NovelToon NovelToon
Sillent Treatment Suamiku

Sillent Treatment Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:560
Nilai: 5
Nama Author: Fay :)

Sinopsis



Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.


Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.


Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.


Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.


Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.


Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4. Malam bersama

Bab 4. Malam bersama

   Malam kian tiba, jam menunjukkan pukul 19.00 kurang 15 menit lagi. Nara dan Aiden sudah selesai bersiap, dengan berpakaian sederhana Nara terlihat tetap cantik, begitupun Aiden lucu dan sangat menggemaskan dengan baju setelan dilengkapi hiasan dasi kupu-kupu dilehernya.

   “Nara…” terdengar suara Ibu tiri Nara dari luar pintu kamar Nara.

    Lekas Nara membuka pintu kamarnya.

   “Iya?” Tanya Nara.

   “Rama sudah didepan, segera temui dia.” Perintah Ibu tiri Nara sambil bersidekap dada, seolah selalu meremehkan Nara.

   Nara mengangguk mengiyakan perintah Ibu tirinya.

   “Aiden gantengnya Mama, nanti jangan rewel ya.” Nara tersenyum sambil menggendong Aiden keluar dari kamar mereka.

   Nampak Aiden tersenyum melihat Mamanya juga tersenyum, dia memang masih kecil tapi seperti mengerti keadaan Mamanya.

   Lekas Nara keluar dari kamar menemui Rama yang kini tengah duduk di ruang tamu bersama Ayah Nara.

   “Sudah siap Nara?” Tanya Ayahnya.

   “Iya Yah.” Balas Nara tetap berdiri menggendong Aiden.

   “Lucu sekali cucuku.” Ayah Nara berusaha mengambil Aiden dalam gendongan Nara, tapi justru Aiden yang enggan beralih dari dekapan Mamanya.

   Entah karna jarang mengajak Aiden berkomunikasi, bahkan bisa dihitung jari saat kakeknya itu mau menemani cucunya bermain. Alhasil sekarang merasa seperti tertolak.

   Sebisa mungkin Nara menunjukkan sifat tenangnya, meski didalam dadanya kini detak jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.

   “Yasudah ayo kita berangkat.” Ucap Rama sambil beranjak dari duduknya.

   “Sesuai ijin saya tadi ingin membawa Nara dan Aiden makan malam bersama diluar.” Sambungnya ke arah Ayah Nara.

   “Baiklah, kembalikan lagi putri dan cucuku. Kalo sudah siap menikah baru boleh dibawa pergi.” Ucap Ayah Nara sambil menepuk punggung Rama sedikit tertawa meledek.

   Rama mengangguk dan tersenyum mendengar perkataan dari Ayah Nara.

*

*

*

   “Apa kamu mau memilih tempat makan malam sendiri?” Tanya Rama setelah sekian lama diam sambil menyetir kendaraan beroda empat itu.

   “Engga, ikut kamu saja. Aku terserah dan tidak memilih-milih makanan.” Balas Nara sederhana.

   Aiden terlelap dalam dekapan Nara, mungkin karna nyaman berada didalam mobil milik Rama.

   “Lelap sekali Aiden ya.” Kata Rama berusaha mencairkan suasana yang hening.

   “Hem, dia memang jarang jalan-jalan keluar. Kadang aku hanya mendorong pakai sepeda kecil miliknya keliling komplek dirumah.” balas Nara memperhatikan wajah mungil anaknya.

   “Nanti kita sering-sering ajak Aiden bermain diluar.” Sambung Rama lagi sambil memperhatikan Aiden juga.

   Nara tak menyahut lagi, pandangannya kini menerawang keluar mobil.

   “Sepertinya Rama tak seburuk pikiranku, apa karna sudah dewasa jadi tak banyak bualan yang keluar dari mulutnya, melainkan hanya rasa simpati seperti biasa.” Ucap Nara dalam hatinya.

   Sesungguhnya bukan alasan Nara karna perbedaan usia saja yang terpaut jauh, tapi rasa trauma yang Nara rasa masih sepenuhnya ada dalam benaknya.

   Hanya waktu delapan bulan saja, bagaimana Nara bisa secepat itu melupakan semuanya.

*

*

*

   Perjalanan mereka kini tertuju kearah restoran khas makanan lokal. Rama memutar stang mobilnya memasuki area parkir restoran.

   “Kamu mau kalau makan disini?” Pertanyaan dari Rama sebelum benar-benar turun dari mobil.

   “Iya.” Jawab Nara singkat.

   Aiden mulai terbangun dari tidur lelapnya, mungkin merasakan gerakan yang dilakukan Nara turun dari mobil.

*

*

*

   “Biar aku yang menyuapi Aiden.” Pinta Rama kearah Nara yang akan memulai menyuapi Aiden.

   “Apa tidak merepotkan?” Balas Nara dengan pertanyaan.

   “Tidak sama sekali, hal seperti ini yang ingin aku lakukan sejak dulu.” Jelas Rama sederhana.

   “Kamu makanlah dulu.” Sambungnya lagi.

   Kini Nara mulai menyantap hidangan yang ada didepannya, banyak sekali pilihan makanannya, mungkin Rama sengaja agar Nara bisa memilih sendiri apa yang paling disukainya.

   Nara memperhatikan cara Rama dengan sabar menyuapi Aiden, mungkin Rama benar keinginannya dulu memiliki keturunan sangat dinantikan. Buktinya meski sekarang Aiden bukan anak kandungnya, Rama memperlakukannya dengan sangat baik.

   Meski ada sedikit kesusahan dalam menghadapi Aiden yang masih baru-baru mengenal Rama, tapi sedikit banyaknya Rama bisa meluluhkan Aiden dengan usahanya.

   Entah itu trik Rama agar Nara mulai meluluhkan hatinya sedikit untuknya atau murni karna ketulusannya.

   Rama sendiri sudah tiga tahun berpisah dari mantan istrinya, belum juga memantapkan hati untuk mulai mencari pengganti. 

   Mulai mencoba mengenal Nara itupun karna kandidat dari temannya yaitu Ayah dari Nara sendiri. 

*

*

*

   Acara makan malam mereka telah usai, seperti pada umumnya hanya obrolan ringan diantara mereka.

   Sedangkan dirumah, baru saja sampai dan baru Rama pulang. Ayahnya menodongkan pertanyaan, “Tadi kamu langsung dilamar sama Rama, Ra?” Tanyanya.

   Nara mengernyitkan dahi heran, baru juga dua kali bertemu, bukan hanya Nara yang ingin memantapkan hati, tapi pasti Rama juga akan melihat cocok tidak dirinya dengan Nara.

   “Ini baru pertemuan kedua Yah, kenapa sangat buru-buru.” Nara berusaha sabar.

   “Anak muda jaman sekarang kenalan doang lama banget, ini juga bukan pertama kali buat mereka, sudah sama-sama pernah merasakan berkeluarga.” Gerutu Ayah Nara.

   “Langsung tanya saja Mas sama Rama keputusannya, biar dia ngira keluarga perempuan butuh kepastian.” Sambung Ibu tiri Nara, memberi ide sedikit buruk menurut Nara.

   “Betul juga.” Balas Ayah Nara, sambil menganggukkan kepalanya.

   “Jangan Yah, harga diri kita ini dari pihak perempuan.” Bela Nara berusaha mengalihkan pikiran Ayahnya.

   “Kamu diam saja, tinggal ikut apa yang Ayah suruh.” Ucapnya lagi, sedikit menyakiti hati Nara.

   Bukan hanya kali ini pendapatnya tak pernah diterima, mungkin setiap waktu dan setiap peristiwa.

   Nara berpikir kenapa Ayahnya begitu ngotot ingin segera menikahkan dirinya. Apa karna ingin segera melihat Nara keluar dari rumah ini atau mereka benar tak mampu menafkahi anak dan cucunya sendiri.

   “Dia itu dari keluarga lebih baik ekonominya dari pada kita Nara, kamu pasti akan bahagia, dan pasti Aiden tak akan kekurangan.” Ayah Nara berusaha menasehati Nara.

   “Pilihan Ayah kali ini benar, yang dulu Ayah tak mengetahui sifatnya yang suka main tangan, tapi kali ini Rama itu pembawaannya tenang dan tidak banyak bicara.” Lanjutnya.

   “Paham Nara!” Tekan Ayah Nara seolah hak untuk Nara menolak tak ada lagi.

   Nara hanya tersenyum miring mendengar perkataan Ayahnya. Iapun sudah tau jika menolak hanya membuang tenaganya sendiri dan tak akan memperoleh hasil yang menurut Nara benar.

   “Iya, paham kan apa yang Ayah suruh harus Nara lakukan, sekalipun berat untuk Nara.” Balasnya ringan.

   “Tidak ada yang berat, tinggal lakukan dan terbiasa dengan keadaan. Semua semudah itu.” Tegas Ayah Nara egois.

   “Ya sudahlah aku ingin istirahat, agar kuat menghadapi kenyataan.” Ucap Nara sambil berlalu dari hadapan orang tuanya.

   “Seperti biasa, hasil akhirnya akan sama.” Ujar Nara dalam hati.

*

*

*

1
L3xi♡
Nangis deh 😭
Fay :): sedih ya kak 😢😢
total 1 replies
pEyt
Jelasin semua dengan detail
Fay :): siap kak.
masih outor amatir, kritik dan sarannya sangat diperlukan.
terima kasih.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!