NovelToon NovelToon
Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:10.9k
Nilai: 5
Nama Author: Meymei

Keinginan terakhir sang ayah, membawa Dinda ke dalam sebuah pernikahan dengan seseorang yang hanya beberapa kali ia temui. Bahkan beliau meminta mereka berjanji agar tidak ada perceraian di pernikahan mereka.

Baktinya sebagai anak, membuat Dinda harus belajar menerima laki-laki yang berstatus suaminya dan mengubur perasaannya yang baru saja tumbuh.

“Aku akan memberikanmu waktu yang cukup untuk mulai mencintaiku. Tapi aku tetap akan marah jika kamu menyimpan perasaan untuk laki-laki lain.” ~ Adlan Abimanyu ~

Bagaimana kehidupan mereka berlangsung?

Note: Selamat datang di judul yang ke sekian dari author. Semoga para pembaca menikmati dan jika ada kesamaan alur, nama, dan tempat, semuanya murni kebetulan. Bukan hasil menyontek atau plagiat. Happy reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pingsan

“Kamu yakin mau ikut tinggal di desa?” tanya Gibran yang melihat Meri ikut merapikan pakaian ke dalam koper.

“Yakinlah!”

“Di sana tidak tempat untuk nongkrong dan berbelanja. Adanya warung sembako.”

“Iya.”

“Jaringan terkadang gangguan.”

“Iya.”

“Kalau kamu mau ke kota, aku hanya bisa mengantarmu saat libur di hari Minggu.”

“Iya, bawel!” jawab Meri kesal.

Ia hanya akan tinggal di desa, kenapa respon Gibran seolah tidak percaya dirinya bisa tinggal di sana?

Gibran terdiam. Ia masih tidak percaya dengan Meri yang akan ikut tinggal di desa. Ia mengira, Meri akan tinggal di kota selama dirinya bertugas. Mungkin saja istrinya itu sudah mulai sadar dengan kodratnya sebagai istri. Begitu pikir Gibran.

“Kenapa?” tanya Gibran saat sadar dengan tatapan Meri.

“Kamu tidak impo***\, kan?”

“Tidak.”

“Apa kamu tidak bisa melakukannya denganku, karena kamu masih memikirkan Dinda?”

“Tentu saja tidak! Sejak aku mengucapkan ijab qabul, aku sudah menjadikanmu satu-satunya perempuan yang aku pikirkan.”

“Lalu, kenapa tidak melakukannya?”

“Apa kamu menginginkannya?”

“Tidak.”

“Itu jawabannya.” Kata Gibran yang kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Mana mungkin ia melakukannya, jika Meri saja tidak menginginkannya? Sebagai laki-laki, tentu Gibran memiliki keinginan. Hanya saja, ia memegang teguh keputusannya untuk menunggu Meri melepaskan perasaannya kepada Adlan.

Ia telah mengubur perasaannya untuk Dinda, Ketika ia menerima pernikahannya. Awalnya memang sulit, tetapi ia berusaha untuk melakukannya, demi kebahagiaan kedua orang tuanya yang sangat menyukai Meri.

Sempat terpikirkan untuk memiliki Meri, agar istrinya bisa melupakan laki-laki yang disukainya. Tetapi tidak ia lakukan, karena yang ada hanya akan membuat hubungan mereka semakin merenggang.

Maka, Gibran memilih untuk menunggu dan berusaha membuat Meri menyukainya. Jika Dinda bisa, mungkin Meri juga bisa.

Sementara itu, Meri yang duduk di lantai melihat bayangan Gibran menghilang di balik pintu kamar mandi merasa kesal.

Ia masih belum paham dengan maksud Gibran. Jika jawaban Gibran yang tidak menyentuhnya adalah dirinya yang tidak menginginkannya, apa maksudnya?

“Apa aku tidak menarik?” gumam Meri yang kemudian melihat pantulan dirinya di kaca.

“Tubuhku tidak kalah dengan model-model di luar sana. Wajahku juga tidak kalah dengan Dinda. Memang, dadaku tidak sebesar miliknya. Tapi apakah hanya karena ini?” Meri mulai meragukan dirinya sendiri.

Ia sampai tidak sadar, jika Gibran memperhatikannya.

“Apakah perempuan suka melihat penampilan mereka sendiri? Batin Gibran yang melihat Meri yang meliuk-liukkan tubuhnya di depan cermin.

Melihat Meri masih fokus dengan cermin, Gibran buka suara dan mengatakan jika sebaiknya mereka segera sholat maghrib, sebelum habis waktu.

Meri terkejut dan segera menganggukkan kepalanya dengan canggung.

Keduanya melaksanakan sholat berjamaah, kemudian bergabung dengan keluarga Meri untuk makan malam bersama.

Malam itu keduanya kembali tidur bersisihan tanpa melakukan apapun. Gibran yang tidur lebih dulu, membuat Meri kesal sendiri.

“Mer, Mer! Kamu sendiri yang mengajaknya menikah tanpa perasaan, kamu juga yang kesal!” Meri merutuki dirinya sendiri dalam hati.

Ia menutup wajahnya dengan selimut dan mencoba memejamkan matanya. Yang terpenting besok mereka akan ke desa dan ia akan bertemu dengan Adlan.

Keesokan harinya, Gibran dan Meri berpamitan dengan kedua orang tua Meri dan segera menuju desa. Gibran mengemudikan mobil Meri, karena ia tidak membawa kendaraan sendiri.

Sesampainya di desa, kedua orang tua Gibran menyambut menantu mereka dengan Bahagia. Keinginan mereka untuk memiliki menantu akhirnya tercapai. Kini Gibran tidak akan dijuluki perjaka tua oleh para tetangga.

“Maaf ya, Nak. Rumahnya seadanya.” Kata Ibu Meri.

“Tidak apa, Bu. Ini sangat nyaman.” Jujur Meri.

Meski rumah keluarga Gibran tidak ada apa-apanya dengan rumah keluarga, ia merasakan kehangatan di sana.

“Kamu istirahat dulu. Ibu mau siapkan makan siang.” Meri mengangguk dan duduk di tempat tidur.

Beberapa saat kemudian Gibran datang dengan koper dan tas di kedua tangannya. Meri berdiri dan membuka kopernya untuk menata pakaiannya.

“Ini lemari untukmu.” Kata Gibran, menunjuk lemari kaca yang ada di sebelah lemari kayunya.

Sebelumnya ia telah menyiapkan satu lemari khusus yang terbuat dari kaca untuk Meri, karena mengira istrinya tidak akan suka dengan lemari kayu seperti miliknya.

“Terima kasih.”

Di sisi lain.

“Kenapa pulang cepat?” tanya Adlan yang baru sampai di sekolah.

“Ada kabar duka. Ayah dari kepala sekolah meninggal, jadi anak-anak dipulangkan karena para guru mau melayat.”

“Kamu mau langsung ke sana?”

“Pulang dulu, Oppa. Aku mau ambil kerudung.”

“Oke.”

Keduanya pulang lebih dulu. Setelah mengambil hijab, Dinda memasangkannya di kepalanya dengan hanya memutar di leher. Seketika ia termenung melihat penampilannya.

Benar apa yang dikatakan mama mertuanya. Penampilannya dengan hijab lebih baik dibandingkan dengan tidak mengenakan.

“Apa sudah waktunya aku mengenakannya?” tanya Dinda dalam hati.

“Ayo, sayang!” ajak Adlan yang sudah mengganti kaos oblongnya dengan kemeja koko.

Dinda mengangguk dan mereka berangkat ke rumah kepala sekolah yang ada di ujung desa. Mereka sampai berbarengan dengan Gibran dan Meri.

Gibran menyapa Adlan dan Dinda, yang ditanggapi Dinda dengan anggukan, sementara Adlan datar. Meri melihat Adlan yang datar, merasa kecewa. Tetapi yang paling membuatnya kesal adalah Adlan yang menggandeng tangan Dinda saat berjalan, sebelum menyalami beberapa orang yang menyambut mereka.

Gibran yang sadar akan perubahan Meri, menggandeng tangan istrinya dan mengikuti langkah Adlan dan Dinda.

“Apa kabar pernikahan kalian?” bisik Meri yang duduk di dekat Dinda.

Mereka duduk di teras rumah, sementara para suami duduk di halaman bersama bapak-bapak lainnya.

“Alhamdulillah, baik. Pernikahan Mbak Meri sendiri, bagaimana?”

“Mbak? Apa aku setua itu?”

“Mbak Meri teman Kak Adlan, tentu aku lebih muda dari Mbak Meri.”

“Apa?” Meri melotot.

“Aku beda 6 tahun dengan Kak Adlan.” Meri merasa kesal mengetahui perbedaan umur mereka.

Pantas saja Adlan dan Gibran sama-sama menyukai Dinda, karena mereka menyukai yang lebih muda. Begitu pikir Meri.

Niat hati ingin membuat Dinda kesal, justru dirinya yang dibuat kesal dengan kenyataan yang didengarnya. Meri bungkam, membuat Dinda bingung dengan perubahan sikapnya, tetapi mengabaikannya karena tidak ingin mencari masalah dengan Meri.

Baru sekitar 20 menit duduk, Dinda merasa tubuhnya tidak nyaman. Kepalanya berdenyut dan pandangannya berkunang-kunang. Ia segera mengirimkan pesan kepada suaminya.

Istriku: Oppa, ayo pulang!

Adlan yang sedang berbincang dengan kepala desa yang turut hadir, mengambil ponselnya yang bergetar di saku. Pandangannya kini ke arah Dinda yang terlihat pucat.

Segera ia berdiri dan berpamitan dengan kepala desa, untuk menghampiri istrinya. Saat ia sampai di tempat Dinda duduk, istrinya berusaha berdiri, tetapi tubuhnya ambruk. Meri yang ada di samping Dinda, sampai membekap mulutnya karena terkejut.

Beruntung Adlan menangkapnya tepat waktu. Melihat Dinda yang pingsan, orang-orang terkejut dan meminta Adan membawa istrinya ke Puskesdes yang kebetulan dekat dengan rumah kepala sekolah.

Adlan setengah berlari membopong tubuh Dinda ke Puskesdes yang berjarak sekitar 20 meter dari rumah kepala sekolah, diikuti istri kepala desa.

“Kadar gula darah istri Bapak rendah. Apa istri Bapak menderita diabetes?” tanya Bidan yang memeriksa Dinda.

“Tidak, Bu.” Bidan mengangguk, lalu memegang area perut Dinda.

“Sepertinya istri Bapak hamil.”

“Apa, Bu?” tanya Adlan yang tidak percaya dengan pendengarannya.

“Dugaan saya istri Bapak hamil, setelah sadar nanti bisa cek dengan alat uji kehamilan untuk memastikannya.”

Adlan menganggukkan kepalanya, karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Istri kepala desa yang menemaninya segera mengucapkan selamat untuknya. Adlan hanya bisa mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Beberapa saat kemudian, Dinda sadarkan diri. Bidan memberikan air yang telah dicampur dengan sari kurma.

“Apakah ada yang tidak nyaman?” tanya Bidan.

“Pusing saja, Bu.” Jawab Dinda lemah.

“Bapak, tolong dibantu istrinya untuk melakukan tes kehamilan, ya? Kamar mandi ada di sebelah sana.”

“Baik, Bu.” Jawab Adlan, sedangkan Dinda bertanya-tanya mencerna maksud dari perkataan Bidan.

Adlan mengangkat tubuh Dinda dan membawanya ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Adlan memberikan gelas plastik kepada Dinda dan memintanya untuk mengisinya dengan urin, seperti yang dijelaskan Bidan sebelumnya.

Dinda menurut, meski ia masih belum sadar dengan apa yang dilakukannya. Sambil menunggu, Adlan membuka bungkus tes kehamilan dan bersiap.

“Oppa, kenapa tes kehamilan?”

1
Dewi Masitoh
semoga lancar kak acaranya
Dewi Masitoh
kota pedas?lombok kah?😄
Meymei: Hehehe 🤭
total 1 replies
indy
Kota pedas di mana ya, jadi pengin makan yang pedas pedas
Meymei: Pecinta pedas jg kak 😄
total 1 replies
indy
semoga meri mulai membuka diri pada gibran
𝐈𝐬𝐭𝐲
nah kan beneran hamil...
𝐈𝐬𝐭𝐲
jgn² Dinda hamil...
Dewi Masitoh: sepemikiran kak😄
total 1 replies
Dewi Masitoh
Gibran kan?😄
Meymei: Cek di ban selanjutnya nanti ya kak 🤭
total 1 replies
Sila Romandita
gibran
Meymei: Masak sih🤭
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
kenapa Dinda gak pindah sekolah aja ngajar di sekitar rumah baru saja dripada harus kekampung dia lagi...
Meymei: Kekurangan guru kak🤭
total 1 replies
indy
selamat berbulan madu
𝐈𝐬𝐭𝐲
namanya Adlan atau Aksa sih Thor🤔
Meymei: Maaf typo kak 🤭
total 1 replies
Dewi Masitoh
Adlan kak🤣kenapa salah ketik jd aksa🙏
Dewi Masitoh: baik kak🙏
total 2 replies
Fitri Yani
next
indy
kayaknya sdh bisa resepsi biar gak ada lagi yang julid. wah ternyata gibran naksir dinda juga
indy
nanti resepsinya setelah masa duka selesai
indy
lanjut kakak
indy
ada yang bertengger di pohon kelengkeng
𝐈𝐬𝐭𝐲
ceritanya bagus aku suka😍😍
Meymei: Terima kasih kakak… 😘
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
lanjuut Thor
𝐈𝐬𝐭𝐲
hadir Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!