Series #1
•••Lanjutan dari novel TAWANAN PRIA PSIKOPAT (Season 1 & 2)•••
Universidad Autonoma de Madrid (UAM) menjadi tempat di mana kehidupan Maula seketika berubah drastis. Ia datang ke Spanyol untuk pendidikan namun takdir justru membawa dirinya pada hubungan rumit yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Rayden Salvatore, terus berjuang untuk menjaga gadis kecilnya itu dari semua yang membahayakan. Sayangnya dia selalu kecolongan sehingga Rayden tidak diizinkan oleh ayah Maula untuk mendekati anaknya lagi.
Maula bertahan dengan dirinya, sedangkan Rayden berjuang demi cintanya. Apa keduanya mampu untuk bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Pulang Untuk Maula
...•••Selamat Membaca•••...
Selama satu bulan masa pemulihan, Rayden berhasil memegang kekuasaan terbesar di New York dengan organisasi gelap yang dia namai dengan Vindex.
Semua kini tunduk di bawah kekuasaannya, termasuk beberapa mafia yang terbilang lumayan besar. Bukan hanya New York, Rayden mengambil langkah untuk memperbesar jaringan organisasi dalam kurun waktu enam bulan setelah berkuasa.
Brazil, Rusia, Spanyol, Norwegia dan markas utama yang dia perkuat di Italia. Dalam merebut kekuasaan tersebut, Rayden dan Advait melakukan semuanya dalam kurun waktu satu setengah tahun lamanya. Dan lama tenggak waktu tersebut, dia dan Maula sama sekali belum saling komunikasi. Semua dia lakukan demi keselamatan gadisnya.
Rayden kini berdiri dengan gagah menggunakan kemeja hitam dan jas yang tersampir di lengan kirinnya yang kokoh. Segelas alkohol dalam gelas kecil di tangan kanan.
Advait menjadi tangan kanan sekaligus pemimpin kedua dalam organisasi Vindex. Rayden juga memiliki seorang hacker terbaik yang sangat dia rahasiakan dari dunia atas mau pun bawah, bernama Liam Chuan. Hacker asal China yang pernah dia tolong ketika bertransaksi di Tiongkok.
“Besok aku akan ke Spanyol, aku begitu merindukan gadis kecilku. Kau bisa mengontrol semua di sini bukan?” Advait yang duduk santai di atas kursi kebesarannya sambil memegang gelas alkohol mengangguk.
“Aman, sudah satu tahun lebih kau mengabaikan dia. Aku berharap hatinya masih ada padamu.” Rayden terkekeh kecil.
“Aku yakin kalau dia tidak berpaling.”
“Ini mengagumkan Ray, kau mati-matian mencari kekuasaan hanya untuk gadismu? Secinta itu kau padanya?”
Rayden meneguk habis minuman di tangannya, “Sangat Advait. Dia adalah alasan kenapa aku harus menjadi seorang penguasa hari ini. Kalau bukan karena bantuan dan semangat darinya, aku masih bawahan yang terus menerima ancaman dan tekanan.”
“Benar ya kata orang bijak, bahwa akan ada satu wanita dalam kehidupan kita yang bisa membawa pada kesuksesan. Kau membuktikannya.”
Rayden lalu berjalan menuju kamarnya sendiri. Mansion megah itu sudah dia renovasi sesuai dengan kesukaan gadisnya.
“Aku akan membawamu ke sini, kita akan hidup bahagia di mansion ini, Piccola.”
...***...
Jalanan kota tua bergemerisik oleh langkah-langkah tergesa para pekerja yang pulang, namun di tengah keramaian itu, langkah seorang pria terasa paling berat, paling terarah, dan penuh keyakinan.
Rayden, dengan setelan jas hitam dan luka kecil di sudut bibirnya yang baru mengering kembali ke kota yang dahulu ia tinggalkan dengan dada kosong. Kini ia kembali, membawa nama besar yang ditakuti di seluruh Eropa yaitu El Cuervo. Pemimpin organisasi Vindex yang telah meluluh lantakkan semua jajaran mafia besar dan mengambil alih kekuasaan mereka.
Tapi di antara semua kejayaan dan kehancuran yang telah ia timbulkan, hanya satu hal yang ia rindukan. Maula. Putri sulung psikopat senior, Leo Maximillian.
Satu setengah tahun lamanya, tidak ada pesan atau pun suara. Wajah gadis itu hanya hadir dalam kenangan yang menghantam tiap malam saat Rayden memejamkan mata. Ia menghindari Madrid selama ini karena tahu, sekali ia kembali, ia takkan sanggup pergi lagi.
Langkah menuntunnya ke depan gedung fakultas kedokteran Universidad Autonoma de Madrid. Ia berdiri lama di trotoar seberang, menyentuh rantai perak kecil di lehernya—liontin mungil berisi foto Maula yang ia bawa ke medan perang, ke ruang perundingan mafia, ke neraka sekalipun. Seakan Maula selalu hadir di setiap langkahnya.
Dan ketika pintu kampus terbuka, cahaya temaram senja menyentuh rambut ikal hitam seorang gadis yang sedang tertawa kecil, mengapit buku di lengannya. Maula. Masih secantik terakhir kali ia lihat—atau mungkin lebih dari itu.
Lebih dewasa, lebih tenang, tapi ada satu yang tak berubah.
Tatapannya bisa merobohkan semua tembok pertahanan Rayden.
Ia melangkah ke tengah jalan, tak peduli suara klakson mobil yang memekik. Dunia seakan berhenti berdetak saat Maula mengangkat wajahnya. Tatapan mereka bertaut yang membuat waktu ikut membeku.
Dan dalam satu helaan napas, Maula menjatuhkan bukunya. Lucan yang berjalan di sampingnya kaget dan refleks memunguti semua buku Maula.
“Rayden...?” bisiknya, nyaris tak percaya.
“Bukumu,” ujar Lucan dengan beberapa buku yang dia sodorkan ke tangan Maula.
“Ah iya, maaf.”
“Ada apa?” Maula menggeleng pelan dan tersenyum, mengambil bukunya dari tangan Lucan. Karena rambutnya yang tergerai ditiup angin, Lucan menyela rambut itu dengan jemarinya ke balik telinga Maula.
Sentuhan yang begitu mesra dan lembut, Maula seketika terpaku dan melupakan Rayden di seberang sana. Tatapan mereka terpaku untuk beberapa detik lalu Maula mengalihkan.
“Terima kasih, Lucan. Aku pergi dulu, sampai jumpa.” Maula bergegas menemui Rayden dengan berlari kecil, Lucan memperhatikan gadis yang selama satu tahun belakangan ini selalu bersamanya mendekati Rayden.
Lucan mengenali Rayden tapi sebaliknya, Rayden sama sekali tidak mengenali Lucan.
Rayden hanya tersenyum samar, matanya berair karena haru. “Aku pulang, Piccola.”
Dalam balutan jas putih praktikum yang masih ia kenakan, ia menabrak dada Rayden dan membiarkan tubuhnya tenggelam dalam pelukan yang selama ini hanya hadir dalam mimpi. Rayden memeluknya erat, seolah takut gadis itu akan menghilang jika ia longgarkan sedikit genggamannya.
“Aku pikir kau sudah mati...” bisik Maula, suaranya pecah.
“Sempat... tapi kenangan tentangmu membangunkanku,” jawab Rayden, suaranya berat menahan haru. “Setiap malam, hanya wajahmu yang membuatku bertahan hidup. Sekarang aku kembali. Aku tak mau bersembunyi lagi. Aku Raydenmu... jika kau masih menginginkanku.”
Maula menatap wajah yang kini lebih keras, penuh jejak luka. Tapi mata itu... tetap mata yang dulu mengajarinya mencintai tanpa syarat. Ia mengangguk, dengan air mata mengalir deras.
“Aku menunggumu setiap hari, Rayden. Bahkan saat semua orang bilang kau sudah hilang, aku percaya... kau pasti pulang.”
“Aku di sini sekarang, yang ada di depanmu adalah penguasa dunia bawah. Pemimpin organisasi besar dan gelap. Vindex.” Maula tersenyum penuh kebanggaan.
“Aku sudah yakin, kau pasti akan pulang membawa kemenangan. Aku sangat merindukanmu, banyak hal yang ingin aku ceritakan. Kau harus mendengarkannya. Oke.” Rayden memberi hormat layaknya seorang prajurit pada komandan.
“Siap Piccola.”
Lucan menatap dari kejauhan adegan mesra itu, dia mengambil foto mereka berdua dan mengirimkannya pada Leo.
Lucan : [Dia kembali Mister Leo, gadismu sudah kembali pada cintanya.]
Leo : [Aku mohon, lindungi putriku, aku tidak mau dia terkena bahaya apapun.]
Lucan : [Aku usahakan.]
Senja pun sepenuhnya turun. Di tengah kota yang asing, dua jiwa saling menemukan kembali. Dunia mafia boleh menakuti siapa saja, tapi malam itu, di trotoar tua Madrid, Rayden bukan El Cuervo yang ditakuti. Ia hanyalah seorang pria yang pulang untuk cintanya.
Dan Maula, seperti bintang di tengah malam, bersinar hanya untuknya.
“Yang bersama denganmu tadi siapa? Dia sangat dekat sampai harus mengelus rambutmu begitu?” tanya Rayden dengan nada cemburu.
“Dia Dokter Lucan, senior di rumah sakit. Kami cukup dekat karena kedua orang tuanya menjalin bisnis bersama Papa. Ya bisa dibilang kalau keluarga kami memiliki ikatan bisnis.” Rayden mengangguk lalu memegang tangan Maula.
“Aku tidak ingin mendengar, kalau kamu dan dia telah dijodohkan.” Maula menyipitkan mata dan mendekatkan wajahnya pada Rayden.
“Kamu cemburu,” godanya.
“Jelas.”
“Kalau itu terjadi bagaimana?”
“Aku akan membawamu pergi dan menyembunyikanmu di tempat yang tidak akan bisa dijangkau oleh siapa pun.” Maula memukul lengan Rayden.
“Kau ini bahaya sekali.” Keduanya saling melempar senyum dan tertawa dengan riang.
...•••Bersambung•••...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...Nah, kalian timnya siapa nih? Mafia atau Dokter? ...