reeva dipaksa menikahi seorang pria dewasa penerus grup naratama, kehidupan reeva berubah 180°, entah kehidupan bagaimana yang akan reeva jalani.
dukung karya saya yah 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ewie_srt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga puluh dua.
[mudah-mudahan, kita bisa beradaptasi dengan baik disana yah ree, semoga kita betah] reeva tersenyum membaca pesan dari nayaka, besok pagi mereka akan pergi, namun sampai detik ini reeva masih bimbang, padahal semua persiapannya sudah terkemas dengan rapi. Tapi pembicaraannya dengan birru masih belum menemui titik terang.
sejak pagi reeva tidak mau turun sarapan, ia meminta buk normah mengantar makanannya ke atas. Reeva enggan bertemu dengan birru dan wanita itu di meja makan.
panggilan birru tadi pagi, ketika mengajaknya sarapan. Benar-benar reeva abaikan, bukan karena ia membenci birru. Tidak, reeva tidak mungkin bisa membenci pria itu, reeva menyukai birru. Dan hal itu yang sangat menyakiti hatinya saat ini. Ia memang berusaha menguatkan hatinya yang lemah ini, ia tahu cinta yang tumbuh di hatinya ini sia-sia. Namun tanpa usaha sedikitpun untuk membujuknya dari pria itu, cukup membuat hati reeva berdarah-darah.
Reeva cemburu sendirian, reeva mencintai sendirian, reeva berharap sendirian dan ternyata itu sangat menyakitkan.
Ketukan di pintunya, menyadarkan reeva dari lamunannya, matanya melirik jam tangan, ternyata sudah waktunya makan siang.
"masuk aja buk, pintunya nggak di kunci"
Pintu itu terbuka, birru. Pria itu membawa nampan makan siang reeva, reeva tersentak terkejut, ia bangun dari ranjangnya. berusaha menyambut nampan dari tangan birru, namun pria itu menolak dan meletakkannya di meja samping ranjang reeva.
Birru duduk di kursi meja rias reeva yang telah kosong, wajah birru terlihat sendu.
"tak bisakah kamu membatalkan niatmu ke perancis itu, reeva?"
Reeva hanya diam, matanya mengamati birru yang terlihat gelisah. Pria itu terlihat salah tingkah mendapat tatapan intens dari reeva.
"apakah kamu benar-benar ingin bercerai dariku?"
"bukankah kamu yang ingin menceraikan aku, agar kamu bisa menikahi vania secepatnya?" tanya reeva dingin, ekspresi reeva sungguh terlihat sangat datar.
"tolong reeva, jangan menjawabku dengan memberikan pertanyaan juga" reeva menatap kembali birru yang terlihat frustasi itu.
Mulut reeva hendak menjawab, namun ketukan di pintu menahannya, pintu itu terbuka kepala vania menyembul dengan senyum sok cantiknya.
Reeva mendengus kesal, wanita itu benar-benar tak tahu malu, dan tak tahu diri.
"birru temani aku melihat apartemen yang kemarin di tawarkan adrian dong, aku bingung kalau sendirian" suara itu terdengar di merdu-merduin di telinga reeva yang memang sudah kesal. Mata reeva melirik birru, ia memberikan tatapan perintah kepada birru untuk segera keluar dari kamarnya. Birru menghembuskan nafasnya kesal, sejujurnya ia kesal melihat vania saat ini, namun ia tak tega menolak. Tanpa menjawab, ia beranjak dari duduknya dan menoleh ke arah reeva yang sedang cemberut kesal.
"jangan kemana-kemana, nanti aku mau bicara lagi padamu"
Reeva hanya mendengus, membalikkan tubuhnya membelakangi birru dengan kesal.
Reeva menitikkan air mata yang sedari tadi di tahannya, ia cemburu, ia kesal. Ingin rasanya ia memaki, hatinya memanas, hatinya kesakitan. Reeva membenamkan kepalanya di bantal dan berteriak sekuatnya, namun itu sama sekali tak membantu. Hatinya tetap sakit, air matanya semakin deras. Dan akhirnya reeva jatuh tertidur dengan air mata yang masih membasahi pipinya.
Reeva terbangun ketika alarm ponselnya berbunyi nyaring, reeva meraih ponselnya yang tak jauh dari kepalanya, reeva melirik jam 6 sore, azan maghrib pun telah berlalu, reeva menggeliatkan tubuhnya yang terasa kaku. Dengan malas reeva bangkit, dan menyeret langkahnya menuju kamar mandi. Reeva ingin berbenah dan mandi sebelum melaksanakan salat maghribnya.
Reeva melipat mukena dan sajadahnya dengan rapi, hatinya masih gundah. besok jam 9 pagi adalah jam keberangkatannya, namun entah mengapa reeva masih ragu.
Perut reeva berbunyi, reeva meringis ia kelaparan. Siang tadi nasi yang birru antar ke kamarnya sama sekali tak disentuhnya. Reeva ingin turun, walau rasa enggan untuk bertemu vania masih saja bersemayam di hatinya, namun rasa lapar mengalahkan keengganannya.
Reeva melangkah dengan tenang di anak tangga, lamat-lamat telinganya mendengar suara wanita itu sedang tertawa, sepertinya vania sedang menerima panggilan. Mata reeva mengitari seluruh ruangan, mencari keberadaan birru, namun pria itu tak tampak dimanapun. Reeva ingin menuju ke ruang makan sebenarnya, namun pembicaraan vania, entah dengan siapa terdengar sedikit mencurigakan. Reeva tak berniat menguping, tapi tawa vania terdengar jahat di telinganya, apalagi ketika ia menyebut nama birru dengan suara berbisik, mau tak mau reeva berhenti sesaat, menelaah pembicaraan vania yang reeva tak tahu dengan siapa.
"aku yakin bisa merebut hati birru kembali, setelah aku kembali lagi, aku lihat dia sedikit goyah...hahhahah, kamu kenal akukan vania geraldine, wanita yang tidak akan pernah birru lupakan"
Reeva meringis, ucapan vania barusan menyadarkannya kembali ke dalam realita yang harus ia terima. Bahwa dirinya bukan siapa-siapa bagi albirru naratama, reeva ingin melangkahkan kakinya, tapi ucapan vania berikutnya membuat reeva menegang.
"aku pastikan sayang, setelah aku berhasil mendapatkan yang kumau, setelah ia mengalihkan beberapa asetnya atas namaku, aku pasti akan kembali ke pelukanmu, tunggu aku yah"
Wanita itu menutup panggilannya dengan senyum mengembang, membalikkan tubuhnya
"astaga...." serunya terkejut, ponselnya yang berada dalam genggamannya hampir terjatuh, wajah cantik itu memias.
"sejak kapan kamu berdiri di situ reeva" tanyanya sok tenang, namun suaranya bergetar. Tatapan matanya menatap curiga reeva yang berdiri membeku.
"baru saja! " sahut reeva berbohong, jantung reeva masih berdebar tak beraturan, ia sungguh tak menyangka, ternyata vania memiliki niat busuk.
"ahhhh...kamu lapar yah" tanyanya riang, suara wanita itu terdengar lega.
"birru sedang menerima telepon tadi di luar, dia memintaku untuk mengajakmu makan malam"
"hhhhhh..." dengus reeva tak suka, bibirnya tersenyum sinis.
"padahal sampai malam ini, aku masih nyonya rumah di rumah ini, kenapa kamu yang bertindak seakan-akan kamu istri birru"
"maaf...maaf..." wajah vania berubah, walau bibirnya meminta maaf, namun wajah itu terlihat tersinggung.
"kenapa belum ke meja makan?" tiba-tiba birru hadir tanpa mereka sadari, mata pria itu memandang reeva dan vania bergantian.
"maaf birru...reeva tersinggung karena aku memintanya turun untuk makan"
Birru menatap reeva penuh tanya, rahangnya menegang, sementara vania, wanita itu mengubah wajah ularnya tadi ke mode wajah tertindas.
Reeva sampai terperangah dibuatnya, ternyata wanita di hadapannya ini seorang aktris drama. Tanpa berkomentar apapun reeva meninggalkan birru dan vania, reeva tak ingin menanggapi. menanggapi drama wanita itu hanya akan menyerap energinya saja, sementara reeva sudah sangat lelah secara mental.
"makasih buk normah" senyum sopan reeva menyambut piring yang diletakkan buk normah di depannya
"makan yang banyak yah neng, dari pagi, ibu lihat eneng nggak makan apapun"
Reeva mengangguk sopan, senyumnya kembali mengembang, menenangkan wanita paruh baya baik hati itu.
Reeva dan vania duduk di sebelah kanan dan kiri birru yang sedang menikmati makan malam mereka, terlihat sesekali birru mencuri pandang ke arah reeva yang terlihat cuek, sementara vania terlihat begitu mencari perhatian birru, menawarkan minum atau makanan lain, padahal pria itu sudah menyelesaikan makannya.
Reeva menyambar tissu yang terletak di atas meja, mengusap ujung bibirnya, dan bangkit ingin pergi, birru terlihat ingin menahannya. Reeva membalikkan tubuhnya menatap birru dalam.
"aku ingin bicara padamu malam ini birru, tanpa gangguan" tatapan tajam reeva beralih menatap vania yang tersentak. Birru mengangguk ia hendak berdiri, namun ucapan reeva berikutnya terdengar lebih tajam.
"saya harap vania, jangan ganggu birru malam ini, kami akan menghabiskan malam ini sebagai suami istri yang penuh gairah, tolong jangan mengetuk pintu atau mengganggu, tempatkan dirimu sebagai tamu, ingat kamu bukan tuan rumah"
Vania dan juga birru terperangah tak percaya, gadis ini sungguh sangat to the point, wajah vania sampai memerah menahan malu dan marahnya sekaligus.
Birru sampai tak mampu berkata, ia hanya mengikuti reeva yang menarik tangannya.
Bersambung...