Aruna adalah seorang perawat di poli psikiater yang bekerja bersama sahabat lamanya, Dirga — seorang dokter psikiater . Persahabatan mereka yang telah terjalin sejak SMA berlanjut hingga dewasa, bahkan keluarga mereka pun saling mengenal dekat. Namun kehidupan Aruna berubah ketika ia mulai menerima teror misterius dari seseorang yang terus mengintainya. Ketakutan membuatnya mencari perlindungan pada Dirga tanpa berani menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Di tengah tekanan batin itu, keduanya juga menghadapi desakan orang tua masing-masing untuk segera menikah.
Dalam kebingungan dan rasa terdesak, Aruna dan Dirga akhirnya sepakat menikah. Bagi Dirga, pernikahan itu hanyalah cara memenuhi keinginan keluarga. Namun bagi Aruna, keputusan itu menyimpan alasan tersembunyi . Seiring waktu, Dirga mulai melihat sisi lain dari Aruna: trauma, luka, dan rahasia masa lalu yang membuatnya hancur dalam diam.
Akan kah Cinta akan menyatukan mereka atau mungkin akan memisahkan keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Penolakan
“Alex, kamu sama pengasuh dulu ya,” ucap Nadya lembut, memanggil pengasuh Alex yang duduk tak jauh dari mereka.
“Mama Alex kan masih mau sama Om Baik. Lagian Om Baik juga mau jadi papanya Alex,” ucap anak kecil itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“Iya… tapi Mama perlu ngomong dulu sama Om Baik, nggak apa-apa kan?” jawab Nadya berusaha tetap tenang, membelai rambut anaknya.
Alex mengangguk pelan. Ia menurut, lalu berjalan bersama pengasuhnya keluar dari restoran.
Bima menatap kepergian Alex, lalu kembali menoleh pada Nadya yang kini memandangnya dengan sorot mata tajam.
“Maaf, Bim. Tapi kalau maksud kamu mendekati anak aku untuk ini, lebih baik kamu nggak usah ketemu Alex lagi,” ucap Nadya, suaranya tegas namun bergetar. Ia berdiri, menenteng tasnya, bersiap pergi.
Namun Bima segera menahan tangannya.
“Tolong dengerin aku dulu, Nad. Aku nggak mau kehilangan kesempatan lagi untuk memiliki kamu. Sudah cukup rasanya bertahun-tahun aku memendam ini semua.”
Mata Bima berkaca-kaca, tapi tatapannya tetap lembut, penuh kesungguhan.
“Aku nggak maksa kamu untuk nerima aku. Aku cuma pengen kamu tahu kalau ada aku—yang selalu ingin memiliki kamu.”
Ia menarik napas, suaranya semakin pelan namun jujur.
“Dan soal kedekatan aku dengan Alex… awalnya, iya, aku memang berpikir untuk mendekatinya supaya bisa lebih dekat sama kamu juga. Tapi setelah aku menghabiskan waktu sama anak kamu, rasa sayang aku nggak pura-pura, Nad. Aku benar-benar menyayangi Alex. Aku ingin terus bersama dia, menjadi ayah yang dia banggakan.”
Kata-kata itu membuat air mata Nadya akhirnya jatuh tanpa bisa ia tahan. Ia menepis air matanya cepat-cepat, lalu perlahan melepaskan genggaman tangan Bima.
“Makasih, kamu udah jujur sama aku. Tapi kita terlalu berbeda, Bim. Kamu bisa menemukan perempuan yang jauh lebih baik dari aku,” ucapnya lirih. Nadya lalu berbalik, berjalan cepat menyusul Alex.
Bima hanya bisa menatap punggung Nadya yang menjauh. Helaan napas berat lolos dari bibirnya. Ia kembali duduk di kursinya, menatap kosong ke arah meja yang kini terasa dingin dan sepi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Siang itu, begitu tiba di rumah sakit, Dirga langsung mencari keberadaan Aruna. Di tangannya ada tentengan berisi makanan dan satu wadah besar es krim yang ia beli khusus. Ia menelusuri setiap sudut poli psikiater—dari ruang tunggu, meja resepsionis, hingga lorong belakang—namun Aruna tak juga ia temukan.
Baru ketika ia berbalik, sosok itu muncul bersama Maya, keluar dari toilet sambil bercengkerama kecil. Wajah Aruna tampak lebih segar, sedikit tersenyum saat berbicara dengan sahabatnya.
Dirga menatap pemandangan itu dengan senyum tipis. Ia segera menghampiri.
“Gue nyariin lo dari tadi,” ucapnya santai, seolah tidak ada apa pun yang terjadi di antara mereka semalam.
Maya melirik curiga ke arah Dirga yang membawa paper bag besar dan ember es krim ukuran keluarga.
“Lo mau ngapain, Ga? Mau jualan?” tanyanya, setengah menggoda tapi juga heran.
Dirga tersenyum tipis. “Yang pastinya nggak seperti yang lo kira.”
Tanpa menjawab lebih lanjut, ia menggenggam tangan Aruna, lalu menariknya pelan menuju ruangannya.
“Dirga!” seru Maya spontan, tapi langkah mereka sudah terlalu cepat. Maya hanya bisa menghela napas kesal sambil menatap pintu ruangan yang kini tertutup rapat.
Klik.
Begitu pintu terkunci, Dirga buru-buru meletakkan semua bawaan di atas meja.
“Duduk,” katanya singkat.
Aruna menatapnya bingung, tapi tetap menuruti.
“Lo ngapain sih, Ga?” tanyanya sambil mengerutkan kening.
Dirga menatapnya dalam, suaranya pelan namun tegas.
“Sedang melewati batas,” ucapnya.
Aruna terdiam sesaat. Ia mencoba menebak maksud Dirga, tapi tidak menemukan arti di balik kalimat itu.
“Maksud lo apa, Ga?” tanyanya lagi dengan nada hati-hati.
Dirga melangkah mendekat. Sorot matanya tak berpaling sedikit pun dari wajah Aruna.
“Gue akan jadi suami sungguhan lo kali ini,”ucapnya lantang tanpa keraguan.
.
.
.
Bersambung.
...****************...
EPILOG
Malam itu, setelah pertengkaran hebat dengan Aruna, Dirga kembali ke rumah sakit dengan langkah berat. Lorong rumah sakit sudah sepi, hanya suara dengung lampu neon yang menemani pikirannya yang kacau.
Tanpa menunda, ia menuju ruang pengawasan CCTV. Jari-jarinya bergerak cepat di keyboard, memutar ulang rekaman dari siang tadi. Di layar, sosok pria paruh baya muncul, mengenakan masker hitam dan jaket tebal. Gerak-geriknya tenang, terlalu tenang untuk seseorang yang membawa sesuatu sekeji itu.
Dirga memperbesar gambar. Sekilas, matanya seperti pernah ia melihat ada sesuatu yang terasa familiar, tapi pikirannya menolak untuk menebak. Ia langsung menekan tombol kirim dan mengirim potongan rekaman itu ke temannya yang bekerja sebagai detektif kepolisian.
✉️Dirga: “Gue mau lo cari tahu siapa orang ini sebenarnya. Sekarang.”
📩Detektif: “Gampang. Gue kirim hasilnya begitu ketemu.”
✉️Dirga: “Gue butuh sekarang, Reza. Ini penting.”
📩Detektif: “Siap. Tunggu tiga puluh menit.”
Waktu berjalan lambat. Dirga keluar dari ruang CCTV dengan napas berat, menatap layar ponselnya berkali-kali. Hingga akhirnya, notifikasi pesan masuk muncul.
📩File Received: Data Investigasi – [Confidential Police Record]
Tangannya sedikit bergetar saat membuka berkas itu. Di layar terpampang foto wajah pria yang sama, kali ini tanpa masker. Di bawahnya tertera data resmi dari kepolisian:
Nama: Darwin Hartono
Usia: 54 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki
Status: Warga sipil — alamat terdaftar: Jl. Merpati No. 7, Jakarta Selatan
Catatan: Pernah dilaporkan dalam kasus penipuan dan di penjara selama 5 tahun .
Dirga terdiam. Pandangannya terpaku pada layar, napasnya tercekat.
Kedua tangannya mengepal tanpa sadar.
“Pantas aja gue ngerasa kenal...” suaranya bergetar.
Tatapannya mengeras, rahangnya menegang.
“Ternyata… dia ayah tirinya Aruna.”
...~Ayah Tiri Aruna ~...
Terima kasih sudah membaca bab ini hingga akhir semuanya. jangan lupa tinggalkan jejak yaa, like👍🏿 komen😍 and subscribe ❤kalian sangat aku nantikan 🥰❤