NovelToon NovelToon
Cassanova - Dendam Gadis Buta

Cassanova - Dendam Gadis Buta

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Spiritual / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Dendam Kesumat
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wida_Ast Jcy

Casanova seorang gadis cantik. Namun sayang sekali dengan parasnya yang cantik ia memiliki kekurangan. Kedua matanya buta. Meski ia buta ia merupakan kembang desa. Karena kecantikannya yang luar biasa. Walaupun ia buta ia memiliki kepandaian mengaji. Dan ia pun memiliki cita cita ingin menjadi seorang Ustadzah. Namun sayang...cita cita itu hanya sebatas mimpi dimana malam itu semuanya telah menjadi neraka. Saat hujan turun lebat, Casanova pulang dari masjid dan ditengah perjalanan ia dihadang beberapa pemuda. Dan hujan menjadi saksi. Ia diperkosa secara bergantian setelah itu ia dicampakan layaknya binatang. Karena Casanova buta para pemuda ini berfikir ia tidak akan bisa mengenali maka mereka membiarkan ia hidup. Namun disinilah awal dendam itu dimulai. Karena sifat bejad mereka, mereka telah membangkitkan sesuatu yang telah lama hilang didesa itu.

"Mata dibayar mata. Nyawa dibayar nyawa. Karena kalian keluarga ku mati. Maka keluarga kalian juga harus mati.

Yuk...ikuti kisahnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wida_Ast Jcy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 BU RAHMI KRITIS

Setibanya kembali di puskesmas, suasana sudah jauh lebih mencekam. Ketegangan terasa menyelimuti udara. Bu Rahmi kini terbaring lemah, nyaris tak sadarkan diri. Ustadzah Laila tampak sibuk menenangkan para tetangga yang mulai panik, sebagian bahkan menangis ketakutan.

“Ya Allah... tolonglah kami, Bantulah kami untuk dapat mencari pertolongan.” desah Pak Budi, dengan keringat bercucuran dari dahinya. Ia terlihat putus asa.

“Pak Kades tidak mau meminjamkan mobilnya. Katanya mereka mau pergi kondangan.” ucapnya lagi dengan lirih.

Dokter Erlina menghela napas, wajahnya menegang. Ia berusaha tetap tenang meski jelas terlihat kesal. “Kalau begitu, kita harus cari jalan lain. Apa tidak ada warga lain yang punya mobil selain Pak kades?” tanyanya.

Ustadzah Laila menggeleng pelan, suaranya lirih. “Tidak ada, Dok. Di kampung ini, satu-satunya yang punya mobil hanya Pak Kades.” jawabnya ustadzah Laila.

Di sisi lain, Rendi berdiri diam di samping Dion dan Andi. Ia tahu, sebenarnya mudah saja baginya memanggil mobil dari kota. Tinggal menelpon pada keluarganya, Jeep mewah pribadinya bisa langsung dikirim. Tapi tentu saja dia tak mau. Terlebih jika mobil itu harus dipakai membawa Bu Rahmi yang kini tak sadarkan diri dan tubuhnya penuh bau aneh itu.

“Kau kan orang kaya, Ren. Coba telepon ajudan ayahmu, suruh bawa mobil kemari. Kasihan, lihat kondisi Bu Rahmi,” kata Riko yang tiba-tiba muncul dan melihat kekacauan itu.

“Iiiiih, tidak! Jijik gue kalau mobil gue dipakai untuk membawa perempuan tua miskin seperti itu,” Rendi mendesis dengan nada jijik.

“Sudahlah, biarkan saja. Biar warga kampung ini yang urus sendiri. Itu bukan urusan gue!” tambah nya lagi.

Saat suasana semakin kacau dan semua terjebak dalam kebingungan, tiba-tiba sosok Pak RT Adi muncul. Langkahnya tegap, sorot matanya tajam menusuk. Tanpa sepatah kata pun, ia langsung berjalan cepat menuju kerumunan di sekitar Bu Rahmi.

“Kenapa berkerumunan seperti ini? Apa kalian semua lupa kalau hari ini hari kerja?” Suara Pak Adi memecah keheningan dengan nada dingin yang menggetarkan, penuh kuasa dan tatapan tajam yang menusuk.

Pak Budi melangkah maju dengan wajah tegang. “Pak RT, Bu Rahmi sakit keras. Kami sedang mencari cara untuk membawanya ke rumah sakit di kota.” ujarnya.

Namun alih-alih menunjukkan empati, Pak RT Adi justru menyipitkan mata curiga.

“Bawa pulang saja. Buang-buang waktu ke kota. Ini bukan penyakit biasa. Aku sudah panggil Mbah Wiro. Dia bisa menyembuhkannya!” suaranya naik satu oktaf, penuh keyakinan yang membuat semua orang saling pandang dengan cemas.

Semua terkejut. Bukan hanya karena Pak Adi tiba-tiba menunjukkan kepedulian terhadap Bu Rahmi. Bukan kah selama ini bu Rahmi selalu ia abaikan dan direndahkan, malah sekarang ia dengan yakin menggantungkan nyawa seseorang pada seorang dukun.

“Pak RT, jangan main-main dengan nyawa manusia. Jangan percaya pada dukun. Itu musyrik!” seru Ustadzah Laila lantang, wajahnya tegang dan sorot matanya tak kalah tajam.

“Kita harus berikhtiar, bukan menyekutukan Allah. Bawa saja Bu Rahmi ke kota. Di sana ada alat medis lengkap, ada harapan yang nyata.”ujar ustadzah Laila lagi.

Pak Adi menanggapi dengan senyum sinis. “Jangan sok suci, Bu Ustadzah. Jangan besar kepala hanya karena bisa ceramah. Ingat, kamu dan suamimu hanya perantau di sini. Aku bisa mengusir kalian kapan saja aku mau dari kampung ini!” jawabnya dengan sombong.

Ia melangkah mendekat, suaranya menekan setiap kata seperti ancaman, “Aku masih keluarga Bu Rahmi. Aku sepupunya. Aku lebih punya hak atasnya daripada kalian semua!” ujarnya lagi.

Udara seolah membeku. Ketegangan menyelimuti semua yang hadir. Ucapan Pak Adi menggantung seperti badai yang siap meledak kapan saja.

Lalu, suara tenang namun tegas dari Dokter Erlina memecah suasana. “Saya tidak akan tinggal diam melihat pasien saya mati perlahan hanya karena keyakinan buta,” katanya, berdiri tegak di antara kerumunan.

“Pak RT, saya akan mencari cara. Kita akan bawa Bu Rahmi ke kota. Saya tidak akan membiarkannya mati sia-sia dikampung ini tanpa ada pengobatan dan usaha sama sekali.” ucap dokter Erlina lagi.

Keheningan menyelimuti tempat itu. Untuk pertama kalinya, tatapan Pak Adi tampak terguncang. Tapi belum ada yang tahu apakah ia akan menyerah… atau justru semakin menggila.

Pak RT Adi mendengus tajam, wajahnya mengeras dalam diam yang penuh amarah. Tatapan matanya menyala kebencian, seakan-akan puskesmas itu tak pantas menampung langkahnya. Tanpa sepatah kata pun, ia berbalik, menghentakkan kaki pergi, membiarkan udara dingin kebencian tertinggal di ruangan itu.

Ustadzah Laila tertunduk, tangan gemetar menyeka air mata yang jatuh satu per satu, membasahi pipinya. Suaranya pecah dalam bisikan doa,

“Ya Allah... mengapa hati manusia bisa sekeras batu begini… bantu lah hamba-Mu ini ya Allah. Berilah kami pertolongan. "gumam ustadzah Laila.

Salwa yang sedari tadi berdiri di sampingnya, perlahan menepuk punggung Ustadzah Laila, mencoba menguatkan.

“InsyaAllah... Kita akan temukan caranya, Bu. Pasti ada jalan keluar nya. Kita pasti bisa selamatkan Bu Rahmi.” ujar Salwa.

Namun waktu tak berpihak. Detik-detik berlalu seperti pisau yang mengiris harapan. Bu Rahmi melemah. Nafasnya kian berat. Tanpa kendaraan, tanpa bantuan, harapan untuk menyelamatkannya perlahan runtuh seperti pasir disapu ombak.

Puskesmas yang semula tenang, kini berubah jadi kubangan kecemasan. Sunyi tak lagi menenangkan, melainkan menyesakkan. Ketegangan menggantung di udara. Putus asa perlahan menjalar seperti kabut pekat.

“Bapak ngapain sich repot-repot bantuin si Rahmi? Memangnya memanggil Mbah Wiro tidak keluar duit?” suara Bu Yeni terdengar lantang di belakang, sinis dan tak peduli.

Ia menatap suaminya tajam, kesal melihat suaminya menunjukkan empati pada tetangga yang bahkan tak punya ikatan darah dengan mereka. Pak Adi hanya terkekeh pelan, sudut bibirnya terangkat, senyum yang menusuk seperti belati.

“Ehhmmm....sudah lah, Yeni. Jangan banyak protes. Mereka sudah menolak bantuan kita, kan? Biarkan saja. Kita tinggal tunggu kabar... kematiannya saja,” katanya dingin, lalu memelintir ujung kumis tebalnya dengan santai, seolah sedang menunggu tontonan menarik.

Sementara disisi lain Casanova terbangun dari tidurnya. Napasnya terengah-engah, keringat dingin membasahi wajah dan lehernya. Suara azan Magrib dari masjid di kejauhan membawanya kembali ke dunia nyata. Namun, mimpi itu terasa begitu jelas dalam ingatannya, seolah baru saja terjadi.

Dengan cepat, ia duduk dan mencari tongkatnya dengan tangan gemetar. Jari-jarinya pun menemukan tongkat kesayangannya, lalu ia menggenggamnya erat dan bangkit berdiri. Tubuhnya terasa lemah, mungkin karena mimpi itu telah menguras tenaga dan pikiran. Ia berusaha menenangkan diri, tetapi rasa takut dan penasaran terus menggema di hatinya.

"Siapakah wanita itu? Apa arti dan maksud dari mimpinya?" bisik Casanova pada dirinya sendiri.

BERSAMBUNG...

1
Susi Santi
bgus
Susi Santi
up yg bnyak dong thor
Anyelir
hai kak aku mampir
mampir juga yuk kak ke karyaku
Wida_Ast Jcy: ok say. baiklah...tq ya sudah mampir dikaryaku. 🥰
total 1 replies
Susi Santi
plis lanjut thor
Wida_Ast Jcy: Hi... say. tq ya sudah mampir. Ok kita lanjuti ya harap sabar menunggu 🥰
total 1 replies
Wida_Ast Jcy
jangan lupa tinggal kan jejak nya yah cintaQ. TQ
Wida_Ast Jcy
Jangan lupa tinggal kan jejak nya disini ya cintaq. coment dan like
Wida_Ast Jcy: tq say.... atas komentar nya. yuk ikuti terus cerita nya. jgn lupa subscribe dan like yah. tq 😘
Nalira🌻: Aku suka gaya bahasanya... ❤
total 2 replies
Wida_Ast Jcy
Hi.... cintaQ mampir yuk dikarya terbaruku. Jangan lupa tinggal kan jejak kalian disini yah. tq
Wida_Ast Jcy
😘😘😘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!