Cerita ini adalah sekuel dari BOSS GILA KU, jadi biar mengerti alurnya mending baca dulu aja BOSS GILA KU.
"Aku gak benci sama kamu, aku cuma gak mau ada sangkut pautnya sama kamu. Apapun itu." Rena
"Tapi aku mau dan aku akan bikin kamu terus tersangkut sama aku." Roby
Rena seorang gadis manis nan polos, belum pernah berpacaran. Namun hatinya kini terpaut pada sosok sang ASISTEN kepercayaan boss tempatnya bekerja. Pria misterius yang sikapnya sulit ditebak, sampai dimana peristiwa membuatnya membenci dan menjauhi pria itu.
Roby sang ASISTEN yang memiliki latar belakang keluarga suram, masa lalu yang rumit dan suram harus dia jalani semasa remaja. Hingga dia bertemu dengan pemilik RENS CORP dan menjadikannya asisten kepercayaannya.
Roby harus kembali berurusan dengan masa lalu dan orang-orang yang membuat hidupnya berantakan.
Bagaimana kelanjutan kisah cinta R couple, mampukah menghadapi lika-liku peliknya percintaan.
Area 21+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andriana vhe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dasar licik
Malam itu juga mereka kembali ke Jakarta, karena Roby tidak punya banyak waktu untuk bergerilya secara bebas. Roby harus menyiapkan kuping cadangan untuk mendengarkan ungkapan cinta yang sangat menyayat hati dari bossnya itu.
Itu adalah bonus akibat dia kabur dengan seenaknya tanpa menampakan wajah terlebih dulu.
Semenjak Asgar sudah menetap bekerja bersama Morens, dia memilih menyewa sendiri sebuah apartemen yang lebih kecil. Karena dia yakin, suatu saat Roby akan membawa Rena kesana.
Kini mereka sudah tiba di halaman parkir apartemen yang ditempati oleh Roby, Rena tampak gugup begitu keluar dari mobil tersebut. Roby mengambil alih Kafka di tangannya, dan Rena menarik koper miliknya.
Sepanjang perjalanan menuju unit apartemen, beberapa pasang mata memperhatikan Rena yang ber berjalan dengan Roby dan terlihat membawa seorang bayi. Roby yang melihat arah tatapan orang yang menatap Rena dengan tatapan aneh itu, langsung menggenggam tangan Rena dan tersenyum seraya mengatakan, jangan khawatir ada aku disini.
Seketika Rena menjadi sedikit tenang dengan perlakuan Roby, begitu masuk kedalam lift yang akan membawa mereka ke lantai dimana unit apartemen Roby berada, Roby merangkul bahu Rena dan berkata.
"Jangan hiraukan mereka, percaya saja padaku."
Rena hanya mengangguk menanggapi ucapan Roby, dia masih sedikit canggung dengan situasi ini. Bagaimana dia bisa tinggal bersama Roby tanpa suatu ikatan yang jelas?, bagaimana bila mereka tau yang sebenarnya?, apa mereka akan mencemoohnya dan mengatakan dirinya sebagai wanita murahan?. Entahlah!, dia juga bingung.
Tibalah mereka didepan unit apartemen Roby, dia menekan pascode untuk membuka pintu tersebut.
"Ingatlah, pascode ini. Kau pasti akan mudah mengingatnya." ucap Roby sambil memperlihatkan angka yang dia tekan.
Rena memperhatikan susunan angka yang ditekan oleh Roby, lalu diapun tersadar.
"Itukan tanggal lahir ku!."
"Kamu pintar sayang." Roby mengecup pipi Rena, yang mana membuat wanita itu marah sekaligus malu.
"Jangan panggil sayang gitu ih, aku merinding tau." protes Rena yang sebenarnya merasa malu.
"Anggap aja latihan, biar kamu biasa."
"Ngapain latihan?, emang kita mau apa?" tanya Rena dengan tatapan aneh.
"Udah yuk masuk." Roby menarik tangan Rena untuk membawanya masuk.
Begitu masuk dan pintu ditutup, Rena menatap sekeliling ruangan yang ada disana. Sangat familiar dan standar untuk ukuran seorang pria, namun juga terlihat sangat rapi.
"Kamu bilang ada ART disini!, tapi kok ini sepi!" tanya Rena yang tak melihat kehadiran siapapun di dalam.
"Bu Rika datang 2 hari sekali untuk membersihkan tempat ini, tapi sekarang karena kamu disini, aku akan suruh dia datang setiap hari pas aku kerja. Begitu aku sampai rumah, dia boleh pulang." jawab Roby sambil meletakkan Kafka di kamar tamu yang sudah dibersihkan bu Rika, sebelum berangkat ke Jakarta, Roby menghubungi bu Rika untuk memintanya mempersiapkan kamar tamu.
"Trus aku tidur dimana?"
"Bareng sama aku diatas." Roby menjawab asal dan keluar kembali dimana Rena berada.
"Loh kamu bilang kita beda kamar."Rena berdiri dihadapan Roby dengan berkacak pinggang.
"Aku emang bilang kita beda kamar, tapi tidurnya tetap sama aku." Roby menggoda Rena yang sudah terlihat ingin marah.
"Tuh kan kamu mah licik, kamu pasti mau ngerjain aku kan."
"Siapa yang mau ngerjain kamu, kamunya aja yang gak tanggap sama omongan aku." kilah Roby.
"Tuh kan bener kan, udah ah aku mau pulang lagi."
Rena berjalan hendak menuju ke kamar tamu dan membawa Kafka pergi, namun baru beberapa langkah Rena merasakan tubuhnya yang dipeluk erat dari belakang oleh Roby.
"Kamu mau kemana?" tanya Roby sambil bicara tepat ditelinga Rena.
Rena berusaha melepaskan diri dari dekapan hangat tubuh Roby, dia takut akan terlena oleh pelukan nyaman itu dan membuat dia sulit untuk lepas dari belenggu Roby nantinya.
"Lepas ah aku mau bawa Kafka pulang."
"Pulang kemana?, inikan rumah kamu." Roby bicara seraya menciumi leher Rena pelan.
Rena menggeliat merasakan geli karena ulah Roby.
"Awas ah jangan kaya gini, kamu mah tukang bohong." Rena berkata dengan sedikit keras.
"Ssst, jangan berisik. Kamu gak berubah ya, tetap bawel. Tapi itu yang bikin aku rindu sama kamu." Roby bicara begitu pelan tepat ditelinga Rena, lebih tepatnya mirip seperti bisikan dan rayuan.
"Kalau gitu lepas gak!"
Roby membalikkan tubuh Rena menghadap padanya.
"Jangan berisik, ntar Kafka bangun. Aku cuma bercanda kok." Roby meletakkan jari telunjuknya di bibir Rena.
Rena menatap Roby yang sama-sama sedang menatapnya, tak ada ucapan apapun diantaranya. Hanya keterdiaman yang terjadi diantara mereka, masing-masing saling mencoba memahami perasaan yang mereka punya saat ini melalui tatapan mata.
Roby perlahan mendekatkan wajahnya pada wajah Rena, kemudian Roby menarik Rena agar lebih merapat padanya dan mendekap tubuh mungil itu. Rena seakan terhipnotis oleh tatapan mata Roby, dia hanya menuruti kemauan Roby. Rena bahkan memejamkan matanya, saat Roby mulai mengecup keningnya.
Kecupan itu turun mengenai hidung mungil Rena, lalu beralih ke kedua pipi Rena. Hingga akhirnya sampailah Roby mengecup bibir tipis itu, kecupan yang awalnya hanya melepaskan kerinduan. Kini berubah menjadi ciuman, saat Rena mulai membalas tautan bibir itu.
Mereka saling mencecap bibir dan merasakan kehangatan. Mereka sama-sama menyalurkan kerinduan dan hasrat yang selama ini terpendam karena ego masing-masing.
Ciuman itu semakin memanas ketika tak sengaja Rena mengeluarkan suara kenikmatan dari bibirnya. Roby mengangkat tubuh Rena tanpa melepaskan tautan bibir mereka, Roby mengaitkan kedua kaki Rena pada pinggangnya, kemudian dia duduk di sofa bersama Rena yang ada dipangkuan.
Roby mulai mencecap leher jenjang milik Rena, seraya tangannya tanpa sadar menyusup kedalam kaos milik Rena.
"Emmph." Suara Rena terdengar di telinga Roby, saat dirinya menggigit pelan leher Rena seraya meninggalkan petunjuk penjelajahan disana.
Roby mengusap punggung Rena secara langsung tanpa halangan dari pakaian, karena tangannya yang sudah menjalar bebas di dalam pakaian Rena.
"Roby aku ahh..." Rena mendesah saat tangan Roby meremas bukit asri milik Rena disertai ciuman panasnya di bibir mereka.
Hasrat yang sudah di ubun-ubun itu harus berhenti saat mereka mendengar suara tangisan Kafka dari dalam kamar.
Rena langsung tersadar dan melepaskan tautan bibir mereka, dia sangat malu melihat posisi dan tampilannya saat ini. Buru-buru dia turun dari pangkuan Roby dan berjalan menuju kamar Kafka dengan sedikit tergesa.
"Jangan ikutin aku." Hardik Rena saat melihat Roby yang sudah bangkit dan hendak menyusul dirinya.
Bukan apa-apa, tapi Rena merasa marah sekaligus kesal pada dirinya sendiri, yang selalu tidak bisa menolak sentuhan dari Roby. Dia merasa dirinya seperti wanita gampangan saat ini, yang dengan mudahnya di rayu oleh Roby yang berusaha dia hindari mati-matian.
"Kenapa?" tanya Roby dengan tatapan sendu.
Dia yakin saat ini Rena pasti marah padanya. Padahal kenyataannya Rena juga menikmati kegiatan mereka tadi, dia bahkan sempat mendengar Rena mendesah yang hampir membuat Roby lepas kendali dan tidak dapat menahan hasratnya.
"Aku bilang enggak, ya enggak." jawab Rena menoleh sesaat dengan tatapan tajamnya.
"Maaf."
"Udah diem, aku lagi gak mau denger omongan kamu." hardik Rena.
Bagai kucing yang tertangkap saat mencuri ikan, Roby diam saja saat mendapat hardikkan dari Rena. Dia tidak mau menambah masalah dengan mendebat Rena.
Karena saat ini fokusnya adalah, mendapatkan kepercayaan dan hati Rena lagi. Jadi, kalau sampai dia membuat Rena kesal, otomatis perjuangannya semakin jauh dan sulit untuk bisa bersama dengan keluarga kecilnya itu.
Sedangkan Rena mengunci pintu kamar tamunya bersama Kafka di dalam, Rena mengutuk dirinya yang bisa-bisanya menikmati bahkan membalas apa yang dilakukan Roby tadi. Dia bahkan mendesah seraya menikmati itu semua.
Dia benar-benar merasa malu untuk bertemu Roby saat ini, entah apa yang dipikirkan lelaki itu. Pasti dia berpikir, Rena adalah wanita munafik. Karena mulutnya mengatakan tidak, tapi tubuhnya mengatakan sebaliknya, bahkan merespon dengan sangat bagus.
Sungguh penghianatan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap hatinya
...----------------...
...----------------...
...----------------...
Yo Senin Senin, jangan lupa jamunya. Othor tunggu Lo ya ya ya ya.
Maaf ya, cerita ini memang beralur lambat. Beda dengan Boss Gila Ku, jadi mohon mengerti karena setiap cerita memiliki konsep tersendiri.
Ada yang menekankan ceritanya pada akhir cerita, ada yang menekankan cerita pada awal cerita, dan ada juga yang dibuat maju mundur. Jadi tolong jangan disamakan ya.
Maaciw.
Next
👏👏👏👏
💪💪💪💪💪💪