dingin. “Besok, apapun caranya, gue harus ketemu Ela lagi.”

Suasana bengkel kembali tenggelam dalam keheningan, hanya kali ini berbeda, sesuatu yang besar, sebuah benang yang ingin mereka raih.

1
Nanabrum
Ngakakk woyy😭😭
Can
Lanjuuutttt THORRRRR
Andr45
keren kak
mirip kisah seseorang teman ku
air mata ku 😭
Andr45
wow amazing 🤗🤗
Can
Lanjut Thor
Cikka
Lanjut
Ken
Semangaaat Authooor, Up yang banyakk
Ken
Udah ngaku ajaaa
Ken
Jangan tidur atau jangan Pingsan thor😭😭
Ken
Nahh kann, Mulai lagiii🗿
Ken
Wanita Kadal 02🤣🤣
Ken
Bisa hapus karakter nya gak thor🗿
Ken
Kan, Kayak Kadal beneran/Panic/
Ken
Apaan coba nih wanita kadal/Angry/
Vytas
mantap
Ceyra Heelshire
gak bisa! mending balas aja PLAK PLAK PLAK
Ceyra Heelshire
apaan sih si nyi lampir ini /Panic/
Ceyra Heelshire
wih, bikin novel baru lagi Thor
Hazelnutz: ehehe iyaa😅
total 1 replies
RiaChenko♥️
Rekomended banget
RiaChenko♥️
Ahhhh GANTUNGGGGG WOYYY
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!