NovelToon NovelToon
Pemburu Para Dewa

Pemburu Para Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Akademi Sihir / Harem / Elf
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ex_yu

Mati sebelum kematian, itulah yang dirasakan oleh Jeno Urias, pria usia 43 tahun yang sudah lelah dengan hidupnya. keinginannya hanya satu, mati secara normal dan menyatu dengan semesta.

Namun, Sang Pencipta tidak menghendakinya, jiwa Jeno Urias ditarik, dipindahkan ke dunia lain, Dunia Atherion, dunia yang hanya mengenal kekuatan sihir dan pedang. Dunia kekacauan yang menjadi ladang arogansi para dewa.

Kehadiran Jeno Urias untuk meledakkan kepala para dewa cahaya dan kegelapan. Namun, apakah Jeno Urias sebagai manusia biasa mampu melakukannya? Menentang kekuasaan dan kekuatan para dewa adalah hal yang MUSTAHIL bagi manusia seperti Jeno.

Tapi, Sang Pencipta menghendaki Jeno sebagai sosok legenda di masa depan. Ia mendapatkan berkah sistem yang tidak dimiliki oleh siapa pun.

Perjalanan panjang Jeno pun dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ex_yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33. Ketika Kesombongan Bertemu Kekuatan Absolut.

Bab 33. Ketika Kesombongan Bertemu Kekuatan Absolut.

Suara tawa riang memecah keheningan yang menyelimuti Lembah Lethe bagaikan sinar mentari yang menembus kabut tebal. Lima sosok berlari keluar dari balik pepohonan raksasa yang telah menjadi saksi bisu pertempuran dahsyat. Mereka adalah Rinka, Ren, Kael, Toma, dan Doru. Wajah mereka berseri penuh kegembiraan, mata berbinar melihat sosok yang telah lama mereka rindukan.

"Kak Jeno!" seru mereka bersamaan, suara mereka bergema di lembah yang masih dipenuhi asap dan aroma darah.

Jeno Urias merasakan beban berat di dadanya terangkat seketika. Tim Serigala Pemburu, teman barunya, masih hidup dan selamat. Mereka tidak melarikan diri seperti pengecut, melainkan bersembunyi dengan cerdik dari amukan Skorax Wyvern dan para prajurit Kerajaan Lumina yang mereka benci dengan sepenuh jiwa.

Dari balik pohon-pohon purba yang batangnya selebar rumah, kelima anggota Tim Serigala Pemburu telah menyaksikan seluruh pertempuran dengan mata penuh kepuasan yang gelap. Mereka melihat bagaimana para prajurit berseragam emas-putih Kerajaan Lumina bertumbangan bagaikan daun gugur, tak mampu menghadapi satu ekor pun Wyvern. Setiap jeritan kesakitan, setiap tubuh yang terhempas, adalah musik manis di telinga mereka, seperti balasan untuk segala penindasan yang pernah mereka rasakan.

Namun kemudian, sesuatu yang mustahil terjadi di hadapan mata mereka. Jeno Urias, seorang pria muda yang mereka kagumi, berdiri tenang di tepi tebing. Tangannya yang kuat menggenggam bola kristal Lingkup Penahanan Jiwa yang berkilau seperti bintang jatuh. Matanya yang tajam menatap langit di mana puluhan Skorax Wyvern mengitari langit dengan gerakan yang kini menjadi patuh.

Kalung Tabut Ketaatan yang melingkari leher setiap Wyvern berkilau dengan cahaya keemasan yang hipnotis. Koneksi mental Jeno dengan artefak kuno itu bagaikan benang-benang tak kasat mata yang mengikat jiwa-jiwa buas dalam kendalinya. Satu per satu, makhluk-makhluk yang tadi mengamuk dengan napas api dan cakar mematikan itu berubah menjadi berkas cahaya spektral, terhisap ke dalam bola kristal di tangannya.

Pertunjukan ini seperti sihir tingkat dewa, sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan bisa disaksikan mata fana. Para bangsawan Kerajaan Lumina yang masih hidup terduduk lemas di dasar lembah, mulut mereka ternganga, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Kekuatan yang baru saja mereka saksikan melampaui segala pemahaman mereka tentang sihir dan kekuatan dunia.

Yang pertama sadar dari keterpakuan adalah Amelia Silverleaf, Penyihir Agung Tingkat 3 yang rambutnya perak sudah kusut dan jubah elegannya robek di sana-sini. Dengan suara yang bergetar, ia berkata, "Jeno Urias... Putri Eleanor Cedric Guinevere ingin berbicara dengan Anda."

Putri Eleanor berdiri dengan susah payah, darah mengalir dari luka di pelipisnya. Namun ia tetap berusaha mempertahankan postur bangsawan, dada dibusungkan, dagu terangkat, mata biru safirnya memancarkan otoritas seorang Paladin dan pewaris tahta Kerajaan Lumina. Meski pakaian perangnya compang-camping dan rambut acak-acakan, ia masih berusaha menjaga wibawa di hadapan pria yang baru saja menyelamatkan hidup mereka semua.

Jeno menatap Amelia dengan pandangan dingin yang bisa membekukan darah. Sikapnya yang sombong, cara ia berbicara seolah-olah Jeno adalah bawahan yang bisa diperintah sesuka hati, membuat amarah menggelora di dalam dada pria itu.

"Putri Eleanor tidak pantas kutemui," ucap Jeno dengan suara pelan namun menusuk seperti belati. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seperti petir yang menyambar di siang bolong. "Bahkan jika para dewa turun dari kahyangan dan memohon kepadaku, aku tidak akan mengindahkannya."

Seketika keheningan yang mencekam hati setiap orang. Angin berderak pelan di antara daun-daun, seolah alam sendiri terkejut dengan keberanian luar biasa yang baru saja dipertontonkan.

Wajah cantik Putri Eleanor yang biasanya bercahaya seperti bulan purnama, kini menggelap bagaikan langit yang akan badai. Kesombongannya yang telah dipupuk sejak lahir sebagai pewaris kerajaan, runtuh dalam sekejap mata. Di sampingnya, Sir Kaiden dan Lady Mireille, dua Kesatria Suci yang selalu angkuh, terdiam dengan wajah memerah, campuran antara malu dan marah yang membara.

Dan kemudian... tawa.

Tawa keras dan menggelegar memecah kesunyian. Luna Urias, dalam wujud aslinya sebagai Lupharion si Serigala Perak Bercula satu, mengangkat kepalanya dan tertawa terbahak-bahak karena mengganggap ekspresi wajah mereka seperti orang bodoh. Suaranya bergema di seluruh lembah seperti guntur yang mengguncang bumi.

"Kalian tidak tahu malu!" seru Luna dengan suara yang menggetarkan jiwa. "Seharusnya kalian berlutut dan berterima kasih kepada penyelamat kalian, bukan bersikap seenaknya seperti tuan kepada budak!"

Baru saat itulah Amelia Silverleaf merasakan darahnya membeku. Lupharion, binatang suci yang dahulu kala pernah menghancurkan Kerajaan Babylon hanya dalam satu malam, menjadikan kota megah itu reruntuhan dalam sejarah. Jika makhluk seperti itu mendampingi Jeno, maka menghancurkan Kerajaan Lumina adalah hal yang lebih mudah dari menginjak semut.

Dalam hatinya, Amelia telah merancang skenario yang indah. Dengan hadirnya Putri Eleanor yang cantik dan berpengaruh, tentu saja Jeno Urias akan terpikat dan bersedia menjadi pengawal kerajaan. Kekuatan luar biasa pria itu akan menjadi senjata ampuh untuk menghadapi ancaman-ancaman masa depan. Namun kenyataan berkata lain dan sangat jauh dari ekspektasinya.

Luna mengepakkan sayap peraknya yang luas, menciptakan angin kencang yang membuat jubah-jubah para bangsawan berkibar dramatis. Ia terbang menghampiri Tim Serigala Pemburu yang berkumpul tidak jauh dari para prajurit yang terluka, dan Jeno melompat tinggi dan dengan anggun duduk punggungnya.

"Berlutut dan patuh kepada Kerajaan Lumina!" teriak Putri Eleanor dengan suara yang parau namun penuh otoritas. Tatapan matanya tajam melihat Lupharion terbang di atas kepalanya. "Jika tidak, aku sebagai Paladin yang mewakili Raja Cedric akan memberikan hukuman yang setimpal!"

Ancaman itu bagaikan memercikkan minyak ke dalam api yang berkobar.

ROARRR!

Luna meraung dengan suara yang mengguncang langit dan bumi. Aura sihir yang sangat kuat memancar dari sekujur tubuhnya, gelombang energi murni yang membuat setiap makhluk hidup di lembah itu gemetar ketakutan. Para bangsawan dan prajurit merasakan lutut mereka melemas, beberapa bahkan jatuh tersungkur karena tak sanggup menahan tekanan spiritual yang luar biasa.

BOOM!

Jeno melompat dari punggung Luna dan mendarat keras di hadapan para prajurit. Tanah bergetar hebat akibat hentakan kakinya, menciptakan retakan-retakan kecil yang menjalar ke segala arah. Para prajurit terpental bagaikan mainan, bahkan keempat bangsawan itu harus berjuang keras agar tidak terhempas.

Tim Serigala Pemburu yang menyaksikan pemandangan itu tertawa dengan kepuasan yang mendalam. Tawa mereka penuh ejekan dan balas dendam, melihat para bangsawan sombong yang selama ini menindas mereka kini gemetar ketakutan. Mereka mendekati Luna yang baru mendarat dengan anggun di samping Jeno, mata mereka berbinar melihat sosok yang mereka kagumi menunjukkan kekuatan sejatinya.

Jeno melangkah perlahan menuju Putri Eleanor. Setiap langkahnya membuat tanah berguncang, setiap derap kakinya seperti dentuman drum perang yang menandakan kematian. Tatapannya tajam dan dingin, seperti predator yang melihat mangsa lemah yang masih berusaha menggeram dengan sia-sia.

Tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada putri mereka, para prajurit tanpa perlu komando segera membentuk formasi pertahanan. Perisai besi berkilau terangkat, tombak-tombak runcing teracung, sebagian prajurit menghunus pedang dengan tangan yang bergetar. Mereka tahu ini adalah perlawanan sia-sia, namun kesetiaan dan kehormatan mengharuskan mereka berdiri di antara putri dan kematian.

Sir Kaiden dan Lady Mireille, meski luka-luka akibat serangan Wyvern belum sembuh dan darah masih menetes dari berbagai bagian tubuh mereka, berdiri gagah di belakang barisan prajurit. Sebagai Kesatria Suci yang telah bersumpah melindungi kerajaan dengan nyawa mereka, mereka tidak akan mundur meski menghadapi kematian yang pasti.

Ketika Jeno perlahan mengangkat tangan kanannya, Amelia Silverleaf yang pernah merasakan dahsyatnya pukulan pria itu langsung bergerak dengan panik.

"Berhenti!" teriaknya sambil berdiri di depan Jeno . Segala kesombongannya lenyap seketika, tergantikan oleh ketakutan murni. "Saya mohon maaf! Kami mohon maaf atas ketidaksopanan kami!"

Emosi Jeno sedikit mereda melihat permohonan itu. Namun matanya yang tajam masih menatap setiap bangsawan yang ada di sana dengan pandangan penuh perhitungan. Ia tahu bahwa sikap sombong para elite sulit diubah, sebab mereka sudah terlalu lama dimanja oleh kekuasaan dan privilese. Tapi ia memiliki cara untuk membuat mereka mengerti.

Suaranya yang dalam dan menggema terdengar bagaikan putusan takdir ketika ia berkata, "Jika sekali lagi aku melihat kalian bersikap sombong, menindas rakyat kecil, atau bertingkah seolah kalian adalah dewa-dewa kecil di dunia ini..." Ia berhenti sejenak, membiarkan ancamannya meresap. "Aku akan memerintahkan Lupharion memimpin seluruh Skorax Wyvern untuk menghancurkan Kerajaan Lumina hingga tak tersisa batu di atas permukaan tanah."

Matanya menyipit berbahaya, dan kata-kata terakhirnya keluar seperti bisikan maut yang menusuk jiwa: "Camkan itu."

Angin bertiup pelan di Lembah Lethe, membawa aroma darah dan kehancuran. Dan di tengah keheningan yang mencekam itu, semua orang tahu bahwa apa yang mereka dengar bukan ancaman kosong, melainkan sebuah janji yang pasti akan ditepati.

1
strivee
sampah najis ktl bnhgst bertele2tlrplr
black swan
...
Kang Comen
Udh OP malah gk bisa terbang ????
Situ Sehat ??!
Kang Comen
lah mkin trun jauh kekuatan nya....
Buang Sengketa
masih pingin baca petualangan excel 😁
Stra_Rdr
kerennnn🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!