Malam itu, suasana rumah Kinan begitu mencekam. Ayah tirinya, Dody, menariknya keluar dari kamar. Kinan meronta memanggil ibunya, berharap wanita itu mau membelanya.
Namun, sang ibu hanya berdiri di sudut ruangan, menatap tanpa ekspresi, seolah tidak ada yang bisa ia lakukan.
"Ibu... tolong, Bu!" Suara Kinan serak memohon, air matanya berderai tanpa henti.
la menatap ibunya dengan tatapan penuh harap, namun ibunya tetap diam, memalingkan wajah.
"Berhenti meronta, Kinan!" bentak ayah tirinya sambil mencengkeram tangan nya lebih keras, menyeretnya keluar menuju mobil tua yang menunggu di halaman...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Tapi kenapa rame sekali?" tanyanya lagi, terlihat penasaran.
Kinan menghela nafas, lalu membalikkan kamera ponsel nya, memperlihatkan suasana ruangan tempat ibunya di rawat.
"Kami di Bangsal Tiga, Mas. Jadi di satu ruangan ada delapan pasien, termasuk Ibu," jelas Kinan.
Aryo terkejut melihat kondisi tersebut.
"Kinan," katanya serius setelah Kinan kembali membalikkan kamera.
"Sebaiknya kamu pindahkan ibumu ke ruang VIP."
"VIP? Enggak usah, Mas. Ruang VIP di sini mahal," jawab Kinan dengan nada ragu.
"Tidak apa-apa," sahut Aryo tegas.
"Aku yang akan membayarnya. Ibumu sedang sakit, dia butuh tempat yang lebih tenang untuk beristirahat. Kalau tetap di tempat seramai itu, dia tidak akan cepat sembuh"
Kinan terdiam sejenak, merenungkan ucapan Aryo. Perhatiannya membuat hati Kinan sedikit hangat, walau ia masih merasa ragu. Akhirnya Kinan menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, Mas. Aku akan mengurusnya," ucapnya perlahan.
"Tidak usah," potong Aryo cepat.
"Aku akan menghubungi Joni. Biar Joni saja yang mengurus semuanya."
Kinan tersenyum tipis. "Terima kasih, Mas, " ucapnya tulus sebelum sambungan telepon berakhir.
Setelah telepon di tutup, Kinan memandang ibunya yang tertidur lemah. Dalam hatinya, ia merasa sedikit lega karena Aryo selalu ada untuk membantunya. Dengan langkah hati-hati, ia kembali duduk di samping tempat tidur ibunya, menunggu kabar dari Joni yang akan mengurus semuanya.
Tak lama setelah Kinan menutup telepon nya dengan Aryo, beberapa petugas rumah sakit datang ke Bangsal Tiga. Salah satu dari mereka mendekati Kinan dengan ramah.
"Maaf Kak, Ibu Daryati akan kami pindahkan ke ruang rawat VIP Sekarang," ujar petugas itu.
Kinan terkejut sejenak, meskipun ia tahu ini semua sudah di urus oleh Joni, bodyguard yang di tugaskan Aryo.
"Oh, baik. Terima kasih," jawabnya sambil berdiri.
Petugas lain dengan hati-hati memindahkan Bu Yati dari tempat tidurnya ke ranjang dorong. Kinan terus mendampingi, memastikan ibunya tetap nyaman. Bu Yati yang masih lemah hanya bisa menatap Kinan dengan bingung.
"Kinan, kita mau kemana, Nak?" tanyanya dengan suara pelan.
Kinan meraih tangan ibunya, menggenggamnya erat.
"Kita pindah ke ruang yang lebih tenang, Bu, biar Ibu bisa istirahat dengan nyaman," jawab Kinan lembut.
Petugas membawa mereka ke lantai yang lebih tenang dan eksklusif. Setelah beberapa menit, mereka tiba di ruang VIP. Ruangan itu jauh lebih luas dan nyaman, dengan fasilitas yang lebih baik di bandingkan bangsal sebelumnya. Ada sofa, televisi, dan kamar mandi pribadi. Suasananya begitu tenang, jauh dari keramaian bangsal.
Setelah memastikan Bu Yati sudah di pindahkan dengan baik ke tempat tidur baru, salah satu petugas berkata, "Kalau ada kebutuhan lain, Ibu bisa menghubungi kami. Selamat beristirahat."
Mereka pun pergi meninggalkan ruangan. Kinan duduk di samping ibunya, menggenggam tangan nya lagi.
"Sekarang Ibu bisa lebih nyaman di sini," katanya.
Bu Yati menatap putrinya dengan mata berkaca-kaca. "Kinan, ini pasti mahal. Bagaimana kamu bisa membayarnya, Nak?" tanyanya penuh kekhawatiran.
Kinan tersenyum tipis. "Ibu tidak perlu khawatir. Semua sudah di urus. Yang penting sekarang Ibu fokus sembuh dulu, ya."
Bu Yati hanya bisa mengangguk lemah, lalu memejamkan matanya untuk beristirahat, karena badannya masih lemas. Kinan menghela nafas lega, bersyukur karena Aryo membantu memberikan kenyamanan untuk ibunya di saat-saat sulit ini.
Dalam keheningan itu, tiba-tiba pintu ruangan di buka dari luar.
Brakkkk!
Suaranya begitu kencang sampai membuat Ibu Yati bangun.
"Anak kurang ajar!! Siapa yang nyuruh kamu memindahkan ke ruangan VIP?!" Suara pak Dody, ayah tiri Kinan menggelegar di seluruh penjuru ruangan.
Pak Dodi menatap tajam penuh amarah ke arah Kinan, yang sedang duduk di samping ibunya. Tatapan itu menusuk, namun Kinan tetap duduk tenang meskipun hatinya bergejolak.
Dengan nada sinis, Kinan berkata, "Aku yang akan membayar biaya perawatan ibu."
Pak Dodi tertawa kecil, sinis, sambil menggeleng pelan. "Ternyata kau sudah punya banyak uang sekarang," ucapnya meremehkan.
"Bagaimana? Sudah banyak om-om yang menyewa mu di tempat Madam Sonia?"
Kalimat itu memukul Kinan seperti tamparan keras. Tangan nya mengepal kuat, menahan emosi yang hampir meledak.
"Jaga ucapan Bapak! Aku tidak serendah itu," jawab Kinan tajam, meskipun hatinya terasa perih.
Namun Pak Dodi justru tertawa lebih keras. "Bukan kah kau bekerja sebagai wanita penghibur di kota?" tanyanya, dengan nada mengejek yang jelas.
Kinan hanya diam, tidak ada gunanya meladeni ucapan dari bapak tirinya tersebut. Melihat Kinan diam, Pak Dodi mendekat. Matanya menyiratkan niat buruk.
"Kau sekarang punya banyak uang, kan? Kalau begitu, berikan uang mu padaku," katanya tanpa rasa malu.
Kinan menggeleng. "Tidak!" jawabnya tegas.
Pak Dodi tidak peduli. Dengan kasar, dia mencoba meraih tas yang ada di sebelah Kinan. Terjadi tarik-menarik antara mereka, hingga Kinan akhirnya berteriak lantang untuk menghentikan tindakan Pak Dodi.
"Hentikan Pak,!! kamu tidak berhak mengambil uang ku,"
Dua bodyguard yang berjaga di luar segera masuk setelah mendengar suara Kinan. Mereka langsung menarik Pak Dodi dan membantu Kinan. Pak Dodi hanya bisa memelototi mereka dengan penuh kemarahan, tapi tidak berdaya menghadapi dua pria bertubuh kekar itu.
"Lepaskan aku! Siapa kalian ikut campur urusan ku?" Teriak Pak Dody sambil meronta minta di lepaskan.
Kedua bodyguard itu dengan tegas, menggiring Pak Dodi hingga pintu keluar rumah sakit.
Salah satu dari mereka berkata dengan nada dingin, "Jangan pernah mendekati Nona Kinan lagi. Jika Anda masih nekat, kami tidak akan segan berbuat kasar."
Pak Dodi yang tak berdaya menghadapi tubuh kekar dan sikap tegas mereka hanya bisa memendam amarah. Dengan wajah merah dan tangan terkepal, ia akhirnya pergi meninggalkan rumah sakit, langkah nya berat penuh kemarahan.
Di dalam kamar, suasana berbeda. Ibu Yati menangis terisak, matanya sembab memandang Kinan.
"Maafkan Ibu, Nak," ujarnya dengan suara bergetar.
"Maafkan semua perbuatan Pak Dodi... Ibu tidak mampu melawan dia. Dia selalu mengancam akan menyakitimu dan Dimas jika Ibu menentangnya."
Kinan yang mendengar itu langsung mendekap ibunya erat-erat.
"Sudah, Bu. Tidak apa-apa. Kinan baik-baik saja. Yang penting sekarang Ibu selamat," katanya lembut, berusaha menenangkan hati Ibu Yati yang di liputi rasa bersalah.
Setelah beberapa saat, Kinan berbicara dengan tegas.
"Ibu, Ibu harus pergi dari Bapak. Kinan tidak akan membiarkan Ibu terus-terusan menderita seperti ini. Ibu dan Dimas ikut Kinan ke kota, ya. Kinan akan mencarikan kontrakan untuk kalian. Kita bisa memulai hidup baru, tanpa Bapak. "
Ibu Yati terdiam sejenak, matanya penuh keraguan dan kekhawatiran. Namun, ada secercah harapan di sana.
"Apa itu tidak merepotkan kamu, Nak?" tanyanya pelan.
Kinan menggeleng dengan mantap. "Tidak sama sekali, Bu. Kinan punya uang sekarang. Percayalah, Kinan akan melindungi Ibu dan Dimas.
Bu Yati terdiam sejenak, memikirkan usulan Kinan. la menarik napas panjang sebelum berkata, "Ibu akan bicara dulu dengan Dimas. Kalau Dimas setuju, maka Ibu juga setuju."
tunggu klnjutannya,klw bisa up bnyak ya thor
lanjutkan kk..bgus crtanya ini