Genre : Action, Adventure, Fantasi, Reinkarnasi
Status : Season 1 — Ongoing
Kekacauan besar melanda seluruh benua selatan hingga menyebabkan peperangan. Semua ras yang ada di dunia bersatu teguh demi melawan iblis yang ingin menguasai dunia ini. Oleh karena itu, terjadilah perang yang panjang.
Pertarungan antara Ratu Iblis dan Pahlawan pun terjadi dan tidak dapat dihindari. Pertarungan mereka bertahan selama tujuh jam hingga Pahlawan berhasil dikalahkan.
Meski berhasil dikalahkan, namun tetap pahlawan yang menggenggam kemenangan. Itu karena Ratu Iblis telah mengalami hal yang sangat buruk, yaitu pengkhianatan.
Ratu Iblis mati dibunuh oleh bawahannya sendiri, apalagi dia adalah salah satu dari 4 Order yang dia percayai. Dia mati dan meninggalkan penyesalan yang dalam. Namun, kematian itu ternyata bukanlah akhir dari perjalanannya.
Dia bereinkarnasi ke masa depan dan menjadi manusia!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Watashi Monarch, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Amarah Yang Memuncak
Suasana yang tegang pun berubah menjadi hening.
Silvia dan Siria saling bertukar pandangan untuk sesaat.
Setelah itu, mereka memalingkan wajahnya pada sosok berjubah yang mengganggu pertarungan mereka. Kalau bukan karena dia, mungkin mereka akan terus bertarung hingga salah satu dari keduanya terluka parah, atau mati.
'Situasi ini semakin membingungkan.' pikir Silvia sambil mengernyit. 'Aku kira mereka satu kelompok, sepertinya aku salah. Apakah dia datang untuk menyelamatkannya?'
Silvia menoleh ke arah Aurora yang bersandar di dinding.
'Kalau memang begitu, sepertinya aku yang terlalu cepat mengambil keputusan. A-apa sebaiknya aku minta maaf sekarang ...?' pikir Silvia dan menurunkan pandangannya.
Saat dia berpikir dengan keras bagaimana cara meminta maaf pada Siria nanti, tiba-tiba kilatan putih melesat ke arahnya. Silvia yang punya insting tajam menyadarinya.
Dia mengulurkan tangannya ke arah serangan itu datang, dan sepuluh jarum beracun pun melebur seperti lumpur.
Plok! plok! plok!
Tiba-tiba, suara tepuk tangan menarik perhatian Silvia.
"Pertahanan yang sangat bagus, putri Silvia." ucap sosok berjubah sambil tertawa. "Julukan «Permaisuri Phoenix» yang melekat padamu sepertinya bukan hiasan belaka."
"Tapi, apa kau masih punya banyak Aura?" lanjutnya.
Silvia sendiri sadar bahwa dia tadi terlalu menyia-nyiakan banyak Aura untuk bertarung melawan Siria. Dan dia saat ini hanya bisa mempertahankan manifestasi bentuk dari sayap merah berapi kurang lebih sekitar dua belas menit.
Ketika energinya terkuras habis, saat itu juga nyawanya dalam bahaya. Silvia mengetahui kemungkinan buruk itu.
Meski demikian, Silvia yakin pada dirinya sendiri.
Bahwa dia tidak akan kalah melawan sosok berjubah itu.
"Kau benar, lalu apa?" Silvia menghunuskan pedang dan berkata, "Aku bisa membunuhmu sebelum Auraku habis."
Dia mengangkat pedangnya dan bulu api bermunculan.
【 Ignis Sword Technique, 2nd Final Form : Sky Feather 】
Pedang diayunkan ke depan dan bulu api meresponnya.
"Apa hanya teknik itu saja yang kau andalkan? Lemah!"
Sosok berjubah hitam mengambil jarum di sakunya dan melemparnya ke arah bulu api. Setelah itu, dia membuat segel tangan aneh yang membuat Silvia dan Siria heran.
【 Demonic Magic 3–star : Mirror of Chaos 】
Jarum yang hanya ada satu tiba-tiba membelah diri jadi puluhan. Ledakan kecil terjadi saat jarum menabrak bulu api dan membuat seluruh ruangan kembali berguncang.
Blamm!
'A-apa yang tadi itu sihir?! Bukankah dia pengguna Aura?'
Silvia memikirkan hal itu sambil mendecakkan lidahnya.
"Siapa kau sebenarnya? Pengguna Aura... atau penyihir?"
Sosok berjubah hitam tersenyum tipis dan berkata,
"Coba tebak," sambil menarik pedangnya, dan aura putih menyelimuti bilahnya. "Sayangnya, jawabanmu mungkin tidak akan membantu. Kau akan mati di sini, putri Silvia!"
"Benarkah?" Silvia menarik kembali manifestasinya dan menyelimuti pedangnya dengan Aura yang tersisa. "Ini pertama kalinya aku bertemu sampah kasar sepertimu."
"Biar aku tutup mulutmu yang kurang ajar itu!" lanjutnya.
Silvia menendang tanah dan melesat ke arahnya. Sosok berjubah juga melakukan hal yang sama, dan serangan mereka saling terbentur hingga bunga api beterbangan.
****
Sementara itu, di sisi lain...
Alexia duduk di dalam kamar sambil menyesap teh. Dia tampak seperti orang yang begitu tenang, tapi hatinya gelisah memikirkan keadaan Aurora yang belum ketemu.
'Kakak sebenarnya ada di mana?' batinnya, cemas.
Dia menaruh cangkir teh di atas meja, namun tangannya tergelincir dan cangkirnya pecah menjadi kepingan kecil.
Alexia memandang serpihan itu dan mengerutkan dahi.
"Apa terjadi sesuatu padanya ...?" gumam Alexia, gelisah.
Meskipun Alexia berpikir mereka bukan saudara, ia tetap khawatir terhadap orang yang paling dekat dengannya saat ini. Terlebih, Aurora adalah gadis baik dan perhatian.
Berbeda dengan temannya dulu, mereka menjauhi Alexia karena dia adalah putri dari Raja Iblis. Tak ada yang ingin berteman maupun bermain dengannya. Sampai hari itu tiba, seorang gadis berambut hitam mengajaknya bicara.
'Kenapa dia selalu muncul di ingatanku ...?' batin Alexia.
Saat memikirkan hal itu, seseorang mengetuk pintunya.
Tok tok tok
"Nona Alexia, ini saya Hana. Apa anda ada di dalam?"
Alexia menoleh ke arah pintu dan bertanya,
"Ada apa? Apa sudah ada kabar dari Siria dan yang lain?"
"Maaf, nona Alexia, tapi masih belum ada kabar dari kak Siria. Chel dan Sena juga belum memberikan informasi."
Jawabannya membuat Alexia sangat kecewa.
"Lalu, untuk apa kamu datang ke kamarku?"
Hana pun menjawab, "Saya ingin menyampaikan kabar, yang menurut saya harus segera dilaporkan pada anda."
Alexia terdiam untuk sesaat dan berkata,
"Masuklah, dan juga bersihkan pecahan-pecahan ini."
"Pecahan?" Hana sedikit bingung, tapi setelah dia masuk ke kamar, matanya melebar. "A-apa anda baik-baik saja?"
Hana buru-buru berlari mendekat dan memeriksa kondisi Alexia. Pecahan kaca yang tajam mungkin melukainya di bagian tertentu, jadi ia harus mengeceknya berulang kali.
"Aku tidak apa-apa, jadi tenanglah."
"Baguslah kalau anda baik-baik saja." balas Hana sambil menghela nafas lega. "Kalau terjadi sesuatu pada anda, s-saya tidak tahu harus berkata apa pada kak Siria nanti."
"Lupakan itu. Jadi, apa yang ingin kamu laporkan?"
Hana hampir lupa karena terlalu khawatir pada Alexia.
Dia mengambil napas panjang dan berkata,
"Instruktur Dio sudah kembali beberapa saat yang lalu."
Setelah mendengar kabar itu, Alexia langsung berdiri dan atmosfer di sekitarnya berbeda. Hana yang berada paling dekat dengannya sampai tidak bisa bernafas dan sesak.
"Apa kau yakin orang itu adalah instruktur Dio?"
"Y-ya, saya yakin."
Hana menunduk ketakutan dan melanjutkan,
"Saya mengikutinya diam-diam, dan dia sungguh masuk ke dalam asrama instruktur. P-pelayan yang lain bilang tadi juga melihatnya, jadi tidak mungkin saya salah lihat."
Sambil menahan emosinya, Alexia berjalan ke arah pintu dan keluar. Hana pun segera mengikutinya dari belakang.
****
Sementara itu, di waktu yang bersamaan...
Assassin adalah pembunuh bayaran yang disewa untuk mengeliminasi target sesuai dengan kontrak tugas yang diberikan klien. Oleh sebab itu, menjaga kerahasiaan dan identitas klien adalah prioritas tertinggi dan aturan dasar.
Jika seorang assassin gagal atau tertangkap basah saat menjalankan misi, mereka diwajibkan melakukan segala cara untuk melarikan diri. Namun jika mereka tidak dapat melepaskan diri, satu-satunya jalan yang tersisa adalah dengan bunuh diri untuk menutupi jejak terakhir mereka.
"Mereka bunuh diri?! Apa yang harus kita lakukan?"
"Ikat mereka dan masukkan ke dalam penjara. Biar uskup dan petinggi lain yang menentukannya." jawab seorang gadis berambut biru sambil menyarungkan pedangnya.
Para prajurit yang memakai perlengkapan menjawab,
"Siap, kapten Olivia! Kami akan segera membawanya!"
Mereka memberikan hormat dan melakukan tugas yang diberikan kapten bernama Olivia. Mayat para assassin di tanah langsung di bawa menggunakan kereta ke gereja.
"Kenapa para assassin ini terus menyerang kuil?"
Olivia adalah salah satu anggota ordo gereja Luminaria yang terletak di kota Rossvale. Tugas utamanya adalah membawa ajaran gereja cahaya pada semua penduduk.
Agar mereka percaya pada dewa yang mereka sembah.
Namun, baru-baru ini sesuatu yang aneh terus terjadi di kuil. Assassin selalu datang dan membunuh biarawati.
Entah apa motif mereka, tapi yang pasti Olivia tidak akan membiarkan mereka berbuat seenaknya. Apalagi, semua orang di kuil maupun gereja adalah tanggung jawabnya.
"Kak Olivia,"
Suara lembut yang memanggilnya membuat Olivia kaget dan menoleh. Di sebelahnya, berdiri seorang gadis kecil berambut hitam legam dan mengenakan baju biarawati.
"Kamu mengagetkanku saja, Anna." balas Olivia sambil mengelus rambutnya. "Ada apa? Kenapa kamu ke sini?"
Gadis itu terdiam dan bimbang, namun pada akhirnya dia bercerita. "Aku... sangat ingin bertemu dengan kakakku!"
"Kakakmu?" Olivia mengulangi dengan nada bingung.
"Apa kamu tahu di mana di berada?" tanyanya.
"Dia bekerja menjadi pelayan di keluarga bangsawan."
Olivia memegang dagunya dan berkata, "Di kota besar ini hanya ada beberapa keluarga bangsawan, tapi aku tidak tahu kakakmu ada di mana. Apa kamu punya petunjuk?"
Gadis itu, Anna berpikir sesaat dan menjawab,
"Aku ingat dia memakai ban lengan dengan simbol naga yang melingkari pedang. Selain itu, aku tidak tahu lagi."
'Simbol itu ...! Keluarga Swan!' batin Olivia, terkejut.
Olivia penasaran dan bertanya, "Siapa nama kakakmu?"
"Nama kakakku adalah Siria, Siria Silverwood."