Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.
Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.
Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.
Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Rindu Pulang
"Apa yang akan kamu lakukan dengan Parman, Dek Ayu?" Tanya Raden Mas Mahesa.
Sore itu, setelah berkunjung ke makam, Raden Mas Mahesa bersama istrinya mampir ke sebuah taman yang berada tak jauh dari pemakaman.
"Raden Mas bisa bantu aku?" Tanya Anaya.
"Apa yang kamu butuhkan?"
"Tolong keluarkan Ibu Kang Parman dari rumah Paman Cokro." Pinta Anaya.
"Kenapa kamu malah mau membantu Parman?" Selidik Raden Mas Mahesa.
"Supaya dia tak tersiksa. Dia pasti bingung harus berbuat apa, wajar jika ia memilih untuk menyelamatkan ibunya." Jawab Anaya.
"Apa yang dia katakan belum tentu benar, kan? Bisa jadi itu hanya alasannya saja." Sergah Raden Mas Mahesa.
"Raden Mas..." Anaya meraih tangan suaminya dan menggenggam lembut tangan itu.
"Aku tau seperti apa Kang Parman. Aku juga tau bagaimana rasa sayangnya pada Ayah dan padaku. Aku yakin kalau dia tidak berbohong tadi." Jawab Anaya dengan lembut.
"Kamu yakin, Dek Ayu?" Raden Mas kembali bertanya.
"Aku yakin, Raden Mas." Jawab Anaya tanpa ragu.
"Baiklah kalau begitu, aku akan berbicara dengan Parman dan mencoba mengeluarkan Ibunya dari rumah Cokro." Ujar Raden Mas yang berusaha mengabulkan keinginan istrinya.
Setelah acara kirim doa empat puluh hari untuk mendiang Ayah Anaya di gelar, malam itu Raden Mas Mahesa izin untuk menemui Bara. Ada banyak hal yang harus ia diskusikan dengan Bara. Sebelum meninggalkan kota ini.
Bara, salah satu sepupu dari pihak Gusti Ayu yang berhubungan sangat dekat dengan Raden Mas Mahesa. Sejak kecil mereka bersekolah di tempat yang sama hingga SMA.
Berbeda dengan Raden Mas Mahesa yang penurut, Bara memiliki jiwa yang selalu ingin bebas. Ia memilih untuk tidak melanjutkan kuliah dan merantau ke kota tempatnya saat ini yang kebetulan adalah kota yang sama dengan tempat tinggal Anaya.
Di kota ini, Bara mulai membangun bisnis. Berawal dari menjadi body guard seorang crazy rich berkat kemampuan bela diri yang luar biasa, perlahan ia mulai membangun agensi body guard yang berkembang cukup pesat.
Banyak orang - orang kaya bahkan dari luar kota yang sering menyewa jasa body guard dari agency miliknya. Sayangnya, keluarganya menentang pekerjaannya dan menganggap Bara sebagai preman yang tak memiliki adab.
Hanya keluarga Kanjeng Gusti lah yang masih terus berhubungan baik dengan Bara, bahkan turut mendukung bisnis yang di tekuni oleh Bara.
"Kamu yakin akan memenuhi keinginan Raden Ayu?" Tanya Bara pada sepupunya.
Mereka berdua sedang berada di Camp Agensi Body Guard milik Bara.
"Mau bagaimana lagi? Raden Ayu memang terlalu baik." Jawab Raden Mas Mahesa.
"Kalau ternyata dia berbohong demi menyelamatkan diri?."
"Itulah yang aku pikirkan. Tapi aku merasa ucapannya kemarin benar - benar tulus, sorot matanya pun berbeda. Lagi pula, istriku begitu yakin." Kata Raden Mas Mahesa.
"Apa kita mau selidiki dulu?" Tawar Bara.
"Memang sebaiknya begitu. Aku akan selidiki dulu kebenarannya." Jawab Raden Mas Mahesa.
"Lalu, bagaimana dengan Paman dan Sepupu - Sepupu Raden Ayu?."
"Aku akan menghancurkan mereka semua terutama Cokro. Mereka sudah meremehkan peringatanku." Jawab Raden Mas Mahesa dengan sorot mata yang berapi - api.
"Jangan khawatir, aku akan membantumu. Aku suka bermain dengan bajingan - bajingan rakus seperti mereka." Ucap Bara dengan semangat.
"Kita mulai dengan menghancurkan bisnis milik Cokro." Ujar Raden Mas Mahesa yang langsung di setujui oleh Bara.
Malam sudah larut saat Raden Mas Mahesa kembali ke rumah Ayah Anaya.
"Assalamualaikum." Lirihnya ketika memasuki kamar yang ia tempati bersama istrinya.
Tak ada jawaban dari Anaya, namun ia melihat istrinya yang tertidur dengan posisi duduk di sofa.
"Astaghfirullah, Dek Ayu." Ujar Raden Mas Mahesa sambil menghampiri istrinya.
Raden Mas Mahesa memandangi wajah damai istrinya yang sedang terlelap. Wanita yang selalu di intai bahaya saat ia datang ke tempat kelahirannya. Padahal tak ada yang ia inginkan selain melepas rindu di sini.
Raden Mas Mahesa meraih tubuh istrinya dan menggendongnya menuju ke pembaringan.
"Raden Mas, kapan pulang?." Tanya Anaya yang terbangun saat Raden Mas Mahesa membaringkannya di ranjang.
"Baru saja, Dek Ayu. Kenapa sampai tidur di kursi, hm?" Tanya Raden Mas Mahesa sambil membelai - belai rambut hitam yang lebat milik istrinya.
"Aku kira tidak akan ketiduran saat menunggu Raden Mas pulang." Jawab Anaya.
"Aku kan sudah bilang kalau akan pulang larut. Lain kali, tidur saja duluan ya, Sayang. Gak perlu menungguku pulang kalau aku pulang terlambat." Ujar Raden Mas Mahesa yang di jawab anggukan oleh istrinya.
...****************...
Sudah satu minggu berada di kota, Raden Mas Mahesa nampak sibuk mengurus banyak hal terkait dengan permintaan istrinya. Tentu ia tak sendiri, ada Bara dan Raka yang selalu sigap membantu.
Jaka sendiri sudah keluar dari rumah sakit sejak tiga hari lalu dan sekarang sedang beristirahat di rumah Anaya untuk memulihkan kondisinya.
Sore itu, Anaya duduk sendirian di taman yang menjadi spot favoritnya untuk bersantai. Entah mengapa, Anaya justru rindu pulang ke desa. Ia rindu rasa aman, nyaman dan tentram yang ia dapatkan di desa Tirto Wening.
Ia jadi semakin rindu kala Ibu dan Ayah mertuanya melakukan panggilan vidio dengannya beberapa menit yang lalu. Mereka bertiga mengobrol dengan begitu akrab dan hangat, bagai anak dan orang tua kandungnya.
"Kok sendirian di sini, Dek Ayu? Melamun lagi." Tanya Raden Mas Mahesa yang tiba - tiba mengecup pipinya.
"Eh, Raden Mas. Raden Mas kapan pulang?." Tanya Anaya.
"Baru saja, lalu mencarimu yang ternyata ada di sini." Jawab Raden Mas Mahesa yang kemudian duduk di sebelah istrinya.
"Bagaimana dengan Ibunya Kang Parman?." Tanya Anaya.
"Alhamdulillah, mereka sudah berkumpul. Bara juga sudah membawa mereka ke tempat yang kamu tunjukkan. Mereka juga akan bekerja di Pabrik milik sahabat mendiang Ayah." Jelas Raden Mas Mahesa.
"Alhamdulillah. Terima kasih banyak, Suamiku." Ucap Anaya yang merasa senang sekaligus lega.
Sebelum memutuskan untuk membantu Parman, Raden Mas Mahesa tentu sudah menyelidiki dan membuktikan kebenaran pengakuan Parman. Setelah mendapatkan informasi dan membuktikan kebenarannya, barulah Raden Mas Mahesa bergerak untuk membantu Parman dan Ibunya yang sudah renta.
"Ibu dan Romo baru saja menelfonku." Cerita Anaya.
"Ibu dan Romo sudah lama gak nelfon aku. Tapi sering menelfonmu." Sahut Raden Mas Mahesa.
"Ya itu, Ibu dan Romo malas menghubungi Raden Mas yang sulit di hubungi." Sergah Anaya yang membuat Raden Mas Mahesa tertawa lirih.
"Dek Ayu, kenapa melamun tadi, hm? Cerita padaku kalau ada yang membebanimu." Ujar Raden Mas.
"Gak apa - apa, Raden Mas. Aku hanya rindu pulang ke desa. Disana nyaman, aman, tentram, tenang, dan hangat." Lirih Anaya.
"Aku merasa seperti menemukan apa yang aku cari selama ini. Hidup tenang dengan damai tanpa di hantui kegelisahan dan kekhawatiran akan di sakiti orang di sekitarku. Memang aku kerap kali merasa rindu dengan rumah ini, tapi aku merasa sesak saat sudah di sini. Terlebih mengingat setiap kejadian yang menimpaku hingga membuatku sedikit trauma." Ujar Anaya sambil menatap langit senja yang berwarna jingga.
Raden Mas Mahesa menatap istrinya. Ia bersyukur karna bisa menciptakan 'Rumah' untuk Anaya di desanya. Sehingga istrinya merasa betah dan nyaman tinggal di sana.
"Ayo, besok pagi kita pulang." Ajak Raden Mas Mahesa yang langsung di jawab anggukan sumringah oleh Anaya.
Raden Mas pun tersenyum melihat wajah bahagia istrinya. Ia lalu membelai wajah sang istri dan menghujani wajah istrinya dengan kecupan.