Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pedang Organisasi
Rasa terkejut menyelimuti diriku.
Aku bertanya-tanya kenapa semuanya jadi seperti ini, kenapa orang baru sepertiku di beri gelar itu.
"Apa ada kesalahan di sini? Saya pikir saya tidak sepenting itu hingga di beri pengecualian!"
"Jika saya mengambil gelar itu apa yang akan di pikirkan oleh mereka yang mendapatkan gelar Pedang Organisasi dengan usaha dan waktu?" Mereka semua saling menatap satu sama lain.
Kemudian saling mengangguk memberikan isyarat.
Para sesepuh itu menyerahkan semuanya pada si Ketua untuk menjelaskan semuanya padaku.
"Tidak ada kesalahan. Kamu mungkin baru di sini selama tiga tahun tapi perkembangan yang terjadi padamu jauh melampaui kebanyakan orang!"
"Dan sekarang kita akan pergi ke tempat dimana kelayakan kamu akan di uji sebagai Pedang Organisasi!" Lanjut kamu pergi menuju sebuah ruangan.
Ketika tiba aku melihat ada banyak sekali orang di ruangan ini.
Mereka semua yang hadir di sini tidak lain adalah para Pembunuh Bayaran yang di didik oleh organisasi sejak kecil.
Tentu saja ada juga para Pembunuh Bayaran level tinggi yang di juluki sebagai Pedangnya Organisasi.
Mereka ada lima orang yang terbagi menjadi tiga perempuan termasuk Devina sendiri dan dua laki-laki.
Tatapan semua orang langsung tertuju padaku termasuk tatapan para Pedang Organisasi.
"Lihat. Bukannya calon Pedang Organisasi ini sangat imut!?" Ucap seorang perempuan yang kepribadiannya centil.
"Apa bagusnya punya wajah tampan? Kita di sini sebagai Pembunuh Bayaran, bukan artis jadi apa gunanya wajah itu!?" Timpal seorang Pria yang wajahnya ada bekas luka bakar.
Langsung di balas lagi oleh si Perempuan dengan nada mencibir. "Halah. Paling lu cuma iri sama anak baru itu karena tidak setampan dia!"
Cibiran itu tentu sana membuat si Pria Dengan Luka Bakar marah.
"Lu mau mati ya!" Penuh emosi ia menarik keluar pedangnya yang tergantung di pinggang.
"Oh, lu mau bertarung ya. Siapa takut!" Si perempuan melakukan hal yang sama. Ia menarik keluar pedangnya yang mana bilahnya sendiri kecil.
Mungkin itu adalah jenis pedang rapier.
Dua orang itu berseteru hebat hingga akan bertarung.
Kalau saja orang yang lebih kuat dari mereka tidak ikut campur dan menghentikan mereka. "Bertarung di sini dan kalian akan mati!"
Keduanya berkedut dan menoleh ke arah orang yang bicara secara bersamaan.
Di samping mereka ada seorang pria pucat berambut panjang terurai menatap mereka dengan tajam.
Bisa di bilang kalau orang ini adalah yang terkuat di antara semua Pedang Organisasi, bahkan lebih kuat daripada Devina sebagai urutan kedua.
Setelah di ancam seperti itu dua orang ini langsung kicep dan menyarungkan kembali pedang mereka.
Tatapan semua orang kembali tertuju padaku.
Di waktu itu aku sudah berada di tengah-tengah arena dengan sebilah pedang.
Kemudian orang yang akan jadi pengawaspun berkata padaku. "Aturannya cukup sederhana. Kalahkan musuhmu dengan segala cara dan kamu akan lulus!"
Tegas dan dingin.
Setelah mengatakan itu lawanku pun masuk.
Orang yang akan aku lawan di sini adalah kandidat lain yang akan jadi Pedang Organisasi.
Dari segi umur, pengalaman dan waktu di Organisasi ini aku ketinggalan jauh.
Sejujurnya aku ragu bisa menang di sini.
"Ngomong-ngomong. Mereka akan bisa jadi Pedang Organisasi akan mendapatkan perlakuan khusus dari organisasi!"
"Mereka di persilahkan menggunakan para Pembunuh di organisasi, informasi dan masih banyak lagi fasilitas yang bisa di akses!" Kata-katanya membuatku mikir dua kali.
Orang ini jelas tahu apa yang sedang aku incar sekarang.
Aku mau mencari orang-orang itu tidak telah membunuh saudara-saudaraku untuk menuntut keadilan.
Dan untuk itu aku perlu banyak sekali hal.
Alasan si pengawas mengatakan semua itu tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membuatku berambisi untuk menang.
... Dan sayangnya dia berhasil.
'Aku tidak boleh kalah.'
Dalam pikiranku aku menerapkan kata-kata itu dalam-dalam.
Aku maju mengambil posisi siap bertarung dengan lawanku yang juga melakukan hal yang sama.
Suasana menjadi sunyi dan mencekam.
Kami saling menatap dengan tatapan tajam mengawasi setiap gerakkan yang di ambil.
Tidak sedetikpun kami memalingkan pandangan dari satu sama lain.
Whoosss!!
Puncaknya pihak lawan menyerang duluan.
Trangg!!
Ia mengayunkan pedangnya dengan keras secara horizontal mengincar kepalaku.
Aku tahan sekuat tenaga serangan itu kemudian mendorongnya hingga mundur beberapa langkah ke belakang.
Kali ini aku yang menyerang.
Tringg!
Trangg!
Tinggg!!
Rentetan serangan aku lancarkan.
Dan setiap serangan itu juga bisa di tahan dengan mudah oleh musuhku itu.
Seakan ia bisa menebak gerakan apa yang akan aku ambil. '... Pengalamannya dalam pertarungan itu nyata dan tidak bisa aku imbangi hanya dengan cara seperti ini.'
Selama beberapa waktu aku terus menghindar.
Jarang sekali aku dapat kesempatan menyerang karena seperti yang aku bilang. Aku ketinggalan dalam banyak aspek.
Tapi...
Ketika sedang bertarung aku tiba-tiba teringat malam itu.
Malam yang kelam dimana saudara-saudaraku di bunuh bajingan itu.
Kejadian itu teringat begitu jelas.
Darah yang mengalir dan suara tikaman serta tembakan menggema di kepalaku.
Emosiku langsung naik.
Persetan!.
Yang ada dalam pikiranku sekarang hanya balas dendam, balas dendam, balas dendam, balas dendam dan balas dendam.
Aku gelap mata seketika.
Tanpa sadar aku mulai membrutal dalam pertarungan.
Ketika aku sadar...
Aku sudah menang. "Eh!?...."
Aku terdiam melihat lawanku terbaring dengan banyak sekali luka tikaman di tubuhnya.
Mataku terbelalak, aku pucat dan aku takut.
Karena melihatnya seperti itu aku makin mengingat dengan jelas bagaimana kakak tertuaku berjuang agar aku bisa kabur.
Tubuhku kaku untuk sesaat hingga wasit masuk dan mengumumkan hasil. "Baiklah. Kita sudah mendapatkan pemenangnya di sini!"
Semua orang bertepuk tangan.
Dalam hati aku bingung.
'Eh?... Kenapa mereka malah tepuk tangan?'
'Harusnya mereka segera membawanya orang ini untuk di obati. Kenapa mereka malah bahagia?'
Meksipun begitu aku hanya diam.
Tidak sedikit kata yang terucap dari mulutku.
Hingga Ketua organisasi dan para sepuh datang sambil membawa sebuah kotak panjang.
Clap!
Clap!
Clap!
"Selamat atas kemenanganmu nak. Aku tahu kamu adalah bakat yang sangat langka sebagai seorang pembunuh!" Ucap ketua sambil tepuk tangan.
"Aku juga turut bangga. Kamu tidak mengecewakan kami semua yang telah mengajari kamu!" Ucap sepuh paling tua sambil tertawa puas.
Mereka semua tersenyum sambil mengangguk.
Aku pun bicara pada mereka. "Lupakan itu. Bagaimana dengan orang yang terluka ini? Apa dia tidak akan di rawat!?" Aku melirik ke arah lawanku.
"Di rawat bagaimana? Dia itu sudah mati!" Aku syok mendengar itu, hingga jantungku seakan berhenti berdetak.
"Apa!?"
"Kamu tidak lihat luka yang di alami orang itu? Baik jantung maupun organ dalam lainnya pasti hancur karena banyaknya tikaman!"
"Mana mungkin orang ini bisa hidup!" Mataku terbuka lebar tak percaya.
Artinya...
Aku membunuh orang hanya untuk sesuatu yang sebenarnya tidak berharga untukku.
Aku mengangkat kedua tanganku yang berlumuran darah.
Ketika aku melihat telapak tanganku yang berlumuran darah itu aku telah sadar... Aku sadar kalau aku sudah bukan diriku lagi.
Aku bukan Raihan, aku bukan anak dari seorang kiyai.
Aku yang sekarang... Hanya seorang pembunuh biadab dan tidak punya hati.
'Tidak... Kenapa jadi seperti ini...' Untuk sesaat aku terdiam dengan perasaan yang campur aduk.