Berbagi Cinta: Noda Merah Pernikahan

Bidan sudah melakukan pemeriksaan buat Zeya. Semuanya dalam keadaan normal dan stabil.

Saat ini ia telah di infus untuk segera masuk ke ruang operasi. Pakaian Zeya pun telah diganti dengan pakaian pasien.

Mami dan Azril yang baru sampai di klinik langsung menuju ruang rawat inap yang ditempati Zeya.

Saat melihat Zeya yang telah siap untuk masuk ruang operasi, Azril berjalan tergesa mendekatinya.

"Kamu akan operasi."

"Iya, mas. Ini kan udah hampir jam satu siang."

"Kamu jangan kuatir ya, mami akan menemani kamu di ruang operasi. Lagi pula yang akan menangani tante Febby langsung."

"Aku percaya sama tante Febby dan aku pasrahkan hidup dan matiku hanya pada Allah."

Mami mendekati Zeya dan mengusap kepalanya.

"Kamu harus kuat. Ingat sebentar lagi kamu akan melihat putra dan putrimu."

"Iya, mi. Aku pasti akan kuat dan bertahan."

"Ayo, kita menuju ruang operasi lagi. kamu yang tenang mami akn menemani "

Perawat mendorong tempat tidur yang ditempati Zeya menuju ruang operasi.

Selama Zeya di dalam ruang operasi Azril tampak mondar mandir.

Di tempat lain, Albirru yang sedang mengemudi tiba-tiba merasakan perutnya sakit dan kepalanya yang pusing.

Albirru menepikan mobilnya dan memijat kepalanya yang pusing.

"Mas, kenapa?" ucap Zahra kuatir melihat wajah Albirru yang tiba-tiba pucat.

"Biar aku yang gantian nyetirnya."

Zahra berpindah tempat duduk dengan Albirru. Ia melihat Albirru yang merintih menahan sakit.

"Kita ke rumah sakit terdekat aja, mas. Wajah mas pucat banget."

"Ya, mas udah nggak tahan." Albirru terus saja memegang perutnya.

Zahra mengendarai mobil dengan kecepatan lumayan tinggi, ia melihat Albirru yang menahan rasa sakit.

Sampai di salah satu rumah sakit, Albirru langsung masuk ke ruang IGD. Dokter yang menanganinya keluar setelah setengah jam.

"Bagaimana suami saya, dokter."

"Nggak ada yang perlu ibu kuatirkan. Bapak sepertinya hanya salah makan. Karena ia merasakan sakit di perut. Tapi saat kami periksa tak ada masalah."

"Baiklah, dok. Jadi bagaimana sekarang, apakah suami saya harus di rawat."

"Sebaiknya memang di rawat. Karena bapak kelihatan sangat lemas. Takutnya terjadi sesuatu. Kita lihat perkembangannya hingga besok."

"Baiklah, dokter. Saya ikut saja."

Albirru dipindahkan ke ruang rawat. Zahra menghubungi kedua orang tuanya dan juga kedua orang tua Albirru.

Perjalanan dari kampung Albirru menuju kota saat ini sekitar lima jam. Orang tua Albirru dan Zahra langsung menuju ke rumah sakit tempat Albirru di rawat.

............

Azril mendengar suara tangisan bayi dan ia melihat dua orang bidan keluar dari ruang operasi sambil menggendong dua bayi yang sangat ganteng dan cantik.

"Apakah ini bayinya Zeya," ucap Azril gugup.

Ia takjub melihat dua bayi mungil yang masih merah itu. Kembali terdengar suara tangisan dari kedua bayi tersebut.

"Kami akan membersihkan bayi ini dan nanti bapak bisa mengadzankan anak bapak ini," ucap salah seorang perawat.

"Zeya, bagaimana?" ucap Azril.

"Saat ini ibunya sedang ditangani dokter Febby."

"Bapak bisa ikuti kami, nanti langsung azan kan."

"Oke," ujar Azril. Ia mengikuti langkah kaki kedua perawat itu.

Sementara itu keadaan Zeya sedikit lemah. Ia banyak kehilangan darah. Kebetulan golongan darah mami Azril dan Zeya sama. Ia mendonorkan darahnya buat Zeya.

Mami Azril yang menyaksikan sendiri perjuangan Zeya melahirkan, merasa kasihan.

Saat ini setiap wanita menginginkan didampingi oleh suami dan keluarga, untuk pemberi semangat. Kasihan Zeya, ia harus menghadapi semua ini seorang diri. Aku dapat merasakan kesedihannya. Walaupun Zeya berkata baik-baik saja, aku yakin di dalam hati kecilnya, ia merasakan kesedihan yang mendalam.

Untung mami Azril wanita yang sehat, ia tak pernah lupa untuk berolah raga. Dan ia memang sering mendonorkan darahnya.

Ia menemani Zeya di ruang rawat inap. Zeya masih belum sadar.

Azril kembali setelah mengazankan kedua bayi Zeya. Ia kaget melihat Zeya yang terbaring dengan darah yang tergantung.

Azril memandangi maminya minta penjelasan apa yang dialami Zeya.

"Zeya kenapa, mi."

"Hanya membutuhkan satu kantong darah karena saat melahirkan tadi ia banyak mengeluarkan darah."

"Apakah tidak berbahaya, mi,"

"Kita sama - sama berdoa saja agar ia segera sadar."

"Mami tidak membohongi aku," ucap Azril. Ia tampak sangat kuatir karena Zeya belum sadarkan diri.

"Kenapa mami harus membohongi kamu. Sebentar lagi pasti ia sadar. Kamu tak perlu kuatir.

Bayinya Zeya digendong bidan untuk dipindahkan ke ruang rawat ibunya. Mami Azril tampak sangat senang, ia meminta salah satu bayi Zeya buat digendong.

Hanya sebentar mami menggendong bayi Zeya karena ia tak mau mengganggu tidurnya.

Bayi Zeya diletakan di dalam bok bayi yang ada diruangan itu. Setelah meletakkan bayi itu, kedua perawat itu pamit.

Azril dan maminya melihat kedua bayi itu yang tampak sangat mengemaskan.

"Bagaimana seandainya kamu yang menjadi ayah kandungnya, pasti kamu akan marah dan kecewa saat tau selama ini keberadaan anaknya disembunyikan."

"Aku pasti akan mengatakannya. Tapi aku perlu waktu untuk itu," gumam Azril.

"Mami pengin tanya sekali lagi, apakah benar bukan kamu penyebab Zeya kabur dari suaminya."

"Demi Tuhan, mi. Bukan aku penyebabnya. Ia meninggalkan rumah setelah tak tahan dengan perlakuan suaminya yang tidak adil"

"Tidak adil apa? "

"Zeya itu diam-diam di madu. Dan suaminya lebih sering di rumah istri mudanya. Hingga suatu hari ia tak tahan lagi dan memutuskan kabur."

"Syukurlah jika bukan karena kamu ia memutuskan berpisah."

Azril dan maminya duduk di sofa yang ada di kamar itu. Mereka menunggu saat Zeya sadarkan diri.

Bersambung

*****************

Terima kasih.