Menceritakan seorang pemuda bernama Darren yang kehidupannya tampak bahagia, namun terkadang menyedihkan dimana dia dibenci oleh ayah dan kakak-kakaknya karena sebuah pengakuan palsu dari seseorang.
Seseorang itu mengatakan bahwa dirinya sebagai pelaku atas kecelakaan yang menimpa ibunya dan neneknya
Namun bagi Darren hal itu tidak penting baginya. Dia tidak peduli akan kebencian ayah dan kakak-kakaknya. Bagi Darren, tanpa mereka dirinya masih bisa hidup bahagia. Dia memiliki apa yang telah menjadi tonggak kehidupannya.
Bagaimana kisah kehidupan Darren selanjutnya?
Yuk, baca saja kisahnya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandra Yandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Jerry Terhadap Pengendara Motor
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Semua orang masih di kediaman Erland, kecuali Darren yang berada di dalam kamarnya dan kelima ketua mafia sudah kembali pulang ke rumahnya.
Erland menatap ketujuh sahabat-sahabat dari putra bungsunya. Dia ingin menanyakan sesuatu kepada mereka.
"Qenan, Willy, Axel, Jerry, Dylan, Rehan, Darel!" Erland memanggil satu persatu sahabat-sahabat putranya.
"Iya, Paman!" ketujuhnya menjawab bersamaan.
"Paman ingin bertanya sesuatu dengan kalian."
"Katakanlah, Paman!" Qenan yang menjawabnya.
"Ini maksud dari kalian yang tiba-tiba memanggil Rendra kepada Darren, ditambah lagi dengan ucapan Darren saat dia berbicara dengan Wina."
Qenan, Willy, Axel, Jerry, Dylan, Rehan dan Darel tidak langsung menjawab pertanyaan dari Erland. Justru mereka saling memberikan tatapan masing-masing.
Setelah itu, mereka kembali menatap kearah Erland dan anggota keluarga lainnya.
"Rendra itu adalah Altar Ego nya Darren," sahut Rehan.
Seketika Erland dan semua orang terkejut dengan jawaban dari Rehan yang mengatakan Rendra adalah Altar Ego nya Darren.
"Jangan bilang jika yang menarik rambutnya Wina adalah sosok Rendra?" tanya Andra.
"Iya!" jawab ketujuh sahabat-sahabatnya Darren dengan kompak.
"Apa yang kalian itu belum seberapa. Sisi kejam dari sosok Rendra yang sesungguhnya belum diperlihatkan. Jika sisi kejamnya itu keluar, maka detik itu juga wanita itu sudah mati." Axel berucap dengan tatapan matanya menatap kearah semua orang.
Mendengar ucapan dari Axel membuat Erland dan putra-putranya terkejut. Begitu juga dengan para anggota keluarga dari ketujuh sahabat-sahabatnya Darren.
"Sejak kapan Darren memiliki Altar Ego?" tanya Adnan.
"Sejak kapannya kita tidak tahu. Yang pastinya kita mengetahui Darren memiliki Altar Ego saat kita duduk bangku Sekolah Dasar kelas 4," jawab Jerry.
"Saat itu ada beberapa teman-teman dari kelas lain mengganggu Darren. Saat itu Darren sedang melukis. Salah satu teman sekolah kami menghina Bibi Belva. Namun Darren berusaha untuk sabar dengan dia terus melukis tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarnya," ucap Qenan.
"Kemudian salah satu dari teman sekolah kami itu merebut lukisan Darren. Dengan kejinya dia merobeknya," ucap Dylan.
"Melihat apa yang dilakukan oleh teman sekolah kami itu membuat Darren seketika terdiam di tempatnya dengan tatapan matanya menatap kearah lukisan yang sudah tidak berbentuk. Detik kemudian Darren menatap tajam teman sekolah kami yang telah merobek lukisannya tersebut," ucap Willy.
"Tatapan mata Darren semakin menajam, lalu kemudian warna bola matanya berubah warna menjadi abu-abu. Detik itu juga Darren mencekik temannya itu dengan kuat. Kemudian Darren mendorongnya hingga membentur dinding," ucap Darel.
"Apa kalian mau tahu Darren melukis apa?" tanya Rehan dengan tatapan matanya menatap kearah ayah dan keenam kakaknya Darren.
"Apa?" tanya Davin.
"Darren melukis wajah Bibi Belva," jawab Rehan.
"Hal itulah yang membuat Darren marah karena lukisan wajah Bibi Belva dirobek oleh teman sekolah kami itu," ucap Axel.
"Apa yang terjadi saat Darren mencekik temannya itu?" tanya Andra.
"Kami yang berusaha membujuknya, dan usaha kami membuahkan hasil." Qenan yang menjawabnya.
"Lalu apa reaksi pihak sekolah? Tidak mungkin kan diam saja, terutama kedua orang tua dari anak itu," ucap dan tanya Davin.
"Awalnya pihak sekolah marah, bahkan sampai kedua orang tua dari teman kami itu ingin membalas Darren. Namun tiba-tiba seorang guru olahraga datang dengan membawa sesuatu. Kemudian guru olahraga itu memperlihatkan sesuatu itu kepada kepala sekolah dan orang tua dari teman kami itu. Ditambah lagi guru olahraga itu menambahkan sedikit tentang perilaku buruk teman kami itu bersama teman-temannya."
"Hasilnya kepala sekolah tidak jadi memberikan hukuman terhadap Darren karena kepala sekolah berpikir Darren melakukan hal itu demi membela ibunya yang telah dihina."
"Sebelum meninggalkan ruang kepala sekolah, Darren sempat mengatakan sesuatu kepada kepala sekolah dan kepada orang tua dari teman kami itu."
"Darren mengatakan apa?"
"Aku tidak akan melakukan hal buruk selama di sekolah ini, apalagi membully. Namun jika ada yang berani mengusikku dan mencari masalah denganku serta berani menghina kedua orang tuaku, maka aku akan membalasnya berkali-kali lipat. Tidak peduli aku menjadi pembunuh sekali pun."
"Darren mengatakan itu di depan kepala sekolah?" tanya Erland tak percaya dengan tatapan matanya menatap kearah Axel.
"Iya," jawab Axel dan diangguki oleh sahabat-sahabatnya.
Mendengar cerita dari ketujuh sahabat-sahabatnya Darren membuat Erland dan keenam putranya terutama keempat putra tertuanya menangis. Mereka telah mengetahui fakta yang tidak pernah mereka ketahui tentang putranya/adiknya selama diluar rumah.
Dan fakta tersebut membuat mereka merasakan sesak di dadanya. Putranya/adiknya sejak dari kecil telah melakukan hal yang diluar nalar orang dewasa yaitu menyakiti teman-teman seusianya dan menyakiti orang-orang di luar sana demi melindungi harga diri keluarganya, terutama kedua orang tuanya.
Namun apa balasan dari mereka? Yang mereka berikan adalah penghinaan, makian dan pemutusan hubungan hanya karena kejadian yang menimpa istrinya/ibunya, ibunya/neneknya tanpa mau mendengar penjelasannya.
Kini mereka semua menyesal. Menyesal karena telah menyakiti hati dan perasaan putranya/adiknya dengan kata-kata kejamnya.
"Ren," batin Davin dan ketiga adiknya yaitu Andra, Dzaky dan Adnan.
"Sayangnya Papa!" batin Erland.
***
Keesokan harinya..
Gilang, Darka dan Darren di kamarnya masing-masing tengah bersiap-siap untuk ke kampus. Jika Darren sudah dalam keadaan seragam kampusnya. Kini dia sedang memasukkan buku-bukunya. Sedangkan kedua kakaknya masih dengan memakai seragam Kampus.
Beberapa detik kemudian, baik Darren maupun Gilang dan Darka secara bersamaan keluar dari kamarnya masing-masing.
Kini ketiganya sudah di meja makan bersama ayah dan keempat kakaknya. Mereka menikmati sarapan paginya tanpa suara kecuali Darren dan kedua kakak kesayangannya.
***
Di jalan raya..
Jerry mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak sendirian, melainkan bersama ibunya.
Jerry akan mengantarkan ibunya ke Butik milik ibunya karena sopir pribadi ibunya mengambil cuti selama 1 Minggu. Dari butik ibunya, dia akan langsung ke kampus.
Ketika Jerry fokus mengendarai mobilnya dan laju mobilnya juga tidak terlalu kencang, tiba-tiba melintas sebuah motor dengan kecepatan tinggi menyalipnya hingga membuat Jerry menghentikan mobilnya.
Sementara pengendara motor tersebut seketika menabrak mobil di depannya hingga terpelanting ke samping. Motor tersebut hancur bagian depan. Sedangkan si pengendara terjatuh ke aspal.
Melihat kejadian itu membuat Yocelyn, ibunya Jerry terkejut dengan tangannya menutup mulutnya.
"Oh, Tuhan!"
Namun detik kemudian, sang pengendara motor berjalan menghampiri mobil milik Jerry. Kemudian sang pengendara tersebut langsung memukul-mukul dengan kasar dan kuat kaca mobil Jerry sehingga membuat Yocelyn berteriak di dalam mobil.
Dug.. Dug..
Dug..
"Hei, bajingan! Keluar kau!"
Dug.. Dug..
Dug..
Sementara beberapa pengendara lainnya yang melihat kejadian itu menatap marah kearah si pengendara motor tersebut. Dalam pikiran mereka, dia yang salah kenapa justru si pemilik mobil yang disalahkan.
Dug.. Dug..
Dug..
Melihat sang pengendara motor tidak berhenti memukul-mukul kaca mobilnya membuat Jerry seketika mengambil tindakan.
Jerry membuka pintu mobilnya dengan cara mendorongnya hingga sang pengendara motor tersebut terhuyung ke belakang.
Setibanya Jerry diluar, tangannya langsung mencekik leher sang pengendara motor itu. Kemudian Jerry mendorong tubuh sang pengendara sedikit menjauh dari mobilnya.
Melihat apa yang dilakukan oleh putra bungsunya membuat Yocelyn ketakutan. Dia tidak ingin putranya kelepasan.
"Lepaskan saya!" bentak pengendara motor itu dengan kedua tangannya memegang tangan Jerry.
"Lepaskan lo bilang!" bentak Jerry. "Setelah lo muluk-muluk kaca mobil gue sembari berteriak nyuruh gue keluar. Sekarang giliran gue sudah disini, lo minta gue lepasin lo!" ucap Jerry.
Jerry semakin mengeratkan cekikikan di leher si pengendara motor itu. Dia tidak terima atas apa yang diperbuat oleh sang pengendara tersebut.
Sementara para pengendara lain yang melihat kejadian itu seketika bergidik ngeri. Namun mereka tidak menyalahkannya karena mereka tahu bahwa si pengendara motor itu yang bersalah.
"Tuan, lebih baik lepaskan laki-laki itu. Jika dia mati, tuan bisa masuk penjara!" seru seorang pria kepada Jerry.
Beberapa pengendara, baik pengendara motor maupun pengendara mobil berada di dekat Jerry dan laki-laki itu. Mereka berusaha untuk membujuk Jerry.
"Saya tidak peduli. Dia pantas mati. Jika dia tetap hidup, maka dia akan melakukan hal yang sama kepada pengendara lainnya," jawab Jerry.
"Saya akan tuntut kamu atas kekerasan ini," ucap si pengendara motor itu.
"Silahkan, gue nggak takut. Justru gue bakal balik nuntut lo. Disini lo yang salah. Lo tiba-tiba nyalip mobil gue dengan kecepatan tinggi hingga lo nabrak mobil di depan. Setelah itu, lo hampiri mobil gue kemudian lo pukul-pukul kaca mobil gue sembari lo berteriak nyuruh gue keluar!" bentak Jerry dengan keras.
"Lo lihat di sekitar lo. Ada beberapa pengendara yang melihat kejadian tersebut. Gue yakin mereka bersedia menjadi saksi."
"Jerry!"
Tiba-tiba Yocelyn datang dengan berlari kecil menghampiri putra bungsunya.
Semuanya melihat keasal suara. Dan dapat mereka lihat seorang wanita berlari menghampiri pemuda yang mencekik seorang laki-laki yang lebih tua dari pemuda itu.
"Lepaskan dia ya. Mama mohon." Yocelyn berbicara sembari mengusap-usap lembut tangan putranya.
"Oh, ibunya ternyata."
"Semoga wanita itu berhasil membujuk putranya."
Itulah yang dikatakan oleh beberapa pengendara di dalam hatinya.
Dan pada akhirnya, Jerry pun melepaskan cekikikan di leher laki-laki itu. Kemudian dia mendorongnya hingga laki-laki itu tersungkur.
"Jika lo ingin melaporkan gue ke polisi, silahkan! Gue tunggu laporan dari lo. Setelah itu, gue akan buat lo yang di penjara!" ancam Jerry.
Setelah mengatakan itu, Jerry membawa ibunya untuk menuju mobilnya.
penasaran kelanjutannya
semangat
up lagi ya