Suaminya ketahuan selingkuh dan anak yang dikandungnya meninggal adalah petaka yang paling menyedihkan sepanjang hidup Belcia. Namun, di saat yang bersamaan ada seorang bayi perempuan yang mengira dia adalah ibunya, karena mereka memiliki bentuk rambut yang sama.
Perjalanan hidup Belcia yang penuh ketegangan pun dimulai, di mana ia menjadi sasaran kebencian. Namun, Belcia tak memutuskan tekadnya, menjadi ibu susu bagi bayi perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Penasaran dengan kisah Belcia? Ayo kita ikuti di novel ini🤗
Jangan lupa follow author💝
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Donor ASI
Karena semasa hidup ASI Maureen berlimpah, dia dan Jasper sepakat untuk tidak memberikan Leticia susu formula. Namun, saat ini Maureen sudah tidak ada, begitu juga dengan stok ASI-nya. Hal tersebut akhirnya menjadi perdebatan antara Maria—baby sitter yang merawat Leticia sejak usia satu bulan, dengan Lidya.
"Nyonya, saya tidak diizinkan untuk memberikan susu formula pada Nona Leticia, Nyonya Maureen sendiri yang memberi perintah itu," jelas Maria dengan tatapan serius.
Selama ini Jasper dan Maureen memang tinggal terpisah dengan orang tua mereka. Jadi, Lidya kurang memahami kebiasaan-kebiasaan Leticia. Terlebih, Jasper belum sepenuhnya menerima dia sebagai ibu tiri. Jadi mereka kerap menjaga jarak.
"Lalu cucuku mau minum apa, Maria? Dia tidak bisa tidur kan jika tidak minum susu?" balas Lidya, mereka belum sempat mendapat solusi dari masalah ini. Dan Lidya mengambil keputusan sepihak, karena tak tega melihat cucunya kehausan.
Maria merasa serba salah, sambil menatap Lidya yang menimang-nimang Leticia yang menangis dalam gendongannya. Bayi itu mengantuk, tapi tak mau tidur.
Dan akhirnya Maria menuruti apa kata Lidya untuk mencoba membuatkan Leticia susu formula.
Lidya merebahkan Leticia yang masih saja menangis. Dia mencoba menjejalkan dot, awalnya Leticia mau menyesapnya, tapi setelah itu dia kembali menolak lalu menangis. Berulang kali seperti itu, hingga Lidya pun merasa tak tega untuk melanjutkannya.
"Aaaa ...."
"Kamu tidak mau ya, Sayang?"
Lidya dan Maria saling tatap. Pikiran mereka bercabang, karena sama-sama bingung untuk mengatasi masalah ini.
"Apa tidak ada cara lain, Nyonya?" tanya Maria.
Lidya terdiam. Seketika ia teringat dengan kejadian kemarin, saat dirinya berada di rumah sakit, secara tak sengaja dia mendengar obrolan dua orang wanita.
"Kali ini kamu mau ke mana lagi, Cia?" tanya Bianca pada putrinya yang mengajak untuk keluar dari ruang perawatan. Dia membantu Belcia mendorong kursi roda.
"ASI-ku terus keluar, Ma, tapi bayiku tidak ada. Bukankah sebaiknya aku mendonorkan ASI ini untuk anak-anak yang membutuhkan? Aku pernah mendengarnya dari Regina, katanya bisa dilakukan asal memenuhi syarat," jawab Belcia yang tak tahan melihat air susu itu terus terbuang.
Bianca menelan ludahnya getir. Dia tahu rasa kehilangan ini terus menghantui putrinya, tapi jika dengan berbuat baik bisa membuat Belcia menjadi semangat. Maka dia pun akan menurutinya.
"Baiklah, Mama akan mengantarmu ke sana. Kamu akan bermanfaat bagi banyak bayi, Sayang," pungkas Bianca sambil mengusap lembut kepala putrinya. Semua percakapan itu ditangkap dengan baik oleh Lidya, sehingga dia merasa memiliki secercah harapan.
"Aku punya solusi untuk cucuku. Leticia harus mendapat donor ASI, aku yakin ini akan berhasil," kata Lidya dengan penuh antusias. Namun, Maria tak langsung setuju, karena hal tersebut perlu mendapat persetujuan dari majikannya.
"Ayo, Maria! Kita bawa Leticia ke rumah sakit," lanjutnya, bergegas mengajak pengasuh Leticia.
"Tapi, Nyonya—"
"Ada apa?" Lidya melihat keraguan di wajah Maria.
"Kita belum mendapat izin dari Tuan Jasper. Setidaknya kita lapor terlebih dahulu tentang masalah ini," papar Maria yang tak ingin gegabah. Karena saat ini Leticia adalah tanggung jawabnya.
"Jasper sedang sibuk mengurus kasus Maureen, Maria. Jika hal sekecil ini saja tidak bisa kita selesaikan, yang ada beban di pundaknya semakin berat. Saat dia punya waktu santai biar aku yang bicara dengannya, kamu tenang saja ya," ujar Lidya dengan lugas. Setidaknya dia ingin terlihat bisa diandalkan oleh putranya, meski selama ini kehadirannya tak dianggap.
Meski di dadanya terlalu banyak keraguan dan kecemasan, tapi mau tak mau akhirnya Maria menganggukkan kepala. Kemudian mereka bergegas ke rumah sakit untuk mengurus donor ASI untuk Leticia.
*
*
*
Menjelang sore mobil sedan hitam menepi di halaman rumah keluarga Smith. Orang yang di dalamnya disambut dengan hangat karena dia adalah kakak dari Maureen, Sharon namanya. Selama ini dia tinggal di negeri seberang, tapi setelah mendengar kabar bahwa adiknya meninggal, dia memutuskan kembali.
"Di mana keponakanku?" tanya Sharon kepada para pelayan. Kaki jenjangnya melangkah masuk melewati pintu utama.
"Dia ada di kamar. Selamat datang, Sharon, senang bertemu denganmu lagi," seru Lidya dari arah lain, dia telah mendapat informasi kedatangan wanita itu, jadi dia bergegas untuk keluar.
Sharon mengangkat sudut bibirnya tipis lalu melepas kacamatanya. Menatap wanita yang tidak pernah dianggap kedudukannya sebagai Nyonya Smith, berada di rumah Jasper.
"Maaf aku baru sempat datang. Minggu kemarin aku benar-benar sibuk sampai tidak bisa pulang saat pemakaman Maureen, aku kakak yang jahat ya?" ujar Sharon dengan mimik sedih.
"Tidak masalah, di sini masih banyak orang yang menyayangi Maureen. Jadi semuanya berjalan dengan baik," balas Lidya yang selalu memberikan perhatian tulus, baik itu untuk anak tiri maupun menantunya.
Sharon berdecih kecil. Membayangkan bagaimana sempurnanya kehidupan Maureen, tapi saat ini wanita itu sudah tidak ada. Jadi seharusnya dia bisa menarik atensi semua orang.
"Kalau begitu tolong izinkan aku melihat Leticia. Dia pasti akan merasa bahwa ibunya telah datang, karena kami cukup mirip," ujar Sharon mengalihkan pembicaraan.
Lidya memimpin langkah, saat sampai di kamar Leticia, bayi itu baru saja selesai dimandikan oleh Maria.
"Leticia Sayang," seru Sharon dengan wajah sumringah. Dia langsung berantusias untuk mengalihkan perhatian Leticia. Namun, Leticia malah menatap bingung.
"Ini Bibimu, Sayang, Bibi Sharon," ujar Sharon sambil menyentuh dirinya sendiri, tapi Leticia malah membuang muka. Membuat Sharon berdecih malu.
"Sudah cukup lama kita tidak bertemu, aku yakin dia sedikit lupa. Sini biar aku yang pakaikan dia baju." Sharon hendak mengambil alih tubuh gembul itu, dan suara tangis Leticia langsung pecah, bahkan tangannya memegang erat tubuh Maria, menunjukkan penolakan.
"Jangan dipaksa, pelan-pelan saja Sharon, yang ada dia semakin menolakmu," tukas Lidya yang membuat Sharon merasa kesal hingga tak sadar mengepalkan tangan.
"Sini, biar aku saja. Maria, kamu siapkan susu untuk Leticia," lanjut wanita paruh baya itu. Akhirnya setelah ke rumah sakit, Leticia bisa segera mendapatkan donor ASI, dan bayi itu langsung mau menyusu.
*
*
*
Bukti bahwa kecelakaan itu tidak murni membuat Jasper langsung melayangkan gugatan. Hingga pada hari itu juga, pihak kepolisian terpaksa menjemput pelaku yang masih dirawat di rumah sakit.
Seorang suster yang mengantar mengetuk salah satu ruangan. Saat dibuka, dua polisi langsung masuk untuk menyampaikan laporan tersebut.
"Nyonya Belcia, karena ada terlibat di dalam kecelakaan yang menyebabkan satu korban meninggal. Anda harus ikut kami ke kantor polisi. Ini surat penangkapan Anda," ucap salah seorang berseragam cokelat itu.
Dua orang yang ada di ruangan itu tampak sangat tercengang. Akhirnya hari ini datang juga, namun rasanya sungguh tidak adil saat polisi mengatakan bahwa hanya satu korban yang meninggal sementara anak Belcia sendiri tidak selamat.
"Sekarang?" tanya Bianca dengan mata berkaca-kaca, dan polisi langsung menganggukkan kepala. Sedangkan Belcia hanya membeku, menatap kosong pada setiap objek indera penglihatannya. Bahkan dia seakan tak sadar, saat dirinya digiring ke kantor polisi.
*
*
*
Arsen baru saja mendapat mendapat informasi. Dan dia langsung mendekati Tuannya yang sedang sibuk di depan layar komputer.
"Tuan, ada berita baik."
"Apa?" jawabnya tanpa mengalihkan perhatian.
"Dua orang pelaku sudah diamankan ke kantor polisi. Nyonya Maureen akan segera mendapat keadilan," jelas Arsen yang membuat Jasper menghentikan sejenak aktivitasnya.
Dia menatap sang asisten, lalu menarik sudut bibirnya ke atas.
***
Lempar vote Seninnya ges💋
lagian kamu tuh kok kagak punya malu? kamu tuh tinggal di rumah siapa? meskipun kamu kakak dari almarhum maureen, bukankah maureen sudah tiada. terus kenapa kamu masih bertahan di rumah jasjus, dengan alasan ingin mengawasi leticia 😒 jelas2 leticia ogahh sama kamu? kok yaa masih betah bertahan di rumah iparr...memuakkan 😒