NovelToon NovelToon
Istri Siri Mas Alendra

Istri Siri Mas Alendra

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Duda / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:88.1k
Nilai: 5
Nama Author: fitTri

Istriku menganut childfree sehingga dia tidak mau jika kami punya anak. Namun tubuhnya tidak cocok dengan kb jenis apapun sehingga akulah yang harus berkorban.

Tidak apa, karena begitu mencintainya aku rela menjalani vasektomi. Tapi setelah pengorbananku yang begitu besar, ternyata dia selingkuh sampai hamil. Lalu dia meninggalkanku dalam keterpurukan. Lantas, wanita mana lagi yang harus aku percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitTri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ajakan Menikah

🌸

🌸

Ini sudah ketiga kalinya Alendra turun ke lantai bawah. Yang terakhir dia bahkan sampai ke dapur dan paviliun sekedar untuk memastikan kalau keadaan Asyla baik-baik saja. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, dan asisten rumah tangganya itu tak keluar lagi dari kamarnya sejak peristiwa ciuman mereka pada sore tadi, yang meninggalkan sedikit rasa bersalah di hatinya.

Ya, hanya sedikit karena sebagian besarnya yang dia rasakan adalah euforia. Adrenalin yang berpacu cepat dan kegembiraan luar biasa. Dan bersentuhan lagi dengan perempuan setelah perceraiannya dengan Silvia adalah hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Alendra menarik langkahnya ke arah pintu kamar Asyla. Rasanya ingin sekali dia menatap wajah itu lagi, kalau bisa tidak pernah berhenti. Ada rasa ingin memiliki yang begitu kuat di dalam dada, apalagi setelah interaksi mereka tadi sore. Sepertinya, keadaan tidak akan sama lagi setelah ini.

Bagaimana mungkin semuanya akan berjalan seperti biasa? Sebagai pembantu dan majikan pada umumnya sementara perasaan mereka sudah lebih dari itu.

Benarkah?

Dirinya yakin dengan perasaannya sendiri, tetapi Asyla? 

Adakah dia juga merasakan hal yang sama?

Alendra terdiam di depan pintu. Tangannya sudah terulur hendak mengetuk tetapi dia urungkan.

Apakah hal ini benar?

Apakah tidak akan mengganggunya?

Apa tidak akan membuatnya takut? Karena dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, wanita itu sepertinya tak akan mudah ditaklukkan.

Dan akhirnya, Alendra hanya terdiam menatap daun pintu yang tertutup rapat. Tak ada suara seolah di dalam sana tidak ada penghuninya. Bahkan ocehan Tirta yang biasanya mengisi keheningan di villa itu seperti menghilang.

Sepertinya Asyla memilih untuk menutup diri. Mungkin dia ketakutan, atau mungkin dia marah. Memangnya siapa yang tidak? Tiba-tiba saja seseorang menciummu tanpa permisi, bahkan hubungan diantara mereka pun jelas sebagai pegawai dan majikannya. Lantas apa yang akan dijadikannya alasan mengenai itu?

Ah, Alendra. Kau terlalu gegabah!

Tiba-tiba saja rasa sesal bercokol dalam dada sehingga Alendra lebih mendekati pintu. Tetapi keheningan di dalam sana membuatnya mengurungkan niat.

Sebaiknya Asyla diberi ruang waktu, dan dirinya harus berpikir ulang tentang perasaannya ini. Apakah murni dari dalam hati, atau sekedar euforia semata karena mereka hidup dalam satu atap?

Alendra pun mundur. Dia memutuskan pergi dan berencana untuk berbicara dengan Asyla besok saja. Mungkin itu lebih baik.

***

Sementara itu, di dalam keremangan kamar Asyla tampak melamun. Pikirannya melayang tak tentu arah dan perasaannya dia tak tau bagaimana. Dia bahkan tak membiarkan putrinya terbangun barang sebentar, dan akan berusaha membuatnya tidur kembali jika terjaga. Sengaja, tak ingin lamunannya tentang Alendra terganggu oleh rengekan anak itu.

Tetapi, sepertinya ada yang salah di sini. Bukankah niatnya datang ke villa ini adalah untuk bekerja? Lalu mengapa malah membiarkan sang majikan menariknya pada sesuatu yang tidak seharusnya?

Dan ciuman itu, ya Tuhan!! Kenapa harus terjadi? Kenapa pula dirinya hanya diam saja ketika Alendra mencengkramnya dalam interaksi tersebut seolah dia juga menginginkannya.

Menginginkannya?

Bukan!! Dirinya hanya terkejut.

Itu terjadi secara tiba-tiba dan tanpa diduga. Mereka bahkan tidak dalam keadaan tak sadar, bukan?

Benarkah?

Tapi … mengapa Alendra melakukan itu? Apa dia tau dampak yang ditimbulkannya nanti? Atau setidaknya untuk dirinya sendiri. Bagaimana jika besok mereka berhadapan lagi? Apa yang harus dilakukan? Dan ciuman itu … apa artinya?

Asyla menyugar rambut panjangnya dengan perasaan gelisah. Ada rasa ingin menangis, tapi dia tak tau apa yang harus ditangisi? Ingin marah juga, tapi untuk alasan apa? Tapi satu hal yang pasti, dirinya tidak bisa begitu saja menganggap bahwa apa yang terjadi tadi sore adalah hal serius.

Alendra bukanlah orang yang berasal dari tempatnya, yang menganggap interaksi seintim itu sebagai sesuatu yang sakral. Yang hanya dilakukan oleh pasangan resmi. Setidaknya bagi Asyla, begitulah menurutnya.

Tetapi majikannya tersebut adalah orang kota, yang hidup dalam pergaulan modern seperti yang sering dilihatnya di dalam drama sinetron. Mungkin hal seperti itu biasa baginya. Yang sering dia lakukan dengan siapa saja. Jangankan soal ciuman, hubungan badan saja sepertinya sudah menjadi hal lumrah di kota besar sana.

Ah, sudahlah. Ini bukan dunia dongeng, di mana seorang pangeran jatuh cinta pada pelayan wanitanya. Dunia nyata tidaklah seindah itu. 

Lihatlah hidupmu sendiri, Asyla! Padahal kamu menemukan orang yang setara, tapi perjalanan cintamu tak semulus itu. Apalagi jika dengan pak Alendra. Dia adalah langit, sementara kamu adalah lumpur di dasar laut. Kesenjangannya terlalu tinggi!

Dia mengusap wajahnya kasar. Bahkan pikirannya sudah tidak karuan meski mati-matian ditepis. Ini sudah terlalu jauh dan dirinya harus membangun tembok yang lebih tebal dan lebih tinggi agar menghindarkannya dari rasa sakit. Asyla merasa takut akan merasakan sakit.

Lalu setelah ini apa yang harus dia lakukan? Tetap di sana atau pergi menjauh? Sungguh adalah pilihan yang sangat sulit karena keduanya memiliki resikonya masing-masing.

Jika pergi, lantas dia dan Tirta akan tinggal di mana? Apalagi dengan hutang yang cukup besar itu, bagaimana bisa dirinya mengajukan untuk pergi? Bagaimana mereka hidup atau apa yang akan dilakukan untuk bisa bertahan di situasi sesulit ini?

Kabur? Tentu tidak mungkin karena akan menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.

Sementara jika tetap tinggal? Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Baru dua bulan bekerja mereka sudah seperti ini, apalagi kalau lebih lama. Bagaimana jadinya nanti?

***

Asyla bekerja dalam keheningan. Sejak subuh dia berusaha menyelesaikan semuanya. Membuat sarapan, menyiapkan bekal, kemudian meletakkan pakaian yang sudah dipesan oleh Alendra untuk dipakai pada hari itu di meja dekat pintu kamarnya, karena semula benda itu ada di ruang cuci.

Seringkali dia mengendap-endap agar langkahnya tak menimbulkan suara dan memancing Alendra untuk keluar dari kamar sebelum waktunya. Tirta bahkan dibuatnya tidur lagi sehingga dirinya bisa tetap bekerja tanpa gangguan berarti.

“Semuanya sudah siap?” Namun suara bariton itu sedikit mengejutkannya yang tengah mengepel lantai ruang tengah.

Alendra, yang sudah rapi dengan setelan jas berwarna coklat, dipadukan kemeja putih dan dasi juga sepatu hitam. Rambut klimis dan wajah berseri seperti biasa. Wangi maskulin segera memenuhi ruangan begitu si manager keuangan menuruni tangga terakhir.

“Tuhan, ciptaanmu begitu tampan!” batin Asyla yanh matanya memindai sosok Alendra yang berdiri tegap di tengah ruangan sambil membenahi pakaiannya.

“Sarapannya apa?” tanya pria itu yang menyadarkan Asyla dari lamunan.

“Ee … roti isi tuna sama salad, Pak.” Dia sedikit tergagap.

“Sepertinya enak?” Alendra segera duduk di kursinya, menyesap air putih seperti biasa kemudian menunggu.

Sedetik kemudian dia menoleh pada Asyla yang tertegun di belakang sambil memegangi alat pel.

“Kamu nggak mengambilkan saya makanannya?” Alendra berujar.

“Maaf, Pak?”

“Biasanya kamu yang mengisikan piring saya sebelum makan. Kenapa sekarang nggak?” tanya nya kemudian yang membuat Asyla teringat. 

“Oh iya, maaf.” Dia lantas mencuci kedua tangan di tempat cuci piring kemudian melangkah ke arah meja makan. Mengambilkan roti isi kemudian meletakkannya di piring Alendra. 

“Silahkan, Pak.” Lalu dia menggesernya ke hadapan pria itu.

“Kapan kamu mulai bekerja? Kok jam segini sudah siap semuanya?” Alendra melirik jam yang menunjukkan pukul setengah tujuh pagi sementara kedua tangannya yang memegang garpu dan pisau roti tengah memotong ujung sandwich tuna nya.

“Dari subuh, Pak.” Asyla menjawab dengan dada berdebar takut terjadi lagi sesuatu, dan Alendra pun dalam keadaan yang sama. Hatinya begitu riuh dan dja hampir saja beranjak untuk memeluk wanita itu.

“Kenapa subuh sekali? Memangnya mau pergi ke mana?” tanya nya lagi, masih menetralisir rasa yang terus muncul di dada.

Asyla terdiam, lidahnya terasa kelu dan dia ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya dan segera pergi.

“Oh iya, hari ini seharusnya kita belanja kebutuhan rumah, ya? Kan awal bulan?” Alendra kembali berbicara, membuat Asyla yang meneruskan pekerjaan kembali berhenti.

“Kamu mau belanja sekarang?” tanya nya lagi seraya memutar tubuh.

“Umm ….”

“Tapi besok saja lah, hari ini saya lembur.” katanya, kemudian melanjutkan kegiatan sarapan.

“Ee … Nggak apa-apa, Pak. Sepertinya saya bisa sendiri.” Asyla memberanikan diri.

“Apa?” Alendra berhenti lagi.

“Belanja nya saya bisa sendiri.”

“Ke supermarket kemarin? Memangnya bisa?” Alendra memutar kursi agar bisa melihat Asyla lebih jelas. Pasalnya, terdengar dari suaranya yang bergetar sepertinya wanita itu tidak baik-baik saja.

“Bu-bukan, ya ke pasar lah. Kalau ke tempat kemarin saya takut salah lorong.”

Alendra tertawa, “Belanjaan kita ‘kan banyak.”

“Nggak apa-apa, ada kang panggul.”

“Tapi kamu bawa Tirta?” Lalu dia bangkit dan berjalan mendekatinya, sementara Asyla mulai mundur perlahan. 

“I-iya, masa mau ditinggal?” Wanita itu tersenyum canggung.

“Hmm ….” Alendra pun berhenti saat dirasa asisten rumah tangganya itu seperti mau menghindar.

“Asyla, saya —”

“Kalau bisa sekarang aja, Pak. Sambil saya mau minta gaji. Diapers nya Tirta tinggal satu.” Asyla memotong ucapan Alendra yang seketika membuat pria itu tertegun. Namun tak lama kemudian dia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah amplop berwarna coklat.

“Ini gaji dan bonus tahun barumu, sebagian dari teman-teman kantor saya yang kemarin datang ke sini.” Lalu dia menyerahkannya pada Asyla.

“Umm ….” 

“Pak Danang bilang terima kasih karena sudah menjamu mereka waktu itu, dan sate buatanmu rasanya enak.”

Ada senyum samar yang muncul di bibir Asyla setelah mendengar ucapan Alendra, yang sejenak membuat perhatiannya sedikit teralihkan.

“Asyla, soal kemarin sore saya—”

“Bapak masih membutuhkan saya?” Lagi-lagi Asyla memotong ucapan sang majikan.

“Maksud kamu?”

“Bapak masih membutuhkan tenaga saya untuk mengurus villa ini?” tanya nya lagi, dan kali ini suaranya terdengar lebih tegas. Dia memberanikan diri untuk berbicara demi nasibnya dan Tirta di masa depan. Jika bukan dirinya yang membela diri, lalu siapa yang akan melakukannya?

“Kamu bicara apa? Tentu saja saya masih membutuhkanmu. Kalau tidak ada kamu, memangnya siapa yang akan mengurus villa ini dan … saya?”

Asyla menelan ludahnya dengan susah payah. Ini berarti, Alendra masih ingin mempertahankannya sebagai pegawai, tapi selanjutnya bagaimana nanti hubungan mereka?

“Kalau begitu, apa yang mau Bapak lakukan selanjutnya?” Asyla mulai memperjelas maksudnya.

“Kenapa kamu bicara begitu? Maksudnya apa?”

“Maksud saya, kalau Bapak masih butuh saya untuk mengurus villa ini, maka saya butuh jaminan.”

“Jaminan? Jaminan apa?”

“Jaminan kalau saya akan tetap aman dan selamat.”

“Asyla, sebenarnya —”

“Saya tau, ada hutang yang harus saya bayar sama Bapak. Tapi bukan berarti saya harus menyerahkan diri juga kan, Pak?”

“Hah?”

“Saya nggak mau bayar hutang dengan tubuh saya, dan sejak awal saya sudah menegaskan kalau saya hanya akan bekerja. Hasilnya, itu yang akan saya gunakan untuk membayar hutang. Entah mau Bapak potong dari gaji atau gimana terserah. Intinya, saya mau bayar dengan uang lagi.”

Alendra terdiam. Dia mulai mengerti arah pembicaraan ini bermuara ke mana, maka selanjutnya dia membiarkan wanita itu untuk menyelesaikan perkataannya.

“Saya mohon, saya nggak punya apa-apa lagi selain badan ini dan tenaga yang masih kuat untuk bekerja. Jadi, jangan jadikan hutang itu sebagai alasan Bapak untuk memanfaatkan saya.”

Alendra menahan napas. Wanita ini rupanya salah paham.

“Asyla, ….”

“Saya mau kok kerja apapun selama saya mampu mengerjakannya. Dan saya janji akan menjalankan tugas itu dengan baik. Tapi tolong, Pak ….”

“Asyla, sepertinya kamu salah paham.”

“Nggak, Pak. Saya cuma lagi membuat semuanya jelas, karena akhir-akhir ini kita —”

“Ini soal ciuman kemarin sore, kan?” Kali ini Alendra yang memotong perkataannya sehingga wanita itu berhenti bicara.

“Kamu pikir saya sedang memanfaatkanmu?” Dia maju lebih dekat dan hampir saja meraih tangan Asyla, tetapi wanita itu kembali mundur beberapa langkah ke belakang.

“Asyla ….”

“Berhenti, Pak!!” Asyla setengah berteriak, dan suaranya menggema memenuhi ruangan besar itu.

“Karena Bapak punya uang dan saya yang berhutang, bukan berarti Bapak bisa memperlakukan saya seenaknya begitu. Saya ini walaupun hidup di kampung dan nggak tau apa-apa, tapi nggak mau kalau diperlakukan seperti itu. Makanya saya bilang begini ke Bapak biar semuanya jelas, dan saya nggak mau kalau —”

“Kita menikah saja.” Namun kalimat itu seketika menghentikan racauan Asyla. Dia seolah membeku dan kehilangan aksara, tetapi pandangannya tetap tertuju pada sang majikan.

“Kamu tidak mau diperlakukan seperti itu, tapi saya mulai nggak bisa menahan diri, Asyla. Bagaimana kalau saya lepas kendali?”

Asyla masih terdiam.

“Saya lelaki normal, dan sudah dewasa. Kamu mengerti ‘kan apa maksudnya?”

“Umm ….”

“Jadi, daripada terjadi sesuatu yang diinginkan, eh tidak diinginkan maksudnya, lebih baik kita menikah saja.”

Asyla merasa pikirannya kosong saat ini.

“Nggak usah buru-buru, pikirkan saja dulu. Tapi jangan lama-lama juga karena saya nggak bisa nunggu juga. Kamu tau, ini semacam sesuatu yang agak sulit untuk ditunggu, jadi ….”

Asyla tampak menghembuskan napasnya dengan keras. Bukan ini yang dia inginkan, tetapi kenapa semuanya malah meleset dari rencana?

“Pikirlanlah, Syl. Hanya menikah agar kita merasa tenang. Lagipula … memangnya kamu mau terus merasa was-was seperti ini?”

“Hum?”

Alendra tersenyum.

“Kalau saya sih was-was. Hahaha.” Lalu dia tertawa. Entah mengapa dirinya mengatakan itu semua seolah segalanya mudah. 

“Pak ….”

“Kita bicara lagi nanti karena sekarang saya harus pergi.” Alendra segera menghentikan percakapan. Dia menyambar tas kerja di kursi dan tas satunya lagi yang berisi bekal. Lalu dia berjalan ke arah pintu.

“Oh iya,” Namun sebelumnya dia menghentikan langkah lalu memutar tubuh. “Sepertinya ada jadwal lembur sampai malam karena ada acara awal tahun juga, jadi nggak usah masak dan nunggu saya, ya? Hanya buat untuk kamu dan Tirta saja. Dan soal belanja, mungkin besok saja saya pulang lebih awal.” Dia tersenyum lagi, lalu meneruskan langkahnya untuk pergi bekerja, sedangkan Asyla masih tertegun di tempatnya berdiri.

“Apa-apaan itu barusan? Mengajak menikah? Dipikirnya aku bisa ditipu apa? Mana ada juragan yang mau menikahi pembantunya? Memangnya di dalam dongeng?” gerutunya sambil membuka amplop untuk memeriksa gajinya. Namun seketika kedua matanya membulat demi melihat isi di dalam, di mana lembaran uang berwarna merah itu sepertinya berjumlah sangat banyak.

“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam ….” Dia menghitung dengan hati-hati, “tiga puluh lima, tiga enam, tiga tujuh, tiga delapan, tiga sembilan, empat puluh.” Asyla terdiam lagi untuk sejenak. “Empat puluh itu artinya … empat juta! Hah?”

Lalu dia kembali menatap lembaran uang berwarna merah itu, “Empat juta?” katanya lagi kemudian berjingkrak. Seumur hidup, inilah pertama kali dia mendapat uang sebanyak itu yang merupakan hasil kerja kerasnya. Dan hal tersebut membuatnya merasa bahagia sampai-sampai dia lupa dengan kegelisahannya yang barusan.

🌸

🌸

Duiiiitttt kesini dong, kekasih aku minta duit 🙈🙈

1
Rizky Aidhil Adha
Alhamdulillah sehat maaaaakk...
baru mampir,lngsung setor 🌹🌹🌹🌹🌹
Nazwa 123 nazwa
terserah aku dong syl🥰🫣
🍁𝑴𝒂𝒎 2𝑹ᵇᵃˢᵉ🍁
duh udah ga kuat Ale baru juga semalam😅
Ray Aza
kapan ngaku ke emqk bpknya euy? kelamaan malah jd bumerang
aurel chantika
masih sore pak Al,mbok Yo ditahan dulu 🤣🤣😭
Dzulfan Ahlami
asyla yg dititpin biar diurus eh eh malah terancam nich am anak ya minta dikelonin/Tongue//Tongue//Tongue/
Zahra azkazia
kamu hebat Al, gak mau ungkit masa lalu sama perjuangan mu tentang Sivia.
di tunggu tentang ke jujuran mu ya Al tentang pernikahan mu sama Asyla, biar mama gak salah faham jika kamu bicara tentang masa depan karena semua ada Syla.
kamu ya Al bisa aja tiap ada kesempatan langsung aja ajak syla ngamar 🤭🤭
Tirta jangan bangun dulu ya kasian bapak semalaman puasa, baru bisa buka setelah villa sepi 😅😅
Bubble
ga jauh2 otak nya si Ale dri hal2 bgtuan 😂😂😂
d'she wu
maksudnya mau mukbang kamu syl 🤭
suamimu mupeng makanya buru2 ngajakin ke kamar 🤣
Djuniati 123
nunggu sampai kpn lg ale... kpn ngomong sm Bpk ibu mu tentang asyla
Endang Priya
hati" syl mas Ale lagi mode kemaruk. karna harus jg jarak SM kamu.
☠ᵏᵋᶜᶟҼɳσᵇᵃˢᵉ¢ᖱ'D⃤ ̐
mumpung sepi lagi,gasss lah Le tiada waktu untuk bercocok tanam 🤣🤣
Ruwi Yah
udah nggk tahan ya le selama ada mama papamu kamu nggk bisa meluk syla sekarang puas2in deh mau gaya apa atau berapa ronde gas keun mumpung tirta lagi tidur
May Keisya
ngode dia syla🤣🤣
Bunda Nanda
Selamat Idul Adha..Semoga Pengorbanan embe dan sapi ga sia2..
ehh....dr pd ga ngapa2in, baca novel aja,.lanjut ah double up
Warni Khairiyah
setiap ada kesempatan siAle
yeni_marhani
baru d suguhin makanan aja si Ale udah lupa keadaan sekitar
Annie Gustava
ya pak ale lebih milih ngobrol ma syila dong ketimbang tmn kecilnya. km nga tau ja kl ale dah punya istri😅so jgn coba2 deketin s ale2 lg yaa
qurro thul
alam bawah sadar Bapak Ale yg bekerja... logika nya sdh ketutup sm BuCIN
qurro thul
ooooooooooo begono tooo, modus inih si Resta
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!