Sistem: Games Novel

Aku menggelengkan kepala, berusaha menyadarkan diri. Ayolah Lily, dia adalah target misimu lagi pula dia itu hanya manusia kertas yang kau buat sendiri, kau tak boleh berdebar karenanya.

“Te-terimakasih Tuan Feng, la-lain kali aku akan membalas kebaikanmu,” ucapku seraya menjauhkan diri darinya.

“S-sama-sama,” jawabnya dengan nada gugup pula.

“Kalau begitu aku pergi dulu,” aku pun pamit dan langsung pergi dari sana, tidak baik terus berduaan dengan stimulasi jantung seperti dia.

Aku menghembuskan nafas kasar, agar jantung dan pikiranku kembali normal seperti sediakala.

***

Keesokan harinya.

“Nyonya ayo bangun, lihatlah Yang Mulia mengirimi Anda pakaian,” suara Xiao Ya yang cempreng itu menusuk gendang telingaku.

“Lima menit lagi, beri aku waktu lima menit lagi Xiao Ya,” sahutku parau, karena kelelahan mataku ini seakan tak sanggup terbuka sama sekali.

“Nyonya, kau akan dapat masalah nanti jika membuat Yang Mulia menunggu,” desaknya lagi, bahkan kini dia menarik-narik tanganku untuk membuatku bangun.

Ahhhh... Sungguh malas sekali, entah apa yang diinginkan Raja pagi-pagi begini, apa dia tidak punya pekerjaan lain selain mengganggu tidurku.

Dengan malas aku pun bangkit, aku duduk dengan posisi rambut terjuntai ke depan persis seperti hantu wanita di film-film.

“Astaga! Nyo-nyonya, aku sudah menyiapkan air untuk mencuci wajah dan setelah itu aku akan mendandani Anda,” ucapnya tergagap karena terkejut melihatku.

“Ya terserah kau saja lah,” sahutku malas.

Selepas mencuci wajah dan berganti pakaian dengan pakaian yang dikirim Raja aku pun duduk di meja rias dan membiarkan Xiao Ya meriasku.

“Sudah cukup, aku tidak suka wajahku terlalu berwarna,” aku menghentikan Xiao Ya yang seakan ingin membuatku pipiku berubah seperti tomat masak.

“Tapi Nona, ini riasan jaman sekarang, semua Nona muda yang ada di negeri ini menggunakan pemerah pipi yang cukup banyak juga,” ucapnya berusaha membujukku.

“Itu hanya berlaku untuk mereka, tapi tidak untukku. Lagi pula aku tidak terlalu suka mengikuti trend, jadi dandani saja aku seperti biasa,” tegasku. Aku tahu ada rencana terselubung di balik semua ini, Xiao Ya aku harap kau tak sampai mengkhianatiku.

“B-baik Nyonya,” Ucapnya menurut.

Selepas sarapan aku pun pergi ke area latihan, ternyata Raja mengirimu pakaian khusus untuk latihan, ck saking sibuknya aku sampai lupa kalau dia ingin mengajariku ilmu bela diri.

Saat sampai disana benar saja, ternyata dia sudah menungguku dengan pakaian serupa, namun dia tampak duduk di area peristirahatan di dampingi pengawalnya tentu saja.

“Salam Yang Mulia,” sapaku.

“Selir Su, sepertinya kau lupa dengan perkataanku kemarin,” Cibirnya.

“Sa-sama sekali tidak Yang Mulia, sebenarnya aku tersesat saat pergi kemari, Xiao Ya saksinya,” dustaku.

Yang disebut namanya hanya mengangguk sebagai jawaban, hehe aku ini cukup cerdik bukan, aku sangaja berjalan berputar-putar untuk membuat seakan aku ini benar-benar tersesat.

Dia berdecak pelan seraya bangkit, “baiklah, sekarang kau lari lah 20 putaran mengelilingi lapangan ini.”

“20 putaran? Apa tidak bisa dikurangi lagi Yang Mulia?” Aku mencoba bernegosiasi.

“Tidak, 20 putaran itu termasuk ringan.” sahutnya teguh.

“Ah, baiklah Yang Mulia,” sahutku malas. Aku pun mulai berlari-lari kecil saat itulah dia kembali meneriakiku.

“Apa yang kau lakukan Selir Su?! Lari lebih cepat!” Instruksinya, namun aku tak menghiraukannya.

Matahari mulai meninggi, ah dimana sunscreen dimana sunscreen? Sial, kulitku yang indah tecabar sinar matahari.

“Selir Su, apa yang kau lakukan?”

“Mataharinya benar-benar panas Yang Mulia,” sahutku saat aku mulai berlari menyamping lari di antara bayang-bayang tembok area latihan.

“Sinar matahari tidak akan membuatmu meleleh. Lari yang benar!” kesalnya.

Arghhh...

“Menyebalkan sekali, kenapa aku harus melakukan ini disaat semua Selir Istana hanya duduk santai di Istananya!”

“Selir Su, kau dilarang menggerutu.” Ucapnya, ternyata dia bisa mendengarku walau jarak posisi kami cukup jauh.

Satu putaran, dua putaran, tiga putaran, aku terus berlari tanpa henti, keringat sudah membanjiri tubuhku. Di putaran ke 20 kakiku sudah tak sanggup lagi berlari, aku menjatuhkan diri di depan area peristirahatan Raja. Aku duduk sambil mengatur napas, ah lelah sekali seakan nyawaku akan hilang saat ini juga.

“Ini minumlah.” Dia memberiku air yang langsung aku sambar tanpa malu-malu.

“Kau tidak pernah berolahraga?” dia bertanya.

Aku hanya menggeleng sambil menenggak air tersebut, rasanya tak cukup kalau hanya seteguk saja, aku habiskan saja semua hingga baju depanku ikut basah karenanya.

“Mulai sekarang setiap hari kau harus lari 20 putaran, agar fisikmu lebih kuat.”

“Apa? Ke-kenapa harus setiap hari Yang Mulia?”

“Kerena untuk mulai latihan kau harus punya fisik yang kuat. Ayo bangun dan lari lagi, kali ini sambil membawa beban.” dia menaruh batu bata di hadapanku.

“Yang Mulia hukum saja aku, tapi jangan menyuruhku lari lagi,” aku bersimpuh penuh permohonan di hadapannya sambil memasang tampang wajah sedih.

Dia menyeringai, “anggap saja itu sebagai hukuman, ayo lari lagi.”

Arghhh... Kenapa ini harus terjadi padaku, huaa.