Setelah 3 tahun berpisah, takdir kembali mempertemukan Rexi dengan cinta pertamanya, Rania, yang kini tengah dilanda ujian dalam prahara rumah tangganya bersama sang suami, Raffael Senzio.
Dari pertemuan itu, Rexi mulai menyelidiki kehidupan Rania, wanita yang masih bertahta kuat di dalam hatinya. Melihat ada kesempatan, akhirnya Rexi memutuskan untuk merebut kembali cinta pertamanya.
Sementara di sisi lain, ada Raffael yang berusaha keras memperbaiki hubungannya bersama Rania dan mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.
Akankah cinta pertama mendapatkan kesempatan kedua? atau Rania akan memberikan kesempatan itu pada suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Sikap yang Berubah.
Di kediaman mewah keluarga Rykhad, Rexi yang sudah berganti dengan pakaian santai turun ke bawah. Ia menuju dapur untuk mengambil minuman.
Amanda, sang ibu yang juga tengah berada di sana melihat putra tertuanya itu. Ia merasa heran karena biasanya Rexi tidak pulang secepat ini, putranya itu akan pulang larut malam setelah menghabiskan waktu di perusahaan.
"Tumben cepat pulang, Kak?" tanya Amanda, matanya mengarah memperhatikan Rexi.
"Pekerjaanku sudah selesai, Mom," jawab Rexi tanpa menyadari jika sang ibu tengah menelisik penampilannya malam ini dengan mata yang memicing.
Amanda mengamati penampilan putranya yang mengenakan kaos hitam polos dan celana cargo pendek, penampilan yang biasa untuk Rexi.
Namun, ada satu detail yang menarik perhatian Amanda— tie clip yang terpasang rapi di kerah kaos putranya. Amanda mengernyitkan kening, merasa heran mengapa putranya memasang penjepit dasi di pakaian santai. Apakah sekarang mengenakan penjepit dasi di pakaian casual sudah menjadi tren baru? Pertanyaan itu hanya menggantung di pikiran Amanda karena Rexi sudah berlalu menuju kamarnya tanpa menyadari rasa penasaran sang ibu.
*
*
*
Dengan gerakan halus, Rania melerai pelukan Raffael. Ia bersedekap dada dan kembali memperhatikan pemandangan kota dari balik dinding kaca.
Melihat sikap Rania yang dingin padanya, Raffael semakin yakin jika ada yang tidak beres.
"Kau pasti lelah setelah melakukan penerbangan panjang. Aku benar-benar terkejut sekaligus bahagia karena kau mau menyusulku kemari, Sayang." Mengabaikan sikap Rania yang dingin, Raffael kini memeluk istrinya itu dari belakang penuh perhatian.
Rania menegang, ekspresinya berubah bahkan saat Raffael mendaratkan ciuman di pipinya. Mereka tidak pernah sehangat ini jika sedang berdua.
"Happy anniversary yang ketiga, Sayang," ucap Raffael mesra dan dengan tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak panjang bagaikan sulap di hadapan Rania.
Rania menerima kotak itu dalam diam dan membukanya. Ia berbalik dan menatap pada Raffael yang tersenyum saat mendapati sebuah kalung berlian yang begitu cantik.
Rania sangat tahu, bahwa kalung itu adalah edisi terbatas dari brand perhiasan ternama dunia.
"Kejutan untuk istriku yang paling cantik." Raffael tersenyum, ia meraih pinggang Rania dan menunduk ingin mendaratkan ciuman di bibir istrinya. Namun, Rania langsung menghindar.
Rania mengingat bagaimana Raffael melumat ganas bibir Natalie di restoran tadi, ia pun merasa jijik.
"Rania?" panggil Raffael dengan suara serak bercampur herannya.
Selama pernikahannya bersama Rania, Raffael memang tidak pernah mencium istrinya itu di bibir. Tepatnya tidak pernah melakukannya atas keinginannya sendiri. Ia hanya mendaratkan ciuman di depan umum atau di hadapan keluarga besar Raksa.
Raffael ingat, beberapa bulan yang lalu Rania mengatakan ingin memberikan kesempatan pada hubungan mereka agar bisa seperti pasangan sesungguhnya. Dan Raffael jelas menyetujui hal itu. Karena hanya pria gila yang bisa menolak pesona Rania.
Tapi, kenapa kali ini Rania terlihat seperti menghindarinya?
"Terima kasih. Aku sangat menyukainya," ucap Rania dengan menunduk, memperhatikan kalung berlian dan menutup kotaknya. "Aku baru saja tiba. Tubuhku rasanya lelah sekali." Suara Rania terdengar lembut seperti biasa, tapi Raffael bisa merasakan jarak yang tiba-tiba saja muncul di antara mereka.
Raffael mengangkat tangan untuk merapikan rambut istrinya. "Istirahatlah. Aku tidak akan mengganggumu, Sayang." Raffael mendaratkan ciuman di kening istrinya karena Rania tidak sempat menghindar.
"Besok aku akan mengatur waktu untuk kita bersama. Kita harus merayakan peringatan hari pernikahan kita. Tapi, sebelumnya aku ingin meminta bantuanmu, Sayang."
Rania menatap pada Raffael, seakan meminta agar pria itu melanjutkan ucapannya.
"Aku sudah resmi menjalin kerja sama dengan perusahaan besar, Rykhad Holdings. Besok aku akan menandatangani kontraknya. Aku ingin kau ikut menemaniku," pinta Raffael dengan tersenyum. Ia begitu bangga karena berhasil menjalin kerja sama dengan perusahaan besar Rykhad Holdings.
Raffael sebenarnya sengaja membawa Rania bersamanya. Agar pemimpin perusahaan itu yang ia nilai begitu sombong dan angkuh tahu bahwa ia juga adalah bagian dari keluarga Raksa— keluarga yang juga memiliki hubungan dekat dengan keluarga Rykhad karena adanya pernikahan.
Rania sempat terkejut mendengar permintaan Raffael, tapi setelahnya ia hanya mengangguk. Ia ingin segera masuk ke dalam kamarnya yang berbeda dengan kamar Raffael. Begitulah pernikahan mereka, sangat kaku di dalam. Dan kini semakin dingin setelah Rania mengetahui apa yang suaminya lakukan di belakangnya.
Begitu masuk ke dalam kamar, Rania meletakkan kotak berisi kalung dari Raffael begitu saja di atas nakas.
Tak bisa dipungkiri, Raffael benar-benar bersikap baik padanya, terlebih sekarang, ia juga termasuk suami yang royal. Seandainya Rania tak tahu tentang pengkhianatan yang Raffael lakukan, ia pasti akan mulai mencair, menyingkirkan masa lalu dan memberikan tempat untuk Raffael.
Rania merebahkan diri. Ia menarik napas saat mengingat tentang Raffael yang meminta dirinya untuk menemani ia ketika menandatangani kontrak kerja sama dengan Rykhad Holdings.
Pertemuannya dengan Rexi di restoran tadi kembali terulang dalam ingatan. Tidak ada yang terjadi. Mereka hanya saling diam, Rania juga hanya terpaku pada tatapan dingin mantannya itu yang begitu menusuk. Tidak ada sapaan, bahkan Rexi seperti tidak mengenali dirinya sampai akhirnya Rania pergi berlalu begitu saja meninggalkan restoran.
"Dia pasti sangat membenciku," batin Rania tersenyum pahit. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredam sakit yang kembali menghantui.
Pertemuannya kembali dengan Rexi, mengingatkannya pada luka lama yang belum sembuh. Rania menutup mata, berharap bisa melupakan semuanya. "Sudah berlalu," bisikannya pada dirinya sendiri, mencoba mencari penghiburan. Tapi, tatapan Rexi masih terpatri jelas di benaknya, membangkitkan kembali rasa sakit yang pernah ia rasakan.