Rayna tak pernah benar-benar memilih. Di antara dua hati yang mencintainya, hanya satu yang selalu diam-diam ia doakan.
Ketika waktu dan takdir mengguncang segalanya, sebuah tragedi membawa Rayna pada luka yang tak pernah ia bayangkan: kehilangan, penyesalan, dan janji-janji yang tak sempat diucapkan.
Lewat kenangan yang tertinggal dan sepucuk catatan terakhir, Rayna mencoba memahami-apa arti mencintai seseorang tanpa pernah tahu apakah ia akan kembali.
"Katanya, kalau cinta itu tulus... waktu takkan memisahkan. Hanya menguji."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iyikadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 - Dibalik Keusilan
Pagi-pagi sekali, Rayna sudah bersiap-siap dengan semangat. Ia bergegas keluar kamar untuk sarapan, karena takut terlambat ikut bersama Mama. Namun, saat tiba di meja makan, ia terkejut mendapati Ben sudah ada di sana seperti biasa.
"Hai, selamat pagi! Sini sarapan bareng, hehe," sapa Ben dengan senyum cerah.
"Ih, lo ngapain di sini, Ben? Gue kan udah bilang gak usah jemput gue," balas Rayna dengan nada sedikit kesal dan bingung.
"Emm, gapapa dong. Kata nyokap lo juga gapapa kok, ya kan, Tante?" kata Ben sambil menoleh ke Mama Rayna.
"Iya, Rayna," jawab Mama Rayna sambil tersenyum.
"Ih, Ma, aku kan mau ikut Mama," rengek Rayna dengan nada kecewa.
"Gapapa, nanti kamu bareng Ben aja, kan masih bisa lihat. Mama udah bilang sama Ben untuk ikutin mobil Mama dari belakang, jadi kamu masih bisa lewat kantor Mama," jelas Mama Rayna, mencoba menenangkan Rayna.
"Yah, Mama. Rayna kan pengen bareng Mama," Rayna masih merajuk.
"Udah sama gue aja ah, gue bisa anterin lo kemana pun lo mau," kata Ben, berusaha membujuk Rayna.
"Ih, gak asik lo! Bisa gak sih sehari aja hidup gue tuh tanpa kehadiran lo?" balas Rayna dengan nada kesal.
"Kayanya gak bisa deh, ya kan, Tante? Rayna harus selalu sama Ben," goda Ben sambil tersenyum jahil.
"Haha, kalian tuh ah. Udah, cepetan makan nih, Rayna," kata Mama Rayna sambil tertawa melihat tingkah keduanya.
"Males sarapan ah, lagian sekolahnya bentar doang," kata Rayna dengan nada malas.
"Eh, nanti waktu isi soal perut lo bunyi-bunyi lagi. Mana hening kan kalo ujian, entar tiba-tiba berisik sama suara perut lo," goda Ben, mencoba mencairkan suasana.
"Apaan sih!" balas Rayna dengan wajah cemberut.
"Rayna, kamu jangan marah-marah gitu dong sama Ben," tegur Mama Rayna lembut.
"Habis dia nyebelin, Ma, ih. Udah dibilangin juga gak usah jemput," keluh Rayna sambil memutar bola mata.
Ben tersenyum manis, meskipun dalam hatinya terasa sangat gemas dengan Rayna yang lagi cerewet dan marah-marah begitu. Dia merasa lucu sekaligus ada keinginan untuk nyubit pipi Rayna yang lagi marah itu.
"Udah, udah, ah. Mama udah selesai makan, mau siap-siap sambil cek apa Pak Herman udah bangun apa belum," kata Mama Rayna sambil bangkit dari meja.
"Oke, Tante," jawab Ben sambil tersenyum lembut, merasa bahagia bisa ada di dekat Rayna meskipun dia suka bikin kesel.
"Lagian, hobby banget sih sarapan di rumah orang!" cetus Rayna dengan nada ketus, bikin Ben gemas.
"Iya dong, masakan nyokap lo enak banget… emmm, lezat," balas Ben sambil tersenyum manis, berusaha bikin suasana jadi lebih ceria.
"Iyi ding, misikin nyikip li inik bingit," Rayna meledek dengan gaya lucu, bikin Ben tertawa geli.
Dalam hati Ben berpikir, "Ughh, gemes banget tunangan gue ini kalau lagi marah gitu, jadi pengen nyubit pipinya."
Ben yang sedang tersenyum sendiri, merasa bahagia sekaligus pengen banget bikin Rayna tersenyum lagi.
"Ngapain lo, senyum-senyum gitu?" tanya Rayna sambil mainin matanya.
"Dih, siapa juga yang senyum?" balas Ben santai, pura-pura nggak tahu.
"Dih, siipi jigi ying sinyim," Rayna usil, bermain-main dengan ekspresinya.
"Hahaha, ngapain sih, ngomongnya digitu-gituin, lihat tuh mulut lo kayak bebek," rayu Rayna sambil tertawa.
"Kurang ajar lo, awas ya lo, Ben!" balas Rayna sambil nyengir nakal.
"Apa? Mau apa? Gak takut gue," Ben balas santai, tapi dalam hati sebenarnya dia suka banget sama semua tingkah Rayna yang lucu dan menggemaskan ini.
"Ihhhhhhh.." kata Rayna sambil memasang ekspresi yang sangat kesal, tapi sebenarnya dalam hati dia juga geli sendiri sama tingkah Ben yang suka jail dan bikin kesel, tapi juga bikin suasana jadi lebih hidup dan berwarna.
Ben tertawa puas karena keusilannya berhasil membuat Rayna kesal.
Sesuap demi sesap makanan masuk ke mulut mereka berdua, menciptakan suasana sarapan yang hangat dan penuh canda.
Tiba-tiba, Rayna menghentikan makannya, membuat Ben heran.
"Buruan lo ah, lama banget makannya," kata Rayna dengan nada sedikit ngegas.
"Apaan sih, lo aja itu masih banyak," balas Ben sambil menunjuk piring Rayna yang memang masih berisi.
"Gue udah selesai makannya," ujar Rayna sambil mendorong piringnya menjauh.
"Dih, gak menghargai makanan, mentang-mentang anak orang kaya, lo buang-buang itu makanan," tegur Ben dengan nada serius.
"Ih, ga gitu, gue cuma... ahh yaudah deh, gue abisin," jawab Rayna sambil meraih kembali piringnya dan melanjutkan makan dengan sedikit terpaksa.
"Yeh, gak jelas deh, makanya jangan marah-marah mulu jadi orang tuh," kata Ben sambil tersenyum geli, merasa senang karena berhasil membuat Rayna menurutinya.
Akhirnya, mereka berdua melanjutkan sarapan paginya dengan tenang.
Ben sudah selesai makan duluan, kemudian dia memilih untuk memperhatikan Rayna makan dengan penuh perhatian. Ben menyimpan kedua tangannya di meja, kemudian jari-jarinya mengepal di sekitar pipinya, menciptakan pose yang lucu dan menggemaskan.
Melihat Ben yang bertingkah seperti itu, tatapan Rayna berubah sinis, merasa risih dan geli.
"Ngapain sih...?" tanya Rayna dengan nada ketus.
"Gak ngapa-ngapain kok, cuma lagi liatin bebek makan," jawab Ben sambil tersenyum jahil, sengaja memancing emosi Rayna.
"Kurang ajar ya lo, masih aja bilang gue bebek!" Rayna yang sudah kesal, langsung mengambil centong nasi dan mengetok kepala Ben dengan gemas.
"Aww, sakit ih, gila.." ringis Ben sambil mengusap kepalanya yang terkena pukulan centong.
"Lagian aneh-aneh aja ngomongnya," balas Rayna dengan nada kesal, tapi sebenarnya dia juga geli sendiri dengan tingkah Ben yang selalu berhasil membuatnya tertawa.
Ben bangun dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan Rayna ke arah ruang tamu, sambil terus menggoda.
"Kabur ah, ada bebek lagi marah-marah, kwekk kwekk kwekk, hahahaha," katanya sambil berjalan cepat, berusaha menghindari amukan Rayna.
"Gini nih kalo dibaikin ngelunjak, kemarin-kemarin aja waktu ada masalah di rumah mukanya kek orang mau meninggal," gerutu Rayna dengan nada kesal, mengingat bagaimana Ben terlihat sedih dan murung saat ada masalah di rumahnya.
"Giliran sekarang, petantang-petenteng gak jelas, awas aja lo, Ben. Kalau lagi ada masalah, gue gak akan peduli!" ancam Rayna sambil menatap tajam ke arah Ben yang sudah berada di ruang tamu, tapi sebenarnya dia juga khawatir dan peduli dengan Ben, meskipun dia tidak mau mengakuinya secara langsung.
Terkadang, cinta hadir dalam bentuk yang paling unik dan tak terduga. Seperti halnya Rayna dan Ben, yang meski seringkali bertengkar dan saling menggoda, namun di balik itu semua tersimpan rasa sayang dan perhatian yang tulus.
Bersambung...