Naya, hidup dalam bayang-bayang luka. Pernikahan pertamanya kandas, meninggalkannya dengan seorang anak di usia muda dan segudang cibiran. Ketika berusaha bangkit, nasib mempermainkannya lagi. Malam kelam bersama Brian, dokter militer bedah trauma, memaksanya menikah demi menjaga kehormatan keluarga pria itu.
Pernikahan mereka dingin. Brian memandang Naya rendah, menganggapya tak pantas. Di atas kertas, hidup Naya tampak sempurna, mahasiswi berprestasi, supervisor muda, istri pria mapan. Namun di baliknya, ia mati-matian membuktikan diri kepada Brian, keluarganya, dan dunia yang meremehkannya.
Tak ada yang tahu badai dalam dirinya. Mereka anggap keluh dan lemah tidak cocok menjadi identitasnya. Sampai Naya lelah memenuhi ekspektasi semua.
Brian perlahan melihat Naya berbeda, seorang pejuang tangguh yang meski terluka. Kini pertanyaannya, apakah Naya akan melanjutkan perannya sebagai wanita sempurna di atas kertas, atau merobek naskah itu dan mencari kehidupan dan jati diri baru ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lindungi Kami
Naya kini tengah menggenggam setumpuk undangan pernikahan yang telah tercetak siap disebarkan. Ini akan menjadi pernikahan yang cukup megah karena relasi dari kedua keluarga sama banyak dan terpandang, belum lagi di tambah undangan teman-teman Naya juga rekan sejawat Brian.
Terlalu banyak hingga saat melihatnya saja Naya seakan sudah kehabisan tenaga. Apalagi untuk menyebarkannya.
Untuk mempersingkat waktu, Naya pun menggunakan undangan digital pada kenalan yang berada di luar kota. Tak disangka undangan itu dengan cepat sampai kepada Alvin.
Di tengah kekalutan, ponselnya bergetar. Nama di layar membuat napasnya tertahan. Alvin.
Sejenak, Naya ragu — tapi akhirnya ia menggeser ikon hijau.
"Halo?"
Suara di seberang sana berat dan tajam. "Kita perlu bicara."
Naya menutup mata, mencoba mengatur detak jantungnya. "Tentang apa?"
"Sean. Dan pernikahanmu."
Cepat atau lambat Brian memang pasti tau, Naya sudah memperkirakan itu. Naya tak bisa menghindari lebih lama lagi. Maka kali ini dirinya akan menghadapi keadaan ini dengan berani.
Mereka bertemu di rumah Naya. Rumah yang sama saat mereka masih bersama, rumah tempat cinta dan Sean pun tumbuh disana.
Ada semburat amarah dalam sorot mata Alvin.
Naya membuka pembicaraan "Kamu nggak perlu ke sini, Vin. Kita bisa bicara lewat telepon."
"Terlalu penting untuk dibicarakan lewat telepon." Alvin nampak serius kini.
Naya menghela napas. "Kamu mau bicara apa?"
Alvin mengeluarkan ponselnya dan menunjukan undangan Naya dan Brian. "Ini maksudnya apa? Kamu benar-benar mau nikah sama dia?"
"Ya," jawab Naya mantap, meskipun hatinya bergetar.
"Siapa dia ? Kenapa begitu tiba tiba Naya ?"
"Brian. Dia Kakaknya Lisa."
"Ahh jadi waktu itu, waktu kamu pergi lama untuk seminar kamu diam diam bertemu dia Naya?"
"Dia yang rawat aku waktu aku sakit disana." Naya berusaha menutupi kenyataan yang sebenarnya.
"Lalu kamu terpana ? Apa karena dia kaya ? Mapan ?"
"Aku bukan orang kaya gitu. Kamu juga tau !"
"Hah omong kosong. Semua juga bisa berubah kalau di hadapkan dengan harta, gelar dan jabatan Naya. Termasuk kamu. " Ucap Alvin tajam.
Mata Naya tak bisa berbohong, rasanya sangat sakit.
"Aku kurang apa Nay ? Aku coba memperbaiki semuanya. Demi Sean, demi kamu. Aku kira kita bisa balik lagi kaya dulu. Bisa besarin Sean sama sama. Tapi kenapa ? Kenapa kamu milih orang lain buat bareng sama kamu ? Bahkan aku aja gak pernah terpikir buat cari pengganti kamu Nay !" Ucap Alvin yang kini mulai menitikan air mata.
Naya menatap Alvin dengan mata yang berusaha tenang meski dadanya bergejolak. “Kamu nggak punya hak buat bicara soal pilihanku. Aku udah lama bukan istrimu.”
“Tapi kamu masih ibu dari anakku!” Alvin membalas cepat, suaranya bergetar. “Sean juga urusanku, dan pernikahanmu bakal berdampak ke dia.”
Naya menghela napas, mencoba menjaga nada suaranya tetap stabil. “Aku nggak pernah pisahin Sean dari kamu. Aku selalu biarin kamu ketemu dia kapan aja. Kamu tau itu.”
Alvin menggeleng, tertawa kecil penuh kepedihan. “Kamu pikir semua sesederhana itu? Kamu mau dia panggil Brian 'ayah'? Kamu mau dia lihat aku cuma seperti tamu dalam hidupnya?”
Naya terdiam. Pertanyaan itu memukulnya.
Alvin melangkah lebih dekat. “Aku ayah Sean, Nay. Bukan Brian.”
“Brian nggak pernah mau gantiin kamu jadi ayah Sean,” balas Naya pelan. “Dia cuma… dia cuma berusaha ada buat kami.”
“Berusaha ada?” Alvin mencibir. “Baru kenal hitungan minggu dan kamu udah percaya dia?”
Naya meremas jemarinya. “Aku nggak butuh waktu bertahun-tahun buat ngerti seseorang.”
Alvin terkekeh sinis. “Oh, jadi aku yang bertahun-tahun sama kamu nggak berarti apa-apa? Aku yang nemenin kamu dari nol, yang bangun rumah ini sama-sama, itu nggak ada artinya?”
Naya menunduk, hatinya ngilu. Kenangan itu masih membekas, tapi kenyataan berkata lain. “Aku dan kamu udah selesai.”
“Buat kamu, iya.” Alvin menarik napas tajam. “Tapi buat aku, belum.”
Naya membeku.
"Aku belum bisa terima ini, silahkan kalau kamu mau lanjutkan dan paksakan Nay. Tapi aku pastikan, aku bakal ambil Sean suatu saat dari kamu. Kalau aku kehilangan kamu, kamu juga harus rasain kehilangan yang sama !" Alvin bangkit, bahkan tanpa berpamitan pada Sean. Alvin meninggalkan semua dengan penuh amarah dan dendam.
Seketika jantung Naya berdegup kencang, ketakutan yang tak pernah terbersit dalam pikirannya. Tak ada dalam bayangannya Alvin akan menentangnya sekeras itu. Ya segala kesibukan membuat Naya mengesampingkan kemungkinan lain dari pernikahnnya yang mendadak.
Dengan tangan bergetar Naya berusaha menghubungi Brian. Sungguh harga diri dan ego nya ingin menghalangi tangannya untuk menekan tombol panggil. Namun rasa ketidak berdayaannya dan kasih saya pada Sean mengalahkan itu.
Lama panggilan terhubung namun tak kunjung diangkat, sampai Naya hampir menekan tombol akhiri, durasi panggilan muncul.
" Halo " Terdengar suara dari ponsel Naya.
" Kak Brian ? "
" Hmm .. "
" Tidak sibuk ? Bisa saya bicara sebentar ? "
" Apa ? "
Beberapa detik Naya tak menjawab, hanya terdengar suara isakan.
" Sekali ini saja, tolong saya. "
" Kenapa ? "
" Setelah menikah, bawa saya dan Sean ke Ibu Kota. Saya berjanji apapun yang Kak Brian inginkan dari saya, akan saya penuhi. Saya akan mengabdikan seluruh hidup saya untuk Kak Brian. Tapi tolong pastikan saya dan Sean tidak dipisahkan. "
" Memangnya siapa yang mau misahin kamu ? " Brian mengerutkan keningnya, seingatnya tak pernah sekalipun mempermasalahkan Sean.
" Alvin. Dia ancam akan mengambil Sean. Saya mohon Kak lindungi kami. "
Brian tak menjawab ..
" Kak Brian, saya mohon .. "
" Baiklah. Besok saya akan jemput kalian. Sampai hari pernikahan tiba, kalian bisa tinggal di rumah kami. Dan saya akan tinggal di apartemen. "
" Terimakasih Kak, terimakasih banyak. " Naya menghapus air matanya lega.
Naya merasa meminta perlindungan pada orang yang tepat. Nyatanya Brian memang punya kekuasaan untuk melakukannya. Semoga kali ini lelaki yang satu ini tidak mengkhianati kepercayaannya. Pikir Naya