Di malam yang sama, Yu Xuan dan Chen Xi meregang nyawa. Namun takdir bermain jiwa Yu Xuan terbangun dalam tubuh Chen Xi, seorang budak di rumah bordil. Tak ada yang tahu, Chen Xi sejatinya adalah putri bangsawan Perdana Menteri, yang ditukar oleh selir ayahnya dengan anak sepupunya yang lahir dihari yang sama, lalu bayi itu di titipkan pada wanita penghibur, yang sudah seperti saudara dengan memerintahkan untuk melenyapkan bayi tersebut. Dan kini, Yu Xuan harus mengungkap kebenaran yang terkubur… sambil bertahan di dunia penuh tipu daya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28.Merebut perhatian.
Nyonya Tua Shen berdiri perlahan dari bangku batu, jemarinya yang tua menggenggam tongkat kayu cendana. Mata tuanya yang biasanya buram oleh usia kini bersinar tajam,seperti seseorang yang baru saja menemukan sesuatu yang telah lama ia tunggu.
“Dia… dia yang aku lihat dalam mimpiku,” gumamnya dengan suara bergetar. Bukan ragu tapi melainkan penuh keyakinan. “Cahaya itu… pakaian putih… garis wajah itu…”
Yun Xin terkejut, wajahnya memucat.
“Nenek… itu hanya—”
“Diam, Xin’er.” Suara lembut tapi tegas itu memotong, membuat Yun Xin tersentak.
Selir Wu masih berusaha mempertahankan senyum, tapi bibirnya kaku. “Ibu, mungkin kita salah lihat. Firasat itu sering kali—”
“Tidak.” Nyonya Tua Shen mengangkat tangan, menghentikan kata-kata Selir Wu dengan satu gerakan kecil. “Mimpi itu telah datang tiga kali. Dan setiap kali, aku melihat sosok dengan cahaya putih seperti embun pagi…”
Mata tuanya menatap lekat pada Chen Xi.
“…dan dia berdiri tepat seperti itu.”
Langkahnya pelan, tapi penuh wibawa saat ia mulai menuruni tangga kecil menuju Chen Xi.
Suasana kuil berubah total.
Para peziarah berhenti berdoa.
Para pendeta menunduk hormat.
Bahkan angin terasa menunggu.
Chen Xi tetap berdiri di tempat, gerakannya elegan, wajahnya tenang meski detak jantungnya bergemuruh di dada. Ia memperhitungkan banyak hal dalam rencananya… namun tidak pernah ia bayangkan bahwa Nyonya Tua Shen akan langsung mengenalinya sebagai sosok dari “firasat”.
Semua dilakukan hanya untuk menarik perhatian nyonya tua Shen, walaupun Chen xi tidak tahu tentang mimpi neneknya itu.
Namun ia tidak memperlihatkan keterkejutannya.
Ia menunduk hormat ketika Nyonya Tua Shen berhenti tepat di hadapannya.
“Salam hormat, Nyonya Besar,” ucap Chen Xi lembut.
Nyonya Tua Shen memandangnya tanpa kedip, matanya mengamati dari ujung rambut ke ujung kaki, seakan ingin memastikan bahwa sosok di depannya bukan hanya ilusi.
“Siapa namamu?” tanya beliau, suaranya lembut namun bergetar.
Chen Xi mengangkat wajah, menatap dengan hormat. “Chen Xi, Nyonya.”
“Chen Xi…” Nyonya Tua Shen mengulang, seolah menguji nama itu di lidahnya.“Apa kamu tidak punya nama marga keluarga?. ”
“Tidak nyonya, saya tidak tahu nama ayahku dan ibu hamba hanya pekerja di Yue zhi. ”
“Yue zhi, dimana itu?. ”
“Itu_”
Sebelum sempat Chen xi menjawab Yun xin menyela pembicaraan mereka, “Nenek, itu tempat hiburan yang terkenal dipinggiran kota. ”sambil tersenyum mengejek.
“Benar nyonya yang dikatakan nona muda ini. ”sambil tersenyum santun.
Reaksi Chen xi tidak disukai oleh Yun xin, ia ingin sekali mengejek tapi seakan itu tidak berpengaruh padanya.
Langit di halaman kuil seolah menggelap sejenak ketika kata “tempat hiburan” jatuh dari bibir Yun Xin.
Nyonya Tua Shen tertegun.
Sorot kagum dan harapan yang tadi bersinar di mata tuanya meredup perlahan seperti nyala lentera yang ditiup angin.
“…Yue Zhi?” ulang beliau pelan.
Nada kecewa yang sangat halus yang hampir tak terdengar tapi tetap cukup untuk membuat beberapa pelayan keluarga Shen menunduk karena canggung.
Selir Wu tersenyum tipis, hampir tidak kentara.
Yun Xin melangkah lebih dekat, menyembunyikan kepuasan kecil di balik sikap sopannya.
“Nenek,” katanya dengan nada yang terlalu manis, “tadi aku kira dia datang dari keluarga terhormat. Tapi ternyata… ya, gadis dari tempat seperti itu pasti mempunyai… pengalaman yang berbeda.”
Nada terakhirnya menggantung kata halus, namun jelas merendahkan.
Beberapa peziarah mendelik tidak nyaman, menunggu reaksi Chen Xi.
Namun Chen Xi hanya menoleh perlahan pada Yun Xin senyumnya tetap lembut.
Tidak ada marah. Tidak ada malu.
Hanya senyum yang tenang… dan teguh seperti permukaan danau yang tidak bergeming meski dilempari batu kecil.
“Benar,” kata Chen Xi dengan suara jelas namun anggun, “pengalaman kami memang berbeda, Nona muda. Di Yue Zhi, kami diajari bagaimana menghadapi tamu dari berbagai kalangan… bagaimana memilih kata, membaca suasana, dan berdiri tegak meski dipandang rendah.”
Ia menunduk sedikit tapi tidak lebih dari yang diperlukan.
“Saya mohon maaf bila asal-usul hamba mengecewakan Nyonya Tua.”
Ucapannya sopan, tapi setiap katanya seperti bilah tipis yang terbungkus kain sutra.
Yun Xin terdiam sejenak, tidak menyangka bahwa ejekannya justru dibalas dengan ketenangan yang membuatnya tampak kekanak-kanakan di mata orang lain.
Nyonya Tua Shen memandangi Chen Xi lebih lama. Ada kerutan di antara alisnya seperti ketidaksenangan, mungkin juga rasa bersalah.
“…Gadis dari tempat hiburan,” gumamnya. “Aku… tidak menduga itu.”
Chen Xi tersenyum lembut, menatap Nyonya Tua Shen dengan rasa hormat yang tidak dibuat-buat.
“Asal hamba memang sederhana, bisa dibilang hina dipandangan kalian,” katanya, “tapi tidak semua wanita disana hanya sebagai pelampiasan nafsu pria hidung belang, kami menjual seni bukan tubuh semata.”
Kata-kata itu membuat beberapa pendeta saling pandang.
Nyonya Tua Shen terpaku.
Ada getaran samar di dalam hatinya entah menolak, entah mengakui bahwa gadis ini… tetap memiliki sesuatu yang berbeda.
Sementara itu, Selir Wu melihat situasi mulai miring dan dengan cepat mengambil langkah maju, suaranya lembut namun penuh arah.
“Ibu, mungkin kita tidak perlu terburu-buru menarik kesimpulan. Asal-usul rendah tidak selalu berarti hati yang rendah.”
Yun Xin mendengus kecil, tak ada yang membela Chen Xi.
Chen Xi tetap menjunjung senyumnya hangat di permukaan, namun jelas menyatakan yang jelas aku tidak mudah diinjak.
“Nyonya,” ia menambahkan, “jika keberadaan hamba mengganggu, saya akan segera pergi,saya kemari hanya ingin berdoa bukan untuk mendengarkan kata merendahkan dari mulut nona muda.”
Nyonya Tua Shen menatapnya lama… lalu menghela napas panjang.
“Maafkan cucu ku ini, dia masih kecil semoga gadis seperti mu berlapang hati memaafkan cucu nakalku ini.”
Nyonya tua Shen dengan tegas memerintahkan Yun xin meminta maaf kepada Chen xi, “Cepat minta maaf, jangan buat nenek malu!. ”
Dengan setengah hati Yun xin meminta maaf menundukkan kepala hanya sebatas syarat, suaranya datar, “Maaf.”
Tidak ada ketulusan. Tidak ada penyesalan.
Hanya kewajiban… agar tidak memalukan keluarga di depan umum.
Namun justru karena itu, sikap Chen Xi terlihat semakin mencolok.
Ia menunduk sedikit, elegan, sopan, tidak berlebihan.
“Saya menerima permintaan maaf Nona muda,” ucapnya dengan suara lembut dan jernih, “semoga lain kali tidak ada yang perlu dipermalukan, Nyonya Tua.”
Kata-kata itu terdengar sangat halus, namun isinya…
cukup tajam untuk membuat telinga beberapa tamu bergetar.
Para pendeta berhenti menyalakan dupa.
Para peziarah saling berbisik pelan, terpukau oleh keberanian dan kehalusan perempuan muda itu.
Nyonya Tua Shen menatap Chen Xi dalam diam—diam yang penuh pertimbangan.
Sebelumnya ia kecewa, ya. Tapi kini… matanya membaca lebih jauh.
Keanggunan.
Keberanian tanpa teriak.
Keteguhan tanpa kasar.
Dan kebijaksanaan luar biasa untuk seseorang dari latar belakang sederhana.
“…Anak ini bukan gadis biasa,” gumamnya lirih.
Selir Wu melihat perubahan ekspresi mertuanya dan ada sedikit ketidaknyamanan di matanya.
Sementara Yun Xin menggigit bibir, wajahnya merah bukan karena malu… tetapi marah.
Bagaimana mungkin gadis dari Yue Zhi malah mendapatkan simpati neneknya?
Nyonya Tua Shen perlahan meraih tangan Chen Xi,“Nak, aku undang dirimu datang ke rumah keluarga Shen. Nenek ingin sekali berbincang-bincang dan kamu juga bisa mengajari Yun xin bisa seanggun dirimu. ”
“Jika kehadiran saya tidak menganggu, saya akan datang nyonya. ”
Mereka berdua hanya bertemu beberapa menit saja terlihat akrab, berbeda dengan Yun xin yang terus berusaha mengambil hati neneknya.