Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya. Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut. *** "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat. "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna. Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 29
"LO BERDUA KESINI? DEMI APA?!" Kaget Aruna setelah beberapa hari tidak bertemu sahabatnya, tiba-tiba saja keduanya tiba di depan kost kamarnya sore hari dan membawa banyak makanan. Dengan cepat, Aruna membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan keduanya masuk dan duduk.
Setelah sibuk dengan kegiatan awal kuliah sebagai maba, Aruna sampai lupa mengabari kedua sahabatnya. Dia, lebih sering menghabiskan waktu dengan Arjuna melalui panggilan video, chat atau sekedar telfon--- karena lelaki itu sudah berangkat menuju Amerika. Aruna sedih sekali, harus LDR dengan tunangannya. Dia bahkan memeluk Arjuna terus, sebelum lelaki itu pulang ke rumahnya dan berangkat menuju tempatnya kuliah. +
Aruna ingin ikut mengantar sampai bandara, lelaki itu langsung menolak dengan tegas. Sedih, tapi Aruna hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Arjuna agar bisa baik-baik saja.
"Kangen!" Misel mendekat dan memeluk Aruna erat, Karin pun ikut melakukan hal yang sama.
"Kalian berdua kesini naik apa?" Aruna bertanya sembari menyiapkan minum untuk keduanya. Ada banyak susu kotak yang sempat Arjuna belikan, sebelum lelaki itu pergi. Kamar Aruna bahkan penuh camilan dan makanan.
Arjuna benar-benar berperan seperti ayah yang melepas anaknya hidup merantau sendiri.
"Bawa mobil, sama Ethan kok. Dia lagi tidur di mobil tapi, kecapekan kayaknya." Jawab Misel santai, gadis itu merebahkan tubuhnya di ranjang empuk milik Aruna.
"Mau-maunya!"
Karin melirik geli. "Gimana mau nolak, kalau gue ancam ajak cowok lain yang suka Misel. Tau sendiri, Ethan kan bucin!" Ledeknya menatap Misel yang tersipu.
"Apasih!" Sahutnya menatap Karin dengan malas.
"Lo tahu nggak Run, kalau si Raka kuliah di tempat yang sama kayak lo?" Karin bertanya dengan penasaran.
"BENERAN RIN?!" Misel menatapnya kaget dan penasaran.
"LO TAHU DARIMANA?" Aruna bertanya dengan kaget.
Karin menjawab dengan anggukan singkat. "Aneh aja, sekelas dia yang cerdas mah kampus terbaik di sini juga bisa. Kenapa harus jauh-jauh di tempat yang sama kaya lo? Toh, masih banyak kan kampus yang lebih baik daripada disini?" Gadis itu bertanya dengan realistis berdasarkan pemikirannya.
"NAH BENER! Kalau Ethan mah, kemana gue pergi dia juga ikut." Tambah Misel, mengeluarkan pemikirannya.
Aruna terdiam bingung. Tapi, mungkin saja kampus yang Aruna tempati merupakan impian Raka--- bisa juga sih, tapi aneh saja. Mengingat kampus yang Aruna tempati bukan kampus favorit.
"Udah deh, kalau itu fixx si Raka punya cewek yang dia suka disini. Tapi nggak tahu siapa," Karin mengedikkan bahunya tidak peduli, meski sebagian besar pikirannya seolah mengetahui. "Ada yang lebih parah lagi, Run!"
"Apa?" Tanya Aruna, gadis itu mengambil banyak Snack dan membukanya. Misel ikut melakukan hal yang sama, membuka bungkus keripik singkong.
"Banyak banget Run!" Decak Misel tidak percaya. "Lo, kaya simulasi hidup lama dan mengisi kamar kost dengan berbagai macam makanan."
Karin pun turut setuju dengan ucapan Misel. Aruna sendiri mulai mengunyah jajanan tersebut. "Di beliin Juna, kemarin sebelum dia pergi. Gue kayak orang dikasih sedekah, bentuknya jajanan."
"Pantesan, gue pikir lo beli sebanyak ini sendiri. Mana susu kotak lo berapa kardus tuh?" Misel jadi teralihkan dengan banyaknya persediaan makanan di kamar kost Aruna.
Aruna berdecak. "Eh, nanti aja cerita itu--- gue mau dengar gosip lagi Rin. Apaan nih, lama-lama lo kaya akun gosip deh!"
Karin duduk tenang dan bersiap menceritakan apa yang dia tahu. "Lo tahu, si saudara tiri lo--- dia nggak lanjut kuliah dan sekarang kerja di cafe. Gue pas lihat dia kaget, sumpah! Bokap lo bangkrut ya?!"
Aruna mengangguk membenarkan. "Kerja di cafe mana? Seriusan si anak manja itu bisa kerja?! Kaget dan nggak percaya deh!"
Karin mengangguk, gadis itu membuka ponselnya dan menunjukkan foto Sisil sekilas.
"Nih, dia kerja di cafe saudara gue. Jadi bagian kasir sih, gue kira dia bakal kuliah di luar negri kek. Hidup dia kan kalau di story ig, udah kayak tuan putri!" Julidnya begitu menjiwai dan menyeruput susu kotak.
Misel lantas menatap sinis. "Itu mah flexing doang! Sekarang udah kere ya, Run?" Aruna mengangguk santai. "Namanya juga hidup, masa mau di atas terus kan? Bawah lah gantian."
Karin mengangguk setuju. "Bener Sel, kalian mau tahu nggak apa yang lebih mengejutkan lagi?"
Aruna dan Misel lantas mendekat dan merapat pada Karin. "Katanya, orang tua dia udah pisah alias cerai. Dia jual cerita sedih deh ke saudara gue! Nggak syok sih, orang dari dulu sukanya caper pakai wajah sok malaikat!" Misel dan Aruna menutup mulutnya kaget dan tidak percaya.
"Kasihan sebenarnya, tapi gapapa deh. Hidup harus berputar," Ucap Misel santai.
Karin ini benar-benar mirip akun gosip yang tahu segala hal. Mulai dari Raka, kemudian kehidupan Sisil dan kondisi keluarganya. Aruna saja yang anaknya tidak tahu sama sekali. Dunianya hanya berputar pada Ariuna saja.
"Lo cocok banget deh ambil ilkom, Rin! Nanti jadi host akun gosip kayaknya keren!" Puji Aruna sambil tertawa geli.
Karin lantas mendengus kesal. "Nggak ada hubungannya, Aruna!" Matanya melirik malas.
"ADA KARIN!" Sahut Misel dan Aruna bersamaan.
Mereka masih lanjut berbincang-bincang dalam kurun waktu yang lama, seolah mereka tidak bertemu bertahun-tahun. Padahal, mereka baru berpisah seminggu. Dalam seminggu, ternyata banyak yang Aruna lewatkan. Benar- benar kaget dengan banyak fakta yang dia tahu.
Ketukan di pintu yang begitu keras, membuat mereka saling tatap. Siapa gerangan yang datang? Batin mereka bertanya-tanya.
"Apa kita bicara sama ketawa kenceng banget ya? Jadi penghuni lain ke ganggu?" Bisik Misel yang membuat Karin dan Aruna meringis, reflek menutup mulutnya.
Aruna lantas berjalan menuju pintu, ketika mendengar ketukan terus- menerus. Ternyata, Ethan yang mengetuk dengan wajah kesal.
Karin langsung mencolek lengan Misel. "Sana, di elus-elus dulu biar adem Sel." Misel menurut, bangkit berdiri dan berjalan keluar.
Gadis itu menggenggam tangan Ethan. "Gue tunggu di mobil ya, cepetan Run!" Aruna mengangguk singkat.
Misel menarik tangan Ethan yang masih kesal menuju mobilnya berada. Dia menoleh, menatap Ethan yang begitu menggemaskan ketika merajuk.
"Maaf ya sayang, jangan marah-marah ya?" Bujuknya merayu dengan nada mendayu. Dia sudah tahu cara meluluhkan Ethan yang pemarah.
"Lo yang bikin marah, Misel!" Balasnya kesal.
"lya, ya udah nanti aku kasih cium di mobil. Biarin Karin yang bawa mobil," Ethan mengangguk senang.
Aruna menyusul bersama Karin dan lekas masuk mobil. Mereka akan makan di tempat terdekat, kebetulan sekali Aruna belum sempat jalan-jalan. Dia lebih banyak menghabiskan waktu berduaan bersama Arjuna, sebelum akhirnya lelaki itu pergi.
"Lo nangis nggak, ditinggal Juna?" Ethan bertanya penasaran, ketika mobil mulai melaju membelah jalanan.
"Nangis lah, ya kali nggak sedih---tapi, ya nggak mau juga buat dia berat pergi." Jawabnya dengan bijak dan kalem.
Misel mengangguk setuju. "Harusnya gitu sih, kalau hubungan dewasa. Intinya saling percaya aja,"
Ethan melirik kekasihnya gemas. "Betul, kuncinya saling percaya dan PEKA! Apalagi jaman udah canggih, bisa telfon, chat atau nggak Vcs."
Karin langsung protes. "Ethan! Jangan bicara aneh-aneh ya!"
Dalam hatinya, Aruna akan mencatat dan mengingat. Mungkin ucapan Ethan bisa dicontoh, hitung-hitung latihan sebelum bertemu. Sepertinya, akan menyenangkan jika Aruna memakai baju- --ah, kenapa pikirannya kotor sekali sih? Batin Aruna menggelengkan kepalanya.
Ethan tertawa dan memberikan tatapan curiga. "Hayo, pasti lo lagi mikirin apa yang gue ucapin kan? Entar malem deh, praktek tuh sama Juna. Eh, tapi disini sama sana beda berapa jam?"
Aruna menoleh ke belakang dengan wajah sendunya. "Beda 12 jam, kasihan banget kalau gue hubungi dia jam 1 siang hari gini." Ucapnya sendu.
"Nanti sore kan bisa Runa," Usul Misel.
"Lah, lo nggak nginep kost?" Aruna bertanya penasaran.
Ethan langsung memberikan gelengan cepat. "Nggak, soalnya lusa udah mulai masuk. Lo kapan Rin?" Lelaki itu bertanya penasaran, karena Karin beda kampus dengannya dan Misel.
"Seminggu lagi, gue mah santai aja.' "
Mereka lanjut makan dan bercerita, seolah tidak kehabisan topik. Hingga sore menjelang malam, mereka pamit pulang. Aruna melepas kepergian mereka dengan sedih, katanya saat senggang mereka akan datang atau Aruna yang akan kesana. Bibirnya mengerucut sendu, dia membuka bajunya menyisakan tank top saja. Ingin menghubungi Arjuna dengan segera.
"Sayang?" Panggil Aruna dengan manja.
"Bentar, aku cuci muka dulu." Jawabnya dengan suara serak. Setelahnya hanya terlihat langit-langit kamar Arjuna. Lelaki itu tinggal di apartemen dekat kampusnya.
Aruna membuka kotak susu dan minum, sembari menunggu Arjuna. Disana masih terlalu pagi untuk Arjuna pasti.
"Hm, kenapa sayang?" Mata Arjuna masih sedikit merah. Lelaki itu mengamati wajah kekasihnya. "Habis darimana?"
"Kangen! Aku habis jalan sama Ethan, Karin dan Misel. Kamu tahu nggak, masa si Raka kuliah juga disini---" Celotehnya, mulai menceritakan yang dia tahu dari Karin. Di sebrang sana, Arjuna terdiam sejenak. Dia bahkan tidak tahu dimana Raka berkuliah. Entah mengapa, ucapan Aruna mengusik hatinya.
"Kok diam aja sih? Kamu dengerin aku cerita nggak? Kalau masih ngantuk, tidur aja deh." Sahutnya kalem dan sabar. Gadis itu sudah mencoba menjadi pengertian untuk Arjuna yang selalu mengerti dirinya.
"Sorry sayang, iya aku dengerin kok. Cuma kaget, kenapa Raka milih kuliah disitu juga. Bukan berarti kampusnya jelek, enggak sama sekali." Aruna diam mendengarkan dan mengangguk santai, tapi memang aneh sih kalau dipikir-pikir.
"Ya udah deh, nggak usah bahas dia. Aku mau mandi, temenin ya jangan di matiin."
Mata Arjuna lantas melotot, kantuknya hilang seketika mendengar ucapan nakal tunangannya.
"Besok lagi jangan mandi kalau malam gini, disana nggak ada air hangat kan?" Tuturnya dengan lembut.
Aruna mengangguk. "lya, temenin ya? Jangan matiin dulu loh! Aku marah kalau kamu matiin!" Ancamnya dengan serius.
Arjuna mengangguk santai. "lya, ya udah aku sekalian mau mandi. Biar nggak ngantuk," Tuturnya memberikan penawaran menarik.
Pipi Aruna bersemu merah. Membayangkan yang iya-iya saja dengan tunangannya. "Ih ikut-ikutan," Cibir Aruna dengan senyuman geli.
"Biarin," Sahut Arjuna mulai mengisi air hangat ke dalam bath up. Lelaki itu menaruh ponsel di tempat aman, menghadap langit-langit kamar.
Aruna mendengus protes. "Ih Junaaaa! Mau lihat wajah kamu, bukan atap apartemen kamu."
"Panggil yang bener dulu!" Suara Arjuna terdengar datar dan dingin. Membuat Aruna segera minta maaf.
"Iya, maaf sayang. Tapi, mau lihat kamu ih!" Rengeknya manja, Aruna sudah melepas kaus yang dirinya kenakan.
Gadis itu menaruh ponsel dengan asal dan menyalakan shower untuk mandi. Dirinya mandi kilat, tanpa menatap ponselnya. Selesai mandi, lantas Aruna memakai handuk dan melepaskan semua pakaian dalamnya.
Arjuna tampak berendam dan memejamkan matanya, mungkin masih mengantuk. Padahal, lelaki itu sedang menahan untuk tidak melihat tubuh Aruna. Gadis itu benar-benar membuat Arjuna geleng-geleng kepala tidak percaya.
"Kamu siapa yang ngajarin kaya gitu?"
"Ethan, katanya suruh coba vcs. Tadi kan cuma mandi ya, nggak ngapa-ngapain kok." Sahutnya kalem, jemarinya meraih pengering rambut.
"Pakai baju dulu, itu dada kamu kelihatan. Udah malam Aruna, nanti kamu sakit!" Mendengar Arjuna yang serius dan tegas, Aruna menurut dan patuh.
Gadis itu lekas meraih dalaman dan memakainya cepat. Arjuna bisa melihat dengan jelas tubuh Aruna dari belakang. Pantat padatnya yang putih mulus, cara gadis itu memakai pakaian dalam---benar- benar membuatnya frustasi. Besok lagi, Arjuna tidak mau jika Aruna ajak mandi bersama versi online.
"Aruna, jangan dekat-dekat lelaki lain." Lirih Arjuna yang Aruna dengar samar- samar, tidak begitu jelas. Gadis itu masih sibuk mengeringkan rambutnya, setelah berpakaian rapi dengan piyama tidur motif beruang.
Arjuna menatap wajah cantik tunangannya, dia berjanji tidak akan ada yang bisa mengambil Aruna darinya. Akan Arjuna jaga, agar gadis tersebut tidak bisa lepas darinya, bagaimana pun caranya. Aruna harus menjadi istrinya dan mengandung anak-anaknya kelak.