Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Tindakan Arum benar-benar kelewatan. Dia tak memandang kalau Aini adalah istri Arjun yang sah.
"Tante, jangan sok jagoan. Kenapa malah mengusir Aini. Dia istriku, gak punya salah apa-apa sama Tante!" Arjun dengan tegas membela Aini.
"Tapi dia..."
"Arum, kamu itu kenapa. Baru datang langsung marah-marah gak karuan. Aini, duduk di sini sayang. Nenek tahu, kalau ini bukan salah kamu. Bu Rara udah menjelaskan, kalau kamu pengen makan mangga muda ya. Ah, cicitku sepertinya haus," kata Zeta begitu lembut.
"Arjun, selamat ya. Sebentar lagi kamu bakal jadi Ayah. Paman turut berbahagia. Karena itu artinya, Paman juga akan menjadi seorang kakek," timpal Rama tak kalah bahagianya.
"Terima kasih banyak, Paman. Mungkin ini keinginan anakku yang meminta ayahnya untuk mencicipi mangga muda, hahaha."
"Itu artinya, kalian berdua sangat menyayangi calon bayi kalian," kata Zeta ikut tertawa.
Aini hanya tersenyum. Hanya Arum yang masih tampak masam. Belum puas rasanya bila belum menghukum Aini.
"Baru aja hamil segitu, bayi kamu udah banyak permintaan. Apalagi kalau udah keluar nanti. Bisa-bisa ia meminta belanjaan satu mal!" sindir Arum sinis.
"Apa salahnya. Arjun kan punya mal, nanti balik nama jadi nama Aini ya," tukas Zeta semangat.
"Iya, Mah. Ini cucu pertama kita, harus dijaga dengan ketat. Kita juga harus memberikan yang terbaik untuk ibu dan anaknya nanti," usul Rama tak mau kalah.
Arum nampak sewot, merasa diabaikan oleh suami dan mertuanya. Kebencian terhadap Aini semakin besar, bagaikan api yang tersiram bensin.
"Memangnya kalian gak curiga apa. Kalau bayi yang dikandung Aini itu bukan anak Arjun. Masa baru menikah, udah hamil gitu aja!"
"Tante, saya pernah salah. Makanya saya cepat-cepat menikahi Aini. Sebagai bentuk tanggung jawab, supaya nanti bayi kami lahir tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya," papar Arjun membela istrinya.
"Kamu benar, Arjun. Aini, kamu udah enakan. Coba bilang sama nenek. Sekarang, kamu mau makan apa lagi?" tanya Zeta tersenyum.
"Uhm, aku cuma mau makan mangga muda aja, Nek. Semoga aja, bayi ku gak minta apa-apa lagi setelah ini," jawab Aini mengusap perutnya.
"Bagus, itu tandanya kamu sadar diri. Cuma bikin susah aja!" tukas Arum ketus.
"Arum, bisa diam gak. Aini hamil kamu yang sewot. Wajar kok dia mau makan apa aja. Namanya juga ngidam. Dulu, hamil suamimu juga pengen banget makan yang asem. Itu namanya bawaan orang hamil. Kamu mana pernah merasakan. Kan kamu gak pernah hamil!"
Bukan main kesalnya Arum. Dia memang tak bisa mengandung. Rahimnya tak subur. Makanya dia tidak memiliki keturunan.
Berbagai cara sudah dilakukan. Tapi gaya hidupnya sendiri yang telah merusak tubuhnya. Mengkonsumsi alkohol, merokok, serta sering begadang. Hal itu dilakukannya sewaktu masih belum menikah dengan Rama.
Namun ia tak mau disalahkan. Lagi-lagi Rama menjadi korban keegoisannya. Pria baik itu selalu dimanfaatkan oleh Arum demi kepentingan pribadinya.
Apalagi saat ini, gadis yang begitu dibencinya menjadi pusat perhatian. Kasih sayang Zeta dan Rama beralih padanya. Harusnya, Arjun menjadi suami putri angkatnya. Agar segala kekayaan yang dipunyai pria itu jatuh ke tangannya sendiri.
"Arjun, kalian kan sudah menikah. Kapan dong mau mengadakan resepsi di keluarga kita?" tanya Zeta.
"Iya, Jun. Semua rekan bisnis juga harus tahu, kalau kamu sekarang sudah punya istri. Gak lagi dibilang pria jomblo," timpal Rama terkekeh.
"Ah, masalah itu tergantung istriku saja, Paman. Kondisinya masih lemah. Aku gak mau kalau dia sampai sakit," sahut Arjun melirik Aini.
"Iya juga sih. Yang terpenting saat ini, Aini harus kuat dan sehat. Banyak istirahat ya sayang. Jangan lupa, makan yang bergizi. Biar cicit nenek selalu sehat."
"Iya, Nek. Makasih banyak atas perhatian kalian. Aku senang sekali, mendapatkan keluarga yang begitu baik dan tulus sama aku," jawab Aini terharu.
"Kamu gak usah sungkan, sayang. Nenek malah lebih senang kamu mau menikah sama Arjun. Dia ini selalu gila kerja, sampai lupa ingin menikah. Beruntung ada kamu. Akhirnya dia gak sendiri lagi."
Aini tersenyum seraya melirik suaminya. Seharusnya ia yang beruntung. Kebaikan dari keluarga Arjun membawanya dalam perlindungan dan juga kenyamanan. Dia dimanja bak putri raja.
Sedangkan waktu masih bersama keluarganya, Aini selalu di sisihkan. Semua hanya memberikan kasih sayang pada Sakira saja. Bahkan saat pacarnya diambil oleh saudaranya, tak ada satupun yang mau membelanya.
Sekarang, dia seolah mendapatkan durian runtuh. Meski bukan itu yang ia harapkan. Namun setidaknya, Tuhan begitu sayang padanya. Hingga memberikan suami dan juga pihak keluarganya yang begitu menyayanginya sepenuh hati.
.
"Apa, mereka ngomong seperti itu sama Mama?" teriak Briana keras.
"Iya, sayang. Bahkan Papa kamu juga gak membela Mama sama sekali. Semuanya hanya mementingkan Aini si gadis sialan itu. Mentang-mentang dia lagi hamil. Dia dianggap seperti ratu saja," ujar Arum kesal.
"Ya gak masalah dia mau hamil. Tapi gak harus menghina kekurangan Mama kan. Aku gak akan biarkan si Aini itu menang dari kita. Enak aja dia bisa jadi istri si Arjun."
"Hm, kamu benar. Kita harus melakukan sesuatu. Oh ya, Mama ingat sekarang. Aini kok gak pernah membicarakan tentang keluarganya ya. Apa dia gak punya orang tua lagi?"
"Iya juga ya, Ma. Kalau begitu, kita cari tahu saja asal usul gadis tidak tahu itu. Mama serahkan saja sama aku."
Briana meminta bantuan pada seseorang untuk mencari tahu tentang kehidupan Aini sebelum menikah dengan Arjun. Wanita itu begitu penasaran, siapa sebenarnya sosok yang sudah berhasil menjadi saingannya itu.
Karena ia merasa, Aini kalah jauh dibandingkan dirinya. Yang cantik, seksi dan juga pintar di atas ranjang. Pria mana yang tidak mungkin tergoda dengan parasnya.
"Saya sudah berhasil mendapatkan informasi tentang gadis bernama Aini. Nama lengkapnya adalah Anggraini. Dia pernah bekerja di perusahaan Pak Arjun sebagai staf administrasi."
Semua data mengenai Aini tercatat lengkap di sebuah map. Briana dan Arum sangat puas dengan hasil kerja mata-mata itu.
"Ternyata, si Aini memiliki ibu tiri dan juga saudara satu Ayah. Sayangnya, dia tidak pernah dihargai. Bahkan pacarnya saja memutuskan hubungannya karena lebih memilih saudaranya itu," kata Briana membaca catatan yang ditinggalkan oleh orang suruhannya.
"Artinya, dia memiliki hubungan yang tidak baik dengan keluarganya. Pantas saja, dia tak pernah mau pulang ke rumah orang tuanya," imbuh Arum dengan tawa sinis.
"Betul, Mah. Malah nih, si Aini mau dijodohkan sama keluarganya sama pria yang seumuran ayahnya. Kasihan banget sih kamu, Ai. Di rumah suamimu, kamu seperti ratu. Tapi di keluargamu, kamu itu cuma babu," tawa Briana mengejek.
"Sekarang, kita tahu kelemahan Aini. Dan Mama punya rencana yang pantas untuk mempertemukan Aini dan keluarga tercinta," cetus Arum dengan seringai licik.
Kedua wanita ini pun segera bergerak. Tentu saja untuk menjauhkan Aini dari suaminya. Agar tak ada satupun penghalang, yang bisa mencegah mereka untuk berkuasa di kediaman Arjun dan Zeta.
Bersambung...
