Belum kering luka hatinya setelah kehilangan kedua orangtuanya dalam waktu berdekatan, Baby Aurora, seorang gadis remaja berusia 19tahun harus dihadapkan pada perjodohan dengan pria yang sama sekali tidak disukainya.
Galak, kasar dan pemarah, itulah sosok Damar Bimasakti di mata Baby.
Sedangkan dalam pandangan Damar, Baby hanyalah barang mentah di mana ia akan keracunan jika memakannya.
Akankah dua karakter yang bagai air dan minyak ini menyatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JPB 29
“Temani apa, Kak?” tanya Baby, seraya melepas tangannya dari genggaman Ryu secara perlahan.
“Hari ini ulang tahun Amanda. Aku perlu bantuan kamu untuk memilih hadiah.”
Baby terdiam sesaat mengingat seorang gadis asing yang setahunya adalah kekasih Ryu. “Maaf, Kak. Aku nggak bisa. Belum minta izin dari Mas Damar dan Bunda.”
Ryu menatap Baby lekat-lekat seakan meneliti dan hal itu saja sudah membakar api kemarahan seseorang yang tengah mengawasi dari jarak jauh. Meskipun tak bisa mendengar percakapan kedua orang itu, tetapi Damar dapat menilai dari bahasa tubuh masing-masing.
“Nanti aku yang minta izin dari bunda,” ujar Ryu.
“Mas Damar gimana?”
“Ya Baby ... Damar kan tahu aku sama kamu sudah lama kenal. Dia nggak akan keberatan. Please ya ...” Sambil mengatupkan tangan di depan dada.
“Maaf, Kak. Aku beneran nggak bisa. Ini sudah sore, aku harus pulang. Nanti bunda cariin.”
Ia berjalan membelakangi Ryu menuju halaman restoran, tetapi segera disusul oleh Ryu. Sementara Damar segera bersembunyi di balik sebuah pilar besar. Mengawasi dengan sorot mata tajamnya.
“Ya sudah kalau tidak bisa, tidak apa-apa. Tapi aku antar kamu pulang saja, ya.”
“Nggak usah, aku naik bus aja pulangnya.”
“Baby ...” panggilan Ryu terdengar begitu lembut di telinga Damar. Tanpa sadar kepalan tangan Damar menghunus tembok dan membuat jarinya lecet. Hawa di sekitar pun tiba-tiba terasa panas.
Brengsek si Ryu! Bambang, kenapa sih, kamu harus dikasih nama Baby. gerutu Damar dalam batin.
“Aku rasa Damar akan lebih tidak suka kalau kamu pulang naik bus. Kan lebih aman kalau aku yang antar pulang,” ujarnya berusaha meyakinkan Baby.
Nggak. Kalau Mas Damar nggak suka aku naik bus, dia pasti jemput aku kan. Kenapa sih, aku jadi sedih begini sih memikirkan itu ...
Baby larut dalam pikirannya sendiri. Entah mengapa sikap acuh yang ditunjukkan Damar kepadanya melukis lara di hati. Menyadari wajah suram itu, Ryu lantas menghela napas panjang.
“Baby ...”
“Iya, Kak.” Tersadar dari lamunan. “Kenapa tadi?”
“Aku antar kamu pulang saja. Yuk!”
Nggak apa-apa deh sekali-sekali. Lumayan penghematan. Aku nggak mau pakai ATM bunda. Nanti aja cari kerja sendiri biar mandiri dan nggak nyusahin orang lagi.
Baby akhirnya mengangguk setuju. Mereka berjalan menuju parkiran di mana mobil Ryu berada. Melihat betapa perhatiannya Ryu membuka pintu mobil untuk Baby membuatnya merasa terbakar. Mobil segera melaju meninggalkan restoran.
Damar menatap penuh kesal. Napasnya menjadi lebih cepat.
“Awas saja kamu, Bambang.”
******
“Kamu betah kan tinggal di rumah Damar? Bunda Yasmin itu baik loh,” ucap Ryu memecah kebekuan.
“Betah kok,” jawabnya nyaris tanpa semangat. Meskipun Baby berusaha untuk terlihat baik, namun Ryu mengenalnya dengan sangat baik.
Kasihan kamu, Baby. Sekarang kamu tidak seceria dulu lagi. Kamu terlihat penuh beban. batin Ryu.
Keheningan pun terjadi di antara mereka.
Terjadi kemacetan parah sepanjang jalan akibat aksi demo mahasiswa. Sudah hampir gelap ketika Baby tiba di rumah. Ia menatap garasi. Mobil yang biasa digunakan Damar belum terlihat. Artinya, suaminya belum juga kembali.
🌻
🌻
🌻
🌻
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam ketika Damar tiba di rumah. Tampak Bunda Yasmin duduk di ruang keluarga.
"Assalamu alaikum, Bunda," ucap Damar.
"Wa'alaikum salam, Mar. Kok baru pulang?" tanya sang Bunda.
Ia memperhatikan gelagat Damar yang tampak lesu.
"Iya, Bun. Habis lembur," jawabnya seraya membuka sepatu dan meletakkan di rak. Menggantinya dengan sandal rumah. "Bambang mana, Bun?"
"Baby, Damar!" semburnya dengan cepat. "Kamu ini kenapa sih, Mar? Sama istri kok galaknya minta ampun?"
"Galak bukan berarti nggak sayang, Bun," jawab Damar dengan suara pelan, nyaris tak terdengar oleh sang bunda.
Laki-laki bertubuh jangkung itu lalu berjalan menuju dapur dan mengeluarkan sebotol air mineral dingin dari dalam lemari pendingin, lalu kembali ke ruang tengah.
"Bunda, aku ke atas ya."
"Iya. Ingat jangan galak-galak sama istri kamu."
"Iya, Bunda."
Damar segera menuju lantai atas. Setibanya di depan pintu kamar, ia membuka pintu pelan hingga tak menimbulkan suara.
Baby tampak sedang berganti pakaian tidur dengan posisi berdiri membelakang. Sepertinya belum menyadari keberadaan suaminya di sana. Damar pun meletakkan tas ransel miliknya ke atas meja, yang mana membuat Baby terkejut dan reflek menoleh.
Ia meraih bantal dan menutupi bagian dada. Sepertinya kejadian semalam masih menyisakan rasa takut. Terlebih saat ini Damar sedang menatapnya dengan sorot mata yang tidak dapat ditebak olehnya.
"Kamu kenapa, lihat suami kayak lihat setan?" ujarnya datar sambil melangkah maju.
🌻🌻🌻
