Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tipu muslihat
Segera ku pegang tangan mas Rama, jangan sampai dia terpengaruh oleh iblis itu lagi.
"kau apa kau kesini!" ucapku datar. Pasalnya pintu rumah juga tertutup, sepertinya ibuku tak memperbolehkan dia masuk.
"aku mau menjemput suamiku, ayo mas kita pulang!" ucapnya seraya menatap mas Rama.
Ku pegang erat tangan kakak ku ini, tidak boleh. Dia tidak boleh lagi pergi ke rumah iblis itu.
"mas Rama tidak akan kemana-mana, dia akan tetap di sini."
" siapa kau mengatur ku, dia itu suamiku. Sudah seharusnya dia pulang, kau tau sudah berapa hari kalian membawanya?"
Aku tersenyum tipis, maju beberapa langkah hingga aku berhadapan langsung wanita pemuja siluman ini.
"kau tidak usah menutupi lagi Sinta, mas Rama adalah target kalian yang ke sembilan. Kau dan ibumu sudah meracuni kakak ku, bahkan kalian sudah memasukkan racun ke tubuhnya, sama seperti yang kalian lakukan pada pak Karto. Jadi jangan berlagak bodoh di sini."
" tutup mulutmu Laras,"
" plak, plak! " aku yang sudah kepalang tanggung langsung memberikan nya dua tamparan. Ingin rasanya ku jambak rambut jeleknya itu, huuuuh menjengkelkan sekali dia ini.
"awww," ucapnya sembari melirik mas Rama yang masih diam.
"mas dia menampar ku," ucapnya lagi sok manja.
Mas Rama yang hendak mendekat langsung di tahan oleh Galuh.
"ingat pesan kyai Mustofa mas," ucap Galuh dengan suara tertahan.
" kalian telah mempengaruhi suamiku! " teriaknya. Aroma tak sedap langsung menyergap hidung ku, dan aku yakin mas Rama dan yang lainnya juga merasakan bau ini.
"pergilah Sinta, aku akan segera mengurus perceraian kita." ucap mas Rama tiba-tiba.
Terkejut, sudah pasti. Aku tidak menyangka kakakku itu langsung mengambil langkah besar.
"cerai katamu mas?"
Mas Rama langsung mendekat, tak lupa tangan Galuh masih bertengger di lengan kakak ku tersebut.
"iya, aku sudah tau semua kebenarannya. Aku yang tulus mencintaimu sampai melawan adik dan ibuku, tapi ternyata di balik semua itu balasan yang ku dapat kau malah dengan tega menumbalkan ku pada siluman itu."
Deg, aku yakin jantung Sinta sialan itu pasti bergemuruh. Nampak dari raut wajahnya. Sekarang dia bisa apa, mas Rama sudah ingin berpisah dengannya.
"tidak mas, aku tidak mau!" teriaknya.
"tutup mulutmu, nafas dan tubuhmu bau sekali. Dari ini saja sudah cukup membuktikan kalau kau dan ibumu masih bersekutu dengan siluman itu."
Wow, amazing sekali kakak ku tersebut. Sekarang kau paham kan Sinta, siapa lawan mu yang sebenarnya.
Sinta yang tanpa malu langsung menubruk mas Rama, namun di luar dugaan dia langsung menjauh karena tangannya merasa tersengat saat menyentuh kalung pemberian kyai Mustofa.
"awwww, apa yang kau kenakan itu mas!" ucapnya sedikit takut.
" tak perlu kau tau, sekarang pulanglah. Masalah ini akan ku selesaikan secepatnya."
Namun lagi dan lagi Sinta langsung menggelengkan kepalanya, matanya tampak berkaca-kaca seolah tak terima dengan semuanya.
"pulanglah mbak, di sini bukan tempatmu." ucap Bowo menatap iba sang kakak.
Namun, Sinta tak menghiraukan nya. Dia lantas berjalan mendekat pada mas Rama.
"aku tidak mau kau ceraikan mas, aku tidak mau. Saat ini aku tengah mengandung anakmu, bagaimana mungkin aku memisahkan antara anak dan bapaknya."
Mas Rama yang mendengar ucapan Sinta langsung terkesiap. Seolah tak percaya dengan pa yang di katakan wanita itu.
"kau yakin itu anak kakakku?" ucapku seraya melipat tangan di dada.
"mengapa kau tanya begitu? Mas Rama itu suamiku, jelas tentu dialah bapak dari anak yang ku kandung."
Mau terbahak rasanya mendengar ucapan bodoh dari wanita sialan ini. Padahal dia juga bercinta dengan siluman itu, dan besar kemungkinan anak yang di kandung nya adalah anak siluman tersebut.
"Tidak mungkin secepat itu kau hamil Sinta, bahkan aku masih ingat kita hanya melakunya dua kali. Itupun oleh mu tidak boleh buang di dalam." sahut mas Rama.
Hahahaha rasakan Sinta, kali ini kakak ku tidak bisa lagi kau bodohi.
"jangan bicara begitu mas, dia ini adalah anakmu. Darah dagingmu." ucapnya setengah histeris.
Dasar perempuan bebal, masih saja berkilah. Aku yang sudah geram segera mencengkram tangan Sinta dengan kuat. Dan aku tidak perduli dia mau histeris atau tidak aku tidak perduli.
"lepaskan!" teriaknya.
"tidak akan, sebelum kau pergi dari sini."
" aku tidak akan pergi dari sini sebelum suamiku ikut dengan ku! " teriaknya sembari meludahi ku.
Untungnya aku cepat menghindar, kalau tidak gak kebayang baunya seperti apa.
"beraninya kau meludahi ku!" teriakku seraya menguatkan cengkraman ku.
"lepaskan!" teriaknya melengking.
Tanpa kami sadari pintu rumah terbuka ternyata ibuku, sepertinya dia terusik oleh suara ribut-ribut ini.
"loh, kalian sudah pulang?"
Mas Rama dan yang lainnya langsung mendekat pada ibu, bersalaman dengan wanita hebat itu.
"kau masih di sini Sinta?" ucap ibu bingung.
" aku mau membawa suamiku pulang! "teriaknya.
" mulutmu bau sekali, bisa tidak jangan berteriak. Dasar bangke!" teriakku gantian, udah tau mulutnya bau malah pakai teriak segala.
Ku hempaskan dengan kuat tangan yang cengkram tadi, aku kira Sinta akan jatuh rupanya hanya terhuyung ke belakang.
"apa tadi kau bilang? Membawa Rama pulang?" ucap ibu seraya melirik menantu nya tersebut.
"tolonglah kau pakai otakmu sedikit, ibu mana yang tega melihat anak nya sudah di tergetkan menjadi tumbal. Mengapa harus Rama, mengapa bukan kau saja yang menjadi tumbal."
Mak jleb rasanya, si Sinta masih tidak percaya, ibuku mampu berkata seperti itu. Dia belum tau siapa ibuku yang sebenarnya.
"sekarang lebih baik kau pulang, jangan sampai aku turun tangan menyeret mu keluar dari halaman rumah ini." Sentak ibuku lagi.
Sinta yang sudah tersudut di sini tak mampu lagi berkata apa-apa lagi. Berjalan menjauh dari kami dengan wajah menunduk, siapapun yang tidak tau duduk masalahnya pasti akan iba melihatnya, tapi tidak dengan kami.
Setelah jauh dari pandangan ibu langsung mendekat pada kami, memindai mas Rama dari atas hingga bawah.
"kau sudah sehat nak?"
Mas Rama mengangguk, kemudian ibu langsung memeluk anak sulungnya tersebut.
"Alhamdulillah, akhirnya kau selamat dari mereka nak." ucap ibu melepaskan pelukannya.
Kemudian menyuruh kami untuk masuk ke dalam rumah, dan seketika langsung menutup pintu rumah.
Ya di sinilah kami, duduk di atas karpet ruang tengah, tampak ibu menghela nafas berulang kali lalu melihat kami semuanya.
"sudah dua malam ini Sinta berada di sini."
" dua malam?" ucap ku spontan.
" benar, bahkan selama dua malam itu dia tidak tidur dan makan. Tapi yang anehnya, kalau malam dia melayang-layang mengitari rumah, seperti mencari sesuatu."
" Dia mencari mas Rama buk," sahutku.
"dugaan ibu juga seperti itu, dia bukan manusia Rama tapi iblis."
Mas Rama seketika mendongak, lalu memegang erat tangan ibu.
"maafkan Rama ya Bu, tak mendengar nasehat ibu. Seandainya tidak ada Laras mungkin nasib Rama akan sama seperti pak Karto."
" iya nak, berterima kasih juga pada mereka, merekalah yang membawamu pada kyai Mustofa hingga bisa sehat begini." ucap ibu seraya melihat kami semuanya.