NovelToon NovelToon
Lama-lama Jatuh Cinta

Lama-lama Jatuh Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pengantin Pengganti Konglomerat
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Yani

Prolog :
Nama ku Anjani Tirtania Ganendra biasa di panggil Jani oleh keluarga dan teman-temanku. Sosok ku seperti tidak terlihat oleh orang lain, aku penyendiri dan pemalu. Merasa selalu membebani banyak orang dalam menjalani kehidupan ku selama ini.
Jangan tanya alasannya, semua terjadi begitu saja karena kehidupan nahas yang harus aku jalani sebagai takdir ku.
Bukan tidak berusaha keluar dari kubangan penuh penderitaan ini, segala cara yang aku lakukan rasanya tidak pernah menemukan titik terang untuk aku jadikan pijakan hidup yang lebih baik. Semua mengarah pada hal mengerikan lain yang sungguh aku tidak ingin menjalaninya.
Selamat menikmati perjalanan kisah ku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Maaf Mas

"Bi....meluncur ke sini sekarang!"

Bianca tanpa berpikir panjang segera mengemasi peralatan daruratnya untuk segera datang ke alamat yang Calvin kirimkan.

Biasanya kalau nada bicara di pesannya sudah singkat seperti ini keadaan cukup darurat. Bianca teman lama Calvin, dia paham betul bagaimana karakter sahabatnya yang satu ini.

Calvin : Apa kau tidak bisa kerja?!

Suara Calvin memekik gedang telinga Juan yang hanya bisa membisu. Bagaimana tidak emosi, dia mendapati wanita kesayangannya terluka saat berada di luar bersama Juan yang dirinya percaya untuk menjaga Jani.

Calvin : Kau ini hanya aku tugaskan menjaga Jani selama berada dengan mu Juan. Dia bisa sampai terluka apa kau sudah tidak mau kerja?! Kau bosan hidup yah!

Juan : Maaf Bos.

Calvin : Aku akan lihat bagaimana kondisi Istriku, setelah itu aku putuskan nasib mu.

Calvin menutup ponselnya.

Juang mendesah dengan nafas berat, dirinya merasa bersalah begitu ceroboh tidak bersikap siaga dan menyepelekan keadaan sekitar.

Bodoh sekali kau ini Juan! Lihat bagaimana kepercayaan yang sudah Pak Calvin berikan hilang begitu saja. Dia pasti kecewa dan sangat marah Nona Jani terluka seperti ini bodoh!

Juan hanya bisa memaki dirinya sendiri merasa bersalah dengan apa yang menimpa Jani. Meski Jani tidak menyalahkan dirinya, Juan tetap saja merasa semua ini salahnya yang ceroboh. Seharusnya dirinya paham siapa yang sedang di jaga. Dia orang yang sangat Calvin jaga keselamatannya.

Bisa-bisanya Juan.

Lagi-lagi Juan tidak bisa memungkiri kebodohannya ini.

Maaf Nona.

Ucap Juan dalam hati dengan tatapan sendu. Jani menghampiri Juan yang sejak tadi entah sudah berapa kali meminta maaf.

"Aku baik-baik saja Pak. Jani hanya tergores sedikit." Jani mencoba menenangkan Juan yang sejak tadi hanya menunduk menatap nya sesekali dengan sendu. "Nanti Jani yang jelaskan."

"Jan...Jani....kenapa Dek?" Angga pulang bercucuran keringat. Wajahnya nampak khawatir setelah mendapat telpon berulang kali dari Gina. "Siapa yang lempar batu? Kenapa dia tega sekali melakukan ini sama kamu Jan?"

"Mas Angga gak baca pesan aku?" Angga meraih saku celananya. Membaca pesan yang berulang kali Gina kirimkan tapi terlewat begitu saja karena dirinya sangat sibuk.

"Maaf sayang, Mas tidak dengar ada pesan masuk. Di pasar sangat ramai dan berisik." Angga memeluk Gina yang juga ketakutan.

"Apa dia laki-laki yang sama dengan kemarin kemarin?" Gina mengangguk. "Nanti Mas cari tau supaya bisa mas laporkan." Angga menyesal tidak membaca pesan Istrinya.

Karena ketidak pekaannya membuat Jani ikut terlibat dan terluka. "Maaf kamu jadi terluka Dek." Mengusap kepala Jani dengan lembut penuh rasa bersalah.

"Jani baik-baik saja loh Mas." Lagi-lagi Jani ingin menutupi ketakutannya demi menjaga semua orang tetap tenang. “Sudah ah….Jani kaya kenapa aja, orang Cuma luka sedikit aja kok. Gak perlu khawatir begitu Mas.”

"Calvin dalam perjalanan. Dia mungkin akan memaki Mas yang tidak becus menjagamu saat ada di rumah Mas." Jani cemberut mendengar nama Calvin, dia paling tidak mau dirinya terluka.

"Bukan karena Mas kok, ini karena aku gak liat-liat tadi Mas. Harusnya kan Jani liat-liat sekitar rumah, padahal kan Mbak Gina sudah bilang ada orang jahat tadi." Gina menggenggam tangan Jani dengan kuat.

"Maaf menelpon mu Dek, Mbak bingung harus menghubungi siapa. Mbak takut." Jani menepuk punggung tangan Gina yang menggenggam tangan kanannya.

"Kenapa kalian segini nya sih. Jani loh baik-baik saja." Ucap Jani sambil tersenyum manis mencoba merubah suasana tegang yang membuatnya sangat tidak nyaman.

Brakkkkkkkk....

Jani memegangi dadanya terkejut. Pintu terbuka dengan keras padahal suasana sedang tegang. Langkah kaki yang besar berjalan dengan wajah tegang memasuki rumah yang suasananya semakin memanas.

Graapppppp……

Calvin memeluk Jani dengan erat, gemetar di tangannya sampai terasa oleh Jani yang saat ini sedang di peluknya. Pelukannya sangat erat, Jani bisa melihat ketakutan yang begitu menyakitkan di matanya saat datang tadi.

Tidak ada seorang pun yang bersuara, Calvin bahkan membawa mobilnya sendiri karena tidak mau mengulur waktu terlalu lama. Calvin mengendurkan pelukannya, di tatapnya wajah Jani yang matanya sudah mulai berkaca-kaca.

“Maaf Mas.” Lirihnya mencoba memecahkan keheningan yang begitu menyakitkan. “Maaf Jani terluka.” Jani ingat janjinya yang akan selalu pulang dalam keadaan baik-baik saja.

“Apa sudah di obati?” Tanya Calvin pada Angga yang berdiri di depannya.

“Tadi hanya di kasih betadine, Jani bilang….” Calvin tidak mau mendengarkan keterangan Gina lebih jauh dan meraih ponselnya.

Kesimpulannya Jani belum di berikan pertolongan yang layak menurutnya.

Calvin : Dimana?

Bianca : Ini Glen parkir Vin

Calvin : Cepat!

Tidak lama Bianca dan Glen masuk dengan wajah yang juga cukup tegang.

“Selamat sore semuanya, Jani….hey….coba aku lihat lukanya ya Jan.” Jani duduk di sofa dengan sungkan. Bisa-bisanya dirinya diperlakukan berlebihan padahal pelipisnya hanya tergores sedikit saja.

“Cuma tergores sedikit Dok.” Ucap Jani lirih, tidak mau Calvin yang berdiri di belakangnya dengar. Senyum Jani menahan malu membuat kegaduhan yang tidak pantas sore-sore begini membuat Bianca mengangguk paham.

“Apa Jani merasa pusing?” Jani menggeleng. “Mual?” Jani juga menggeleng. “Ok….jadi semuanya baik-baik saja ya Jan.” Jani mengangguk. “Aku oleskan sedikit salep ya Jan, mungkin akan perih sedikit.” Bianca sengaja bicara keras agar Calvin bisa mendengarnya.

“Pelan-pelan Bianca.” Pelan tapi penuh penekanan. Bianca hanya mengacungkan Ibu Jarinya sambil tersenyum pada Calvin.

"Apa kau yakin Jani tidak apa-apa?" Bianca mengangguk. Tatapan matanya mengisyaratkan agar Calvin tidak berlebihan. Menyudahi kebodohannya saat sedang khawatir pada Jani.

"Juan....sini kau!" Panggil nya sambil berjalan keluar rumah. Jani menatap punggung Calvin dan Juan yang menghilang di balik pintu yang Juan tutup rapat.

Juan cukup tau diri agar tidak ada orang yang melihat amarah Calvin saat ini. Dirinya yang memang bersalah sudah membuat Jani nya Bos Calvin terluka.

"Kerja apa kau ini Hah!" Juan menunduk, siap di marahi Calvin karena kelalaiannya. "Bagaimana bisa Jani terkena lemparan batu padahal kau ada di sisinya?!."

"Maaf Bos, aku bersalah." Calvin bertolak pinggang menahan amarah yang memuncak di ubun-ubun nya.

"Maaf itu mudah Juan di katakan! Tapi tanggung jawab mu menjaga Istri ku bagaimana Juan?!" Juan tidak bisa menjawab. "Kau ini seharusnya bisa menjaga Jani loh Juan. Dia kan anak yang baik, dia bukan preman yang sulit di kendalikan Juan. Kau hanya perlu menjaganya tetap aman, tidak terluka seperti sekarang!"

"Pulang kau! Jangan muncul di hadapan ku sampai aku putus kan." Juang mengangguk paham dan berlalu pergi menuruti perkataan Calvin.

Calvin kembali masuk.

"Mana Pak Supir Ku Mas?" Calvin menatap penuh amarah. Jani jadi tidak berani bicara lebih banyak melihat raut kemarahan di wajah suaminya.

"Aku dan Jani pamit. Lain kali tidak perlu menghubungi Jani saat kondisi tidak kondusif, aku harap kalian paham posisi ku.”

“Maaf kan Istriku Vin, dia hanya kebingungan.”

“Apapun alasannya, lebih baik kau hubungi aku atau Ara. Aku sudah kirimkan nomor Ara ke Mas Angga.” Calvin benar-benar tidak mau di bantah saat ini. Angga hanya mengangguk tidak bisa menyangkal.

“Ayo Jan.” Calvin mengulurkan tangannya pada Jani yang enggan sekali meninggalkan rumah Mas Angga dan mengikuti Calvin yang sedang marah-marah saja dari tadi.

“Jani pamit ya Mas, Mbak.” Jani memeluk keduanya bergantian.

Calvin tetap saja memperhatikan dirinya meski amarah di wajahnya belum juga hilang. Tatapannya masih sangat menakutkan membuat Jani enggan menatap wajahnya.

Calvin menggandeng tangannya, membukakan pintu mobil bahkan memastikan tempat duduk Jani nyaman. Sikapnya membuta Jani bingung, mana ada orang yang sedang marah bisa bersikap semanis ini.

Menurut Jani Calvin seperti orang lain saat sedang seperti ini. Jani memilih diam agar suasana cepat membaik.

“Jani sudah makan malam?” Jani menggeleng. “Kita mampir makan dulu kalau begitu.” Jantung Jani semakin berdegub tidak beraturan, bisa-bisanya suaranya begitu lembut membuat perasaan bersalahnya semakin menjadi-jadi.

Jani membuang muka, mencoba menyembunyikan matanya yang saat ini sudah berkaca-kaca tidak bisa di tahan lebih lama lagi.

“Makan di sini mau Jan?” Tanya Calvin saat sudah memasuki parkiran sebuah restoran.

Jani hanya mengangguk, dirinya masih tenggelam dalam perasaan sedih yang tidak tergambarkan.

Calvin memutar, menuju pintu Jani dan membukanya perlahan.

“Ayo sayang.”

Jani menutup wajahnya spontan, dia menangis begitu saja entah karena perasaan bersalah atau perasaan kesal dengan sikap Calvin yang bisa-bisanya tidak marah pada dirinya yang sudah berbuat onar.

Calvin tersenyum, tangannya perlahan merengkuh tubuh Jani kepelukannya. “Terimakasih sudah baik-baik saja Sayang. Maaf aku lagi-lagi tidak bisa menjaga mu dengan baik.” Ucap Calvin yang membuat isak tangis Jani semakin keras.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!