NovelToon NovelToon
The Bride Of Vengeance

The Bride Of Vengeance

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: fatayaa

Calista Blair kehilangan seluruh keluarganya saat hari ulang tahunnya ke-10. Setelah keluarganya pergi, ia bergabung dengan pembunuh bayaran. Tak berhenti di situ, Calista masih menyimpan dendam pada pembantai keluarganya, Alister Valdemar. Gadis itu bertekat untuk membunuh Alister dengan tangannya untuk membalaskan dendam kematian keluarganya.

Suatu saat kesempatan datang padanya, ia diadopsi oleh Marquess Everhart untuk menggantikan putrinya yang sudah meninggal menikah dengan Duke Alister Valdemar, sekaligus sebagai mata-mata musuhnya itu. Dengan identitasnya yang baru sebagai Ravenna Sanchez, ia berhasil menikah dengan Alister sekaligus untuk membalas dendam pada pria yang sudah membantai keluarganya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fatayaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hubungan yang terungkap

Annelise mendengar suara langkah kaki berjalan masuk ke taman kacanya. Tempat ini adalah taman pribadinya, tidak pernah ada yang berani masuk ke tempat ini termasuk para dayangnya, siapa yang sudah berani memasukinya? Wanita itu kemudian membalikkan tubuhnya. Matanya seketika melebar menatap Cassius berdiri tak jauh darinya.

"Apa yang kau lakukan disini? Keluar sekarang juga!" perintah Annelise ketus.

"Tidak ada yang mengikutiku, kau tenang saja," ucap Cassius menatap Annelise dengan senyuman tipis. Pria itu berjalan mendekat kearah Annelise.

"Apa yang ingin kau katakan?" tanya wanita itu tanpa basa-basi.

"Aku hanya ingin bertemu dengan mu, beberapa bulan terakhir, kau tidak menghubungiku lagi. Ada apa?" tanya Cassius lembut.

"Tidak ada hal penting yang harus ku laporkan," ucap Annelise tanpa menatap lawan bicaranya.

Cassius dapat melihat keanehan pada wanita di depannya, "Kau tidak melupakan tujuan mu kan?" tanya pria itu. Salah satu tangannya terangkat, hendak menyentuh wajah wanita di depannya, namun Annelise buru-buru menepisnya.

"Aku sudah berjalan sejauh ini, tidak mungkin aku mundur sekarang," ucap Annelise sembari menatap lurus wajah pria di depannya.

Selama ini tidak ada yang tahu kalau ia diam-diam membantu Cassius, termasuk suaminya sendiri. Ia menjadi mata-mata dan memberikan informasi penting pada pria itu untuk membantunya melengserkan kekuasaan kaisar dan putra mahkota. Annelise melakukan semua ini bukan tanpa alasan. Sebelum menikah dengan Leonard, Annelise sudah memiliki tunangan, yaitu teman masa kecilnya. Namun tunangannya meninggal saat terjadi perang melawan kekaisaran Calestria, dan yang membunuhnya tidak lain adalah Leonard, yang saat ini menjadi suaminya. Ia bisa saja membunuh Leonard dengan racun atau semacamnya, namun jika terbukti ia membunuh pria itu, maka akan terjadi perang lagi dengan kerajaannya. Ia tidak ingin itu terjadi, maka dari itu ia bekerja sama dengan Cassius untuk membalas dendam kematian kekasihnya itu.

Cassius mengulum senyumnya kembali, "Aku tau, kau pasti akan menyelesaikannya sampai akhir,"

Wanita itu berjalan keluar, meninggalkan Cassius sendirian. Pria itu menatap ke sebuah bunga berwarna biru di dekatnya, ia memetiknya dan meremasnya hingga hancur kemudian membuangnya ke tanah.

***

Matahari sudah berada puncak kepala, Ravenna menatap bosan lalu lalang orang dari balik jendela kaca kereta kudanya yang sedang berjalan. Hari ini ia akan pergi ke kediaman Marquess untuk bertemu dengannya.

Mata Ravenna melebar tak sengaja melihat orang yang akan ditemuinya berada di distrik Avalon, Marquess tidak sendirian melainkan bersama seorang wanita yang dikenalnya, Julianne. Ia mengerutkan keningnya seraya bertanya-tanya, apa yang kedua orang itu lakukan di tempat ini.

Ravenna menyuruh sang kusir untuk menghentikan kereta kudanya, ia kemudian diam-diam mengikuti Marquess dan Julianne dari belakang. Keduanya pergi ke sebuah restoran dan naik ke lantai dua yang memang lebih sepi dari lantai bawah. Ravenna memilih kursi di dekat sebuah jendela, membelakangi kedua orang itu yang duduk di sudut ruangan.

Tak lama kemudian seorang pelayan perempuan datang dan menanyakan pesanan Ravenna, wanita itu segera memilih asal agar pelayan itu cepat pergi. Ravenna menyimak percakapan dua orang itu. Ia penasaran, apakah mereka sedang merencanakan sesuatu. Wanita itu tak menutup buku menunya, ia meletakkan sebuah cermin kecil disana untuk melihat kedua orang yang ada di belakangnya.

"Bagaimana dengan anak itu? Apa dia sudah melaksanakan tugasnya?" tanya Julianne, yang mempertanyakan misi Ravenna untuk menyelidiki kelemahan Alister.

"Aku sudah mendesaknya, nanti ia akan datang ke kediaman untuk bertemu dengan ku. Aku harap dia membawa kabar yang baik. Oh iya, apa dia benar-benar tidak punya keluarga dan kerabat?" timpal Arthur penasaran.

"Tidak ada, anak itu sebatang kara, semua kerabat dan keluarganya sudah meninggal," ungkap Julianne. Ia tidak memberitahu identitas Ravenna yang sebenarnya kalau ia adalah anak yang selamat dari pembantaian keluarga yang dilakukan Marquess.

"Baguslah, akan merepotkan jika ia punya keluarga atau kerabat dekat," ucap Arthur.

Julianne menyentuh tangan Arthur diatas meja kemudian mengelusnya, "Aku yakin, anak itu bisa diandalkan. Kau harus mempercayainya," ujar Julianne menyakinkan.

"Tentu saja, aku selalu yakin kalau pilihan mu bisa diandalkan," timpal Arthur, salah satu tangannya mengelus punggung tangan Julianne.

Ravenna melebarkan matanya melihat kedua orang itu di cermin, ia terkejut, tidak menyangka kalau ternyata keduanya menjalin asmara. Ia kira hubungan Julianne dan Marquess hanya rekan biasa, ternyata lebih dari itu.

Arthur mengeluarkan sebuah kotak dan memberikannya pada Julianne. Wanita itu menerimanya kemudian membukanya. Ia terkejut, rupanya didalamnya terdapat sebuah kalung berlian putih yang cantik.

"Bagaimana? Apa kau menyukainya?" tanya Arthur dengan lembut.

Julianne tersenyum lebar seraya menatap Arthur, "Ini terlalu berharga bagi ku,"

Arthur beranjak dari kursinya kemudian memasang kalung itu ke leher Julianne, "Kalung ini tak jauh lebih berharga dari orang yang memakainya," ucapnya di dekat telinga Julianne. Wanita itu menoleh, menatap dalam ke mata pria yang memberikannya kalung sembari tersenyum tipis.

Setelah menyelesaikan makannya, kedua orang itu beranjak dari tempat duduknya untuk pergi. Sementara Ravenna kembali membuka buku menunya, pura-pura membacanya untuk menutupi wajahnya dari Marquess dan Julianne yang berjalan melewati kursinya.

Ravenna menghembuskan nafasnya lega setelah keduanya turun ke lantai satu. Ia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, selama tinggal dengan wanita itu ia tidak pernah tau kalau mereka menjalin hubungan. Kalau mereka saling mencintai kenapa keduanya tidak menikah? Marquess adalah orang yang konservatif, ia tidak akan mau menikahi Julianne yang hanya seorang rakyat biasa, jadi dia hanya menjalin hubungan secara diam-diam.

Ravenna beranjak dari kursinya setelah yakin kalau keduanya sudah keluar dari restoran ini. Ia membayar makanannya kemudian masuk ke dalam kereta kuda untuk melanjutkan perjalanannya menuju kediaman Marquess.

***

Vincent mendorong seorang pelayan dari tempat tidurnya dengan kasar, pelayan bermata hijau itu menangis tersedu-sedu, penampilannya terlihat berantakan. Pakaiannya acak-acakan dan ada beberapa bekas kemerahan di tubuhnya.

Vincent meraih dagu gadis itu, memaksanya untuk mendongak melihat wajahnya. Pria itu mengelus pipinya dengan lembut, ia kemudian mengambil gelas berisi alkohol di atas nakas, menumpahkannya diatas kepala gadis yang memiliki rambut perak itu dengan menyunggingkan senyumnya.

"Tu-tuan muda, jangan lakukan ini!" ujar pelayan itu terlihat ketakutan.

Vincent kembali meletakkan gelasnya yang sudah kosong, "Kalau saja wajahmu sedikit lebih mirip dengannya, mungkin aku akan sedikit mengasihani mu," ujarnya, wanita yang ia maksud adalah Ravenna.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Vincent, pria itu berdecak kesal. Siapa orang yang sudah mengganggunya bersenang-senang.

"Ada apa?" tanya pria itu dari dalam.

"Tuan muda, Duchess Valdemar datang berkunjung," ujar seorang pelayan pria dari luar kamar Vincent.

Mata pria itu berseri, "Baiklah, antar dia ke ruang tamu, aku akan menemuinya sebentar lagi," perintahnya.

Pria itu kemudian memakai kembali pakaiannya dengan tergesa-gesa. Vincent menatap dingin pelayan yang masih terduduk dilantai, ia mengambil wig warna perak yang terpakai di kepala pelayan itu kemudian melemparkannya sembarangan.

"Bereskan semua ini setelah itu keluar!" ujar Vincent acuh tak acuh pada pelayan itu, ia kemudian melangkah pergi menuju pintu dan menutupnya dengan keras.

Pelayan itu hanya bisa pasrah, ia tidak bisa melawan pria itu karena jika tidak menurutipermintaaannya dirinya bisa dipecat. Ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya saatini karena ada dua adik kecilnya yang menggantungkan hidup padanya

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!