NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:804
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Setelah beberapa puluh menit penuh suara panci berdenting dan bumbu-bumbu yang hampir tumpah, akhirnya Yura dan Ardhan keluar dari dapur sambil membawa hasil masakannya.

“Silakan dinikmati, hasil karya dua koki paling absurd abad ini,” ucap Ardhan penuh gaya, meletakkan piring di meja.

“Pakai sambutan segala,” cibir Febi, tapi tetap meraih sendok.

“Dari tampilannya sih... lumayan,” komentar Hana sambil mengendus pelan.

“Coba aja dulu,” ucap Rizki, langsung mencicipi tumisan sayur.

Beberapa detik kemudian... mereka semua terdiam.

Yura langsung menatap mereka penuh harap. “Kenapa? Aneh ya?”

Aldin berhenti mengunyah, lalu perlahan mengangguk. “Enak... surprisingly enak.”

“Serius?” tanya Yura tak percaya.

“Lo pikir gue bohong?” Aldin menyendok lagi.

“Wah, ini tumisannya mantap sih,” tambah Hana.

“Kayaknya rasa enaknya datang bukan dari bumbu... tapi dari cinta,” celetuk Rizki sambil memonyongkan bibir ke arah Ardhan dan Yura.

“Geli!” seru Febi refleks, tapi tetap makan dengan lahap.

Yura dan Ardhan hanya saling pandang lalu tertawa, mereka pun ikut makan siang yang terlambat karena drama mereka sendiri.

“Gue harus akui, kalian berdua bisa juga ternyata. Cuma... dapurnya nanti tolong dirapihin ya, kayak habis perang barusan,” kata Hana sambil menunjuk ke arah dapur.

“Tenang kan ada kalian,” ucap Yura sambil menunjuk ke arah mereka berempat.

“Lah kita lagi yang kena,” kata Febi tak kuasa hati.

Ruang tengah kembali dipenuhi tawa dan obrolan hangat, makanan habis perlahan, tapi suasana nyaman itu terasa utuh, tak hanya dari rasa makanan, tapi dari cerita, tawa, dan chemistry yang tak bisa disembunyikan lagi.

...****************...

Sekitar jam empat sore, Ardhan bersiap-siap untuk pamit.

“Gue balik dulu, ada kerjaan yang belum kelar,” ucap Ardhan sambil berdiri.

Yura memanyunkan bibirnya, sedikit kecewa, tapi tetap mengangguk. “Iya...”

“Jangan gitu dong, besok juga bisa ketemu lagi,” ujar Ardhan sambil tersenyum, lalu melambaikan tangan.

“Iya...” Yura ikut melambaikan tangan, menatap punggung Ardhan yang perlahan menjauh dan menutup pagar rumah.

Begitu Ardhan benar-benar pergi, Yura berbalik masuk ke dalam dan langsung disambut dengan tawa teman-temannya.

“Dih, yang lagi kasmaran,” goda Febi sambil menyenggol lengan Yura.

“Hari ini ceria banget, kemarin wajahnya kayak abis kehilangan sandal,” timpal Hana sambil tertawa.

“Biarin ah,” jawab Yura santai.

Aldin yang dari tadi duduk santai, akhirnya angkat suara. “Jadi lo udah tau siapa cewek di rumah sakit itu?”

Yura mengangguk pelan. “Iya, itu sepupunya. Katanya, sepupu itu hamil tapi pacarnya gak mau tanggung jawab. Terus keluarganya nyuruh Kak Ardhan yang tanggung jawab demi nama baik keluarga.”

“Serius?” tanya Hana, memastikan.

“Serius. Dan kak Ardhan juga tegas nolak buat tanggung jawab atas kesalahan orang lain. Setelah itu baru gue ngerti... dan bisa nerima dia lagi,” jelas Yura.

“Tapi ya ampun, sikap lo ke dia masih galak banget,” ujar Rizki, setengah bercanda.

Yura nyengir. “Gak tau kenapa, refleks aja.”

“Kak Ardhan tuh udah cinta berat. Gimanapun sikap Yura, tetap aja dia sabar,” ucap Febi sambil geleng-geleng.

“Fix,” sahut Hana singkat.

Sesaat kemudian, mereka terdiam, fokus pada layar TV yang menayangkan film ringan.

Namun begitu iklan snack muncul, Yura langsung nyeletuk, “Eh, besok kotak snack-nya beli di mana ya?”

Yang lain hanya melirik sekilas, tidak langsung merespons.

Yura mengangkat bahu, tak ingin memaksa. Tapi beberapa menit kemudian, Hana mengangkat ponselnya sambil menunjukkannya ke Yura.

“Ini gimana? Toko ini lengkap, ada macam-macam jajanan juga,” kata Hana.

Yura menatap layar dan mengangguk. “Boleh juga, banyak pilihannya. Harganya lumayan masuk akal.”

Febi dan Aldin ikut mendekat melihat. “Oke juga sih,” kata Rizki singkat.

“Bisa pesan gak?” tanya Rizki.

“Bentar, gue hubungin dulu,” jawab Hana sambil menjauh sebentar untuk menelpon toko tersebut.

Tak lama kemudian Hana kembali bergabung ke ruang tengah sambil memainkan ponselnya. “Eh mereka gak bisa terima pesanan kalau diambil pagi banget, minimal jam sembilan baru bisa diambil katanya. Sedangkan kita jam delapan udah ada yang mulai,” ucap Hana dengan nada kecewa.

“Yah... gimana dong?” tanya Febi.

“Kesana langsung aja, kita beli kuenya yang bisa tahan,” saran Hana cepat.

“Ayo!” Yura langsung semangat berdiri.

“Lah, balik dah tuh semangatnya,” celetuk Febi sambil menahan tawa.

“Biarin!” balas Yura dengan nada santai, senyum kecil terlukis di wajahnya.

Tanpa banyak bicara, mereka semua langsung bergerak bersiap-siap. Suasana rumah yang tadi ramai mendadak jadi sibuk.

“Pake mobil lo aja ya?” tanya Hana sambil membuka pintu kamar Yura.

“Iya, mobil gue aja,” jawab Yura dari dalam, masih mencari kaos kaki.

“Kuncinya di mana?”

“Ada di atas meja, kayaknya,” jawab Yura agak ragu.

Hana pun kembali ke ruang tengah, dan benar saja, kunci mobil tergeletak di atas meja kecil di dekat sofa.

“Ketemu!” seru Hana sambil mengangkat kunci dan langsung menuju luar untuk memanaskan mobil Yura.

Beberapa menit kemudian, semuanya sudah siap dan masuk ke dalam mobil. Yura duduk di samping Hana yang menyetir, sementara yang lain duduk di belakang dengan penuh semangat bercanda sepanjang perjalanan.

“Awas kalo nanti lo ngebut, Han. Gue trauma,” kata Aldin sambil pegang pegangan pintu.

“Gue bukan Febi, santai aja,” balas Hana.

“Eh! Kenapa jadi gue?” protes Febi dari belakang, disambut tawa seisi mobil.

Di perjalanan, mereka mampir sebentar di minimarket untuk beli air mineral. Setelah itu langsung tancap gas menuju toko kue yang mereka lihat sebelumnya.

Sesampainya di toko, suasana cukup ramai tapi masih terkendali. Etalase kaca dipenuhi aneka kue dan roti yang menggoda.

“Oke... kita bagi tugas. Febi dan Yura bagian pilih kue, Rizki dan Aldin bantuin bawain, gue bagian lihatin dan bayar,” komando Hana seperti manajer logistik profesional.

“Enak aja tinggal lihat doang,” celetuk Aldin sambil berkacak pinggang.

“Tadi kan gue udah nyetir,” timpal Hana. Aldin pun tidak bisa berkata-kata.

Setelah sekitar tiga puluh menit memilih dan mencocokkan harga, mereka akhirnya sepakat membeli beberapa jenis kue kering, brownies potong, dan roti manis yang diklaim tahan beberapa hari.

“Tolong sekalian kotak snack-nya ya, Kak,” ucap Hana kepada karyawan toko.

“Baik Kak. Sebentar ya, kami siapkan dulu,” jawab karyawan toko dengan ramah, lalu masuk ke bagian dalam toko.

Sambil menunggu, mereka duduk di bangku kecil dekat kasir, saling melempar komentar soal pilihan kue yang tadi hampir bikin mereka debat panjang.

Tak lama, kotak-kotak dan snack pesanan mereka selesai disiapkan dan diserahkan oleh karyawan toko. Setelah memeriksa ulang dan membayar, mereka keluar dari toko dan berjalan menuju mobil dengan wajah puas.

“Selesai satu urusan,” kata Hana lega, sambil menyalakan mesin mobil.

Baru saja mesin menyala, Febi berseru dari kursi belakang, “Eh, mampir beli es krim dulu dong!”

“Okeeyy!” sahut Hana dan Yura kompak, membuat yang lain ikut tertawa.

“Gue mau yang cone?” ucap Aldin memilih.

“Gue yang gratis,” ucap Rizki menimpali, membuat mobil kembali riuh oleh tawa.

Mereka pun meluncur santai ke minimarket terdekat, menikmati sore hari yang macet dengan tawa dan canda.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!