Arunika adalah seorang wanita yang memendam cinta dalam diam, membangun istana harapan di atas sajadah merah yang pernah diberikan oleh Raka, pria yang diam-diam memikat hatinya. Setiap sujud dan lantunan doa Arunika selalu tertuju pada Raka, berharap sebuah takdir indah akan menyatukan mereka. Namun, kenyataan menghantamnya bagai palu godam ketika ia mengetahui bahwa Raka telah bertunangan, dan tak lama kemudian, resmi menikah dengan wanita lain, Sandria. Arunika pun dipaksa mengubah 90 derajat arah doa dan harapannya, berusaha keras mengubur perasaan demi menjaga sebuah ikatan suci yang bukan miliknya.
Ketika Arunika tengah berjuang menyembuhkan hatinya, Raka justru muncul kembali. Pria itu terang-terangan mengakui ketidakbahagiaannya dalam pernikahan dan tak henti-hentinya menguntit Arunika, seolah meyakini bahwa sajadah merah yang masih disimpan Arunika adalah bukti perasaannya tak pernah berubah. Arunika dihadapkan pada dilema moral yang hebat: apakah ia akan menyerah pada godaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34. Jalinan Kasih
Arunika mendapat SIM-nya, entah berapa kali ia mengucap terimakasih pada ayahnya, Purnomo. Hari ini untuk pertama kali, Purnomo melepas sang putri pergi ke kampus dengan motor seorang diri.
"Berangkatnya pas hari sedikit terang, Nak!" pinta Eka khawatir.
"Iya Bunda!" sahut Arunika menurut.
"Jangan cari jalan sepi. Pulang ngampus, Ayah akan awasi dari belakang!" sahut Purnomo lagi.
Arunika mengangguk saja, ia menurut apa kata orang tuanya. Ia sangat paham, keduanya baru pertama kali melepas Arunika berjalan sendirian.
Jujur Arunika juga takut, tapi ia berdoa agar diberi keselamatan dan dijauhkan malapetaka.
Arunika berangkat, tepat jam enam pagi. Hari sudah terang, Purnomo juga berangkat.
"Ayah pasang alat GPS di motormu. Jadi Ayah tau semua pergerakan kamu!" peringat Purnomo sekali lagi.
"Iya Ayah!" sahut Arunika.
Arunika berangkat setelah mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Purnomo juga mengendarai mobilnya, sebenarnya. Arah tempuh mereka tidak searah. Purnomo harus memutar balik kemudi mobilnya untuk sampai perusahaan.
Arunika melajukan motornya sedikit cepat, ia tak mau terkena macet di jalan protokol. Jalanan yang tidak aman bagi pengendara motor.
Butuh waktu setengah jam untuk sampai kampus. Arunika memarkirkan motornya di sana dan mengunci ganda. Meletakan helm di bagasi motor. Setelah yakin motor aman, ia baru pergi ke kelasnya.
"Nik!" Arunika menoleh.
Media berlari, tapi kepalanya menoleh tempat arah parkiran kendaraan.
"Ada apa?" tanya Arunika.
"Kamu tadi bawa motor?" tanya Medi tak yakin.
"Iya!" jawab Arunika lalu keduanya melangkah ke kelas.
"Demi apa?" tanya Medi tak percaya.
"Loh, kamu lihat aku turun dari motor kan?"
Medi menatap Arunika lama, lalu perlahan mengangguk.
“Gila ya, Nik… aku berasa punya sahabat baru. Kamu dulu penakut banget, sekarang udah kayak pahlawan naik kuda besi!”
Arunika terkekeh, menutup mulutnya.
“Kuda besi? Nggak segitunya juga, Di. Aku masih takut kok. Rasanya kayak… jantung pindah ke tenggorokan pas motoran.”
“Yang penting kamu berani. Itu aja udah keren!" puji Medi senang.
"Kalau gitu, aku nanti minta anter pulang ya!" lanjutnya dan Arunika mengangguk.
"Siap Boss!" sahut Arunika.
Raka baru sampai, ia turun dari motor besarnya. Menatap kendaraan roda dua yang ia kenali, terparkir di situ. Arunika telah mengirimkan foto hadiah dari ayahnya.
"Bagus juga!" pujinya sambil mengelus jok motor milik Arunika.
Lalu langkahnya cepat menuju satu kelas. Ia ingin memastikan jika Arunika sudah sampai.
'Run!" serunya ketika sampai pintu kelas.
Semua menoleh padanya, termasuk Arunika. Raka tersenyum lega.
"Oke, dag!" sahutnya lagi pamit, hingga membuat seisi kelas heboh.
Cieee ... Arunika!"
Walau ada beberapa yang tetap iri.
"Ih, lebay banget sih!"
'Kek ABG labil!' sahut lainnya sengit.
Dosen masuk kelas dan semua pun kembali tenang. Tak terasa, tiga sks terlalui, walau semua sedikit protes karena jam mata kuliah ditambah.
"Biar saya cepet nggak.ketemu kalian!" seru dosen kesal.
Semua keluar dengan wajah suntuk, masih ada kelas lagi. Mereka yakin jika dosen ini sama.
'Pasti BuDos Endah langsung tiga sks!" terka Aroon sang ketua kelas.
"Aduh ... Jangan dong!" sahut lainnya lagi frustrasi.
"BuDos Endah kan emang mata kuliahnya dikit. Sama seperti PakDos Gunawan!" sahut Priscilla.
Mereka pun keluar kelas untuk memenuhi lambung mereka yang kosong. Arunika membuka tas dan mengambil bekal, Medi juga sama.
"Kamu bawa bekal apa Nik?" tanya Medi.
"Ini, Bunda kasih aku nasi sama soto Lamongan! Lauknya ayam bakar juga khas sana!" jawab Arunika menatap kotak bekal yang mengeluarkan aroma sedap.
"Kalau kamu?" tanya Arunika.
"Ah, makanan ini haram buat kamu!" jawab Medi terkekeh.
'Mamiku sibuk pagi-pagi masak ini daging!" lanjutnya memperlihatkan sebuah masakan sederhana, daging kecap.
"Semur?" tanya Arunika.
"Babi kecap!" sahut Medi dan Arunika diam.
Raka datang dengan langkah cepat, seperti biasa mengambil kursi dan duduk di hadapan Arunika.
"Hai, seperti biasa aku bawain kalian minuman enak!" sahutnya lalu meletakkan tiga gelas ukuran besar di meja.
'Wah ... Es boba!" seru Medi langsung mengambil minuman itu yang varian rasa taro lalu meminumnya.
"Eh ... Aku lupa kalau ini kamu beli karena ada Arunika!x sahut Medi merasa bersalah.
“Nggak apa-apa, Di. Minum aja. Aku seneng kok, kalian berdua bisa akrab begini!" ujar Arunika sambil menggeleng pelan.
Raka menatap Arunika sekilas, senyum tipisnya muncul. Ia memang sengaja selalu membawa tiga gelas, supaya Medi tidak merasa dikesampingkan. Tapi dalam hatinya, ia tahu siapa yang benar-benar ia tuju.
Beberapa anak gadis masuk, termasuk Priscilla. Gadis cantik yang selalu pakai rok kependekan itu menatap tiga orang yang tengah menikmati makanannya.
"Wah ... Aku kok nyium-nyium bau makanan sampah ya?" sahutnya sambil mengendus-endus.
"Iya ih!" sahut empat gadis lainnya, sambil tertawa meledek.
Priscilla mendekat dan mengendus Medi. Ia menatap makanan sederhana milik salah satu mahasiswi di kelasnya itu.
"Oh ini toh sampahnya!" serunya menghina.
"Nggak level, mending kita dong. Makan di Mekdo, Fried chicken!" sahut Rita sombong.
"Justru makanan kalian yang sampah!' sahut Medi santai sambil menyuap nasi dan lauknya dengan nikmat.
"Ini makanan orang kaya tau!" seru Jesline tak terima.
Brak! "Cukup!" sentak Raka sambil menggebrak meja.
Hal itu.membiat Arunika dan Medi terkejut, begitu juga Priscilla and the genk.
"Raka!" tegur Arunika pelan.
"Maaf ya, bukan maksud untuk mengejutkanmu," sahut Raka lembut dan mengusap lengan Arunika.
Raka berdiri, ia menatap Priscilla dan kawan-kawannya tajam.
"Gue nggak kenal kalian semua! Tapi kalau kalian berani ganggu, terutama Arunika ...," Raka menghentikan ucapannya.
'Gue pastiin kalian semua bakal pindah kampus!" lanjutnya mengancam.
"Emang Lu siapa ...."
"Lu cari nama Gue. Raka Mahendra. Putranya Doddy Mahendra! Kalian pasti akan berpikir dua kali jika berurusan sama Gue!" tekan Raka lagi.
Priscilla dan teman-temannya diam, memilih duduk di pojokan. Medi hanya tersenyum meledek mereka.
'Med, udah ya!" ujar Arunika tak mau banyak masalah.
Selesai makan, Raka pergi diiringi mahasiswa lain masuk. Dosen pun masuk. Tebakan Aroon benar.
"Saya akan mengajar sebanyak 3 sks!"
"Huuuu!" teriak seisi kelas protes.
'Yang nggak mau silahkan keluar dan tak ada pengulangan!" ancam Dosen dan semua mahasiswa hanya bisa mengumpat pelan atau dalam hati.
Lewat adzan dhuhur, mata kuliah baru saja selesai. Dosen keluar disertai nafas lega seisi kelas.
'Apa mata kuliah PakDos Gunawan habis?" tanya Arif.
"Kalau dilihat sih masih ada lima sks lagi!" jawab Joe menatap jadwal mata kuliahnya.
"Padahal kan bisa aja, PakDos ngajar dua sks selama tiga hari berturut-turut. Udah beres!" keluh Aroon lagi.
"Udah .. Ah pegel ... Mau pulang!' sengit Gea yang berdiri dan meninggalkan kelas.
Sementara itu, sesuai janjinya. Arunika membonceng Medi ke rumahnya. Arunika sedikit oleng melajukan kendaraannya. Medi tetap renang. Ia percaya Arunika bisa diandalkan.
"Hati-hati Run!" seru Raka yang mengendarai motornya pelan.
Akhirnya, mereka sampai rumah Medi yang besar dan megah. Gadis itu turun, lalu melambaikan tangan melepas Arunika dan Raka yang mengendarai kendaraan mereka beriringan.
Sementara itu, sebuah mobil tetap mengiringi mereka dari belakang dengan jarak aman.
Bersambung.
Gitu deh
next?
semangat!!!
sudahlah Aru,bukan menyuruh melupakan Raka,tapi stop berharap pada apa yg sudah tidak bisa d harapkan,apa kamu siap andai dia bilang sudah menikah,sudah punya kehidupan lain,atau paling banter dia sudah d jodohkan,ntah apapun itu,
siapkah kamu Aru???!!!
yuhuuu
kamu d manaaaaa
Aru rindu niiiih
kamu jahara ikh
😄😄✌️
Arunika n Media hebat!!!
selamat y buat xan berdua n tetap semangat