Ajeng merasa lega setelah mengetahui jika foto mesra suaminya dengan seorang wanita yang diterimanya dari seorang pengirim misterius hanyalah sebuah rekayasa. Ada seseorang di masa lalu suaminya yang ingin balas dendam. Namun, rasa lega itu tak berlangsung lama karena ini hanyalah pembuka dari sebuah pengkhianatan besar yang telah dilakukan oleh suaminya. Bisakah Ajeng memaafkan suaminya setelah mengetahui kebohongan itu.
Cakra, seorang pengusaha sukses yang mendambakan kehadiran seorang anak dalam pernikahannya, tapi istrinya yang merupakan seorang dokter di sebuah rumah sakit ternama belum ingin hamil karena lebih memilih fokus pada karirnya terlebih dahulu. Suatu waktu, Cakra mengetahui jika istrinya telah dengan sengaja menggugurkan calon anak mereka. Cakra murka dan rasa cinta pada istrinya perlahan memudar karena rasa kecewanya yang besar.
Dua orang yang tersakiti ini kemudian dipertemukan dan saling berbagi kisah, hingga benih-benih cinta muncul di hati keduanya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Ikuti ceritanya dalam 2 Hati yang Tersakiti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annisa A.R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Weary
...🌷Selamat Membaca🌷...
Tania membawa tubuh Ajeng untuk duduk di sofa, ia coba untuk menenangkan wanita yang masih tampak shock itu.
"Pak Robi, bisa tolong ambilkan air minum?" pinta Tania. Robi segera bergegas ke dapur.
"Minum dulu, Jeng." Tania mengambil air yang disodorkan Robi, dan memberikannya pada Ajeng.
"Sudah lebih baik?" tanya ibu Arka itu setelah segelas air habis ditenggak Ajeng.
"Iya, aku baik-baik saja..." ucap Ajeng. Walau mulut berucap demikian, tapi tidak dengan air mukanya. Wanita itu terlihat muram.
Cakra menghentak napas kasar. Lagi-lagi ia melihat Ajeng disakiti oleh suaminya. Apa yang salah pada otak pria itu hingga kerap kali membuat istrinya yang baik hati harus menderita. Tanpa pamit Cakra segera pergi meninggalkan apartemen, ia berniat untuk menyusul Radi yang tadi diseret oleh seorang pria yang tidak Cakra ketahui siapa itu.
.......
"Kau ini kenapa, hah?" Bagas mendorong tubuh Radi hingga punggung sahabatnya itu terbentur ke dinding. Saat ini mereka berdua berada di tangga darurat yang jarang dipakai oleh penghuni apartemen.
"Kau tahu, Ajeng baru saja keluar dari rumah sakit siang ini setelah tiga hari dirawat dan kau malah... arggghhh...." Bagas mengacak rambutnya frustrasi. "Jika begini kejadiannya, Ajeng bisa semakin membencimu."
"Aku kalap saat melihatnya berdua dengan pria itu," sahut Radi mencoba membela diri.
"Melihatnya berdua dengan pria lain tanpa melakukan apapun sudah membuat kau cemburu buta seperti ini, apalagi Ajeng yang harus menerima kenyataan bahwa suaminya telah memiliki anak dari wanita lain. Coba kau bayangkan!" bentak Bagas kesal.
"A-aku... menyesal." Radi tertunduk. Rasa bersalah menjalari hatinya terlebih mengingat jika tadi ia telah bertindak sedikit kasar pada istrinya.
"Bagus. Menyesal saja isi hidupmu itu. Menyesal karena sudah melukai hati istrimu berulang kali, menyesal karena selingkuh sampai menghasilkan anak dengan wanita lain. Kau pikir dengan kata menyesal bisa memperbaiki segalanya, eh?"
Radi memilih diam, ia tahu dirinya bersalah. Jadi, tidak ada pembelaan apapun untuk semua hal yang sudah terjadi.
"Sekarang aku tanya satu hal padamu, kemana saja kau selama tiga hari ini? Kau bahkan tidak tahu jika Ajeng diopname. Malam saat kalian bertengkar, dia pingsan di jalan, dan pria yang kau duga selingkuhan istrimu itulah yang menolongnya. Pria itu yang telah membawa Ajeng ke rumah sakit," jelas Bagas.
Radi melotot tak percaya, jadi ia sudah salah sangka. Harusnya ia berterimakasih pada Cakra, bukan malah menuduh pria itu yang tidak-tidak.
"Kemana saja kau, hah?"
"Ma-maya ada di kota ini..." cicit Radi.
Wajah Bagas berubah merah, ia langsung mencengkram kerah kemeja Radi dan menatapnya nyalang. "KAU GILA. Untuk apa kau membawa selingkuhanmu ke kota ini? Apa kau bermaksud untuk menyatukan istri dan simpananmu dalam satu rumah?" bentak Bagas geram.
"Lepas!" Radi menyentak kedua tangan Bagas agar melepaskan cengkramannya. "Aku tidak segila itu. Aku juga tidak membawa Maya ke kota ini, dialah yang datang sendiri." Radi menyanggah semua tuduhan Bagas yang tidaklah benar.
Pria satu anak itu tertawa mengejek. "Lalu sekarang, di mana lagi kau sembunyikan selingkuhanmu itu?"
BUGHH
Radi yang mulai tersulut emosi melayangkan tinjunya pada wajah Bagas, hingga suami dari Tania itu terhuyung ke belakang.
"Sudah ku katakan, aku tidak pernah berselingkuh. Maya hanya sebuah kesalahan, aku tidak pernah mengkhianati Ajeng, aku sangat mencintainya," seru Radi lantang. Menyuarakan kepedihan hatinya yang tidak bisa dimengerti oleh siapa pun. Semua orang menganggapnya bersalah, padahal di sini dirinya sendiri juga adalah korban. Korban permainan takdir.
"Terserah, apapun yang akan kau lakukan setelah ini, aku tidak peduli. Hanya saja, jika kau kembali melukai Ajeng, aku tidak akan tinggal diam!" peringat Bagas.
"Kau sahabatku, Gas. Seharusnya kau berada di pihakku. Mendukungku." Radi tidak habis pikir, kenapa Bagas begitu pro pada Ajeng. Bukankah yang sahabat Bagas itu adalah dirinya.
Bagas tersenyum sinis. "Dalam hal ini, aku bukanlah sahabatmu, tapi aku adalah kakaknya Ajeng. Apapun keputusan yang akan diambil adikku terhadap rumah tangga kalian nanti, aku akan mendukungnya, termasuk jika dia memilih berpisah darimu." Setelah mengucapkan kalimat itu, Bagas pergi meninggalkan Radk yang terdiam meratapi dirinya yang begitu menyedihkan.
.......
Cakra bersembunyi di balik dinding saat Bagas berjalan kembali menuju kamar apartemen Ajeng. Ya, Cakra telah melakukan hal yang baru pertama kali dalam 29 tahun hidupnya ia lakukan, yakni menguping pembicaraan orang lain. Bukankah ia pernah bilang, kalau hal itu menyangkut Ajeng, ia tidak akan bisa tinggal diam. Perbuatan yang cukup lancang seperti menguping pun, bisa dilakukannya.
Ternyata, oh ternyata... Radi kembali berbuat ulah. Kali ini sudah sangat keterlaluan menurutnya, yaitu memiliki seorang anak dengan wanita lain. Pantas saja, Ajeng begitu terpukul hingga jatuh sakit. Ternyata suaminya tidak lebih dari seorang bajingan yang suka menebar benih sembarangan. Rasa hormat pada rekan kerjanya itu perlahan lenyap, digantikan oleh rasa benci yang mulai tumbuh.
.......
"Bisakah kalian tinggalkan apartemen ini, aku harus menyelesaikan masalahku dengan Ajeng." Tanpa rasa malu, Radi kembali masuk ke apartemen istrinya.
"Aku tidak bisa mempercayaimu," tolak Tania. Meninggalkan Ajeng dan Radi berdua saja? Bisa-bisa pria itu kembali melukai Ajeng dan semakin membuat wanita itu menderita.
"Kita pulang saja, biarkan Radi dan Ajeng menyelesaikan masalah mereka," bujuk Bagas.
"Tapi-" Tania sedikit enggan.
"Sudahlah, sebaiknya kita pergi. Kau juga Pak Robi." Asisten Ajeng itu hanya mengangguk, mengiyakan permintaan Bagas.
"Ajeng saat ini sedang tidur, jangan kau ganggu dulu. Tunggu sampai dia bangun!" peringat Tania.
Setelahnya, Robi bersama yang lainnya pergi meninggalkan apartemen Ajeng.
.......
Radi memandang sedih wajah Ajeng yang tertidur. Gurat letih tampak jelas di wajah cantik itu. Sumpah demi Tuhan, Radi sama sekali tidak ingin semua kekacauan ini terjadi. Ia terperangkap dalam permainan takdir yang mempertemukannya dengan Maya, sampai kesalahan satu malam itu terjadi. Sungguh penyesalan yang dirasakannya kini sudah membuat dirinya terkatung-katung antara dua pilihan. Ia mencintai Ajeng, ingin sehidup semati dengan wanita pertamanya, tapi di sisi lain, ada bayi kecil yang tak berdosa, membutuhkan tanggung jawab dan juga kasih sayang darinya. "Apa yang harus ku lakukan? Aku benar-benar bingung." Radi mengerang frustrasi.
"Mas Ra-di.."
Suara Ajeng yang memanggilnya lemah, membuat Radi yang semula termenung jadi tersadar. "Kau sudah bangun, sayang?" Pria itu membelai lembut pipi pucat istrinya.
Ajeng tak menjawab, ia memandang nanar suaminya yang terlihat khawatir.
"Sayang, maafkan aku. Maaf karena tidak ada di sisimu saat kau sakit dan maaf karena telah menuduhmu berselingkuh," ucap Radi.
Air mata Ajeng menetes. Sejujurnya, ia sudah bosan mendengar kata maaf dari mulut suaminya. "Aku lelah dengan semua ini..."
Deg
Lirih kata yang diucapkan Ajeng membuat jantung Radi seakan berhenti berdetak. "Aku mohon sayang, jangan lelah dan jangan menyerah. Aku akan berusaha memperbaiki semuanya. Aku tidak mau kehilanganmu. Aku sangat mencintaimu." Radi memohon dengan berurai air mata. Ia sungguh takut kala mendengar kata lelah keluar dari mulut Ajeng. Menurutnya, kata lelah itu berarti Ajeng sudah putus asa, dengan kata lain wanita itu berniat menyerah dengan keadaan, berpisah adalah jalan terbaik yang mungkin terpikirkan di benak wanita itu dan Radi sama sekali tidak menginginkannya.
"Sayang, jawablah! Kau tidak bermaksud berpisah denganku, kan? Ajeng... aku mohon, beri aku satu kesempatan lagi. Aku janji akan membahagiakanmu dan anak kita." Sekali lagi Radi memohon. Bersujud pun akan ia lakukan jika itu bisa mengubah keputusan Ajeng.
Ajeng membuang muka, tidak tega rasanya melihat Radi menangis tersedu-sedu sambil memohon kepadanya. "Aku akan memberi keputusan setelah anak ini lahir. Apakah kita akan melanjutkan pernikahan ini, atau cukup sampai di sini saja!" putus wanita itu pada akhirnya.
Mau tak mau Radi harus menerima keputusan Ajeng. Rasanya sedikit lega, karena itu artinya ia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki kekacauan yang telah diciptakannya. Tujuh bulan waktu yang diberikan, akan ia gunakan dengan sebaik mungkin. Merebut kembali hati Ajeng dan mengembalikan kepercayaan wanita itu terhadapnya, itulah yang akan ia lakukan.
"Sekarang kita pulang ke rumah ya..." ajak Radi.
"Hm..." Ajeng mengangguk.
...Bersambung...
...Jangan lupa Vote & Comment ya, Readers......
...🙏🏻😊...
...Terima kasih...