Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.
Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.
Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.
"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.
"Jadilah simpananku." Edwin.
Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 28 Membeli Oleh-oleh
Hari ini hari terakhir Andini bekerja di restoran Hamara karena besok dia sudah aktif berkuliah dan akan fokus pada kuliahnya. Andini mentraktir semua teman-teman direstorant untuk makan siang bersama sebagai salam perpisahan pada mereka semua.
Tindakan Andini itu tentu saja ada yang mencibirnya dan ada juga yang menyukainya, tapi dia tak memperdulikan itu.
"Ini gaji kamu Andini," kata Pak Budi seseorang yang menjabat sebagai kepala restoran Hamara.
Saat ini dia sedang berada di ruangan Pak Budi setelah tadi makan siang bersama dengan teman-temannya yang dia traktir.
Pak Budi menyodorkan amplop coklat berisi gaji Andini. Biasanya gaji itu dibayarkan melalui rekening tapi karena Andini berhenti bekerja sebelum waktu gajian jadilah gajinya dibayar cash.
"Terima kasih, Pak, saya terima gaji saya ini." Andini mengambil amplop coklat yang disodorkan Pak Budi padanya lalu memasukkannya ke dalam tas selempang.
Hari ini Andini akan bekerja setengah hari dan setelah menerima gaji dia akan langsung pulang untuk beres-beres rumah dan mempersiapkan kuliahnya.
Tak lupa Andini menyalami Pak Budi sebelum keluar dari ruangan tersebut dan menyalami teman-temannya direstorant.
Andini mengendarai motornya untuk pulang menuju apartemen, namun sebelum pulang dia belanja bahan makanan dan bahan dapur yang kebetulan diapartementnya sudah habis.
Tiba di apartement Andini langsung membuka pintu balkon membiarkan angin masuk kedalam apartemen miliknya, menyusun barang belanjaannya, kemudian mulai membereskan kamar, dapur dan seluruh ruangan yang ada di apartemen itu.
Sore harinya terdengar bel apartement berbunyi membuat Andini segera membukanya.
"Kak Bima?"
"Boleh Kakak masuk?" tanya Bima.
"Boleh, Kak, ayo masuk." Andini membuka lebar pintu apartemennya mempersilahkan Bima untuk masuk ke dalam.
Bima datang sembari menenteng satu box pizza untuk dimakan bersama dengan Andini.
Andini mengambilkan minum untuk Bima dan dirinya lalu duduk disebelah lelaki itu.
"Tumben Kak Bima main ke apartemenku," ucap Andini sembari melahap pizza yang Bima bawa.
"Kakak malas saja ketemu Pak Tua kalau datang ke apartementmu."
"Pak Edwin, Kak, Pak Edwin bukan Pak Tua."
"Haisshh sama saja, An."
"Beda, Kak."
"Iya iya, An. Kapan dia pulang?"
"Siapa? Pak Edwin?" tanya Andini memastikan.
Bima mengangguk.
"Tadi malam dia nelpon aku katanya lusa pulang, Kak, berarti besok dia pulangnya. Kenapa memang?"
"Tidak apa-apa Kakak tanya saja," ucap Bima padahal dia bertanya karena hendak menemui Edwin untuk memperingati lagi pria itu agar tak menyakiti Andini.
"Pizza-nya enak, Kak. Aaa ...." Andini menyodorkan pizza ditangannya kemulut Bima.
Bima tersenyum kemudian membuka mulutnya menerima suapan pizza yang Andini sodorkan padanya. Bima mengusap kepala Andini. Adik kecilnya yang dulu dia gendong-gendong kini sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik namun malangnya Andini justru menjadi simpanan pria beristri.
Andini bahkan tinggal bersama dengan Edwin membuat Bima khawatir nasib buruk menimpa adiknya seperti hamil diluar nikah dengan pria yang menjadi suami orang itu.
...****************...
Mona dan Edwin mendatangi Galeri Seni Nasional Maldives yang merupakan platform untuk memamerkan seni lokal dan internasional dari karya konseptual sampai lukisan.
Ya, sebetulnya Mona sengaja memilih Maldives sebagai tempat bulan madu mereka karena dia ingin sekalian mengunjungi Galeri Seni Nasional Maldives. Banyak karya konseptual dan lukisan yang berjajar di sepanjang dinding yang mereka lewati saat masuk kedalam galeri.
Didalam galeri Mona semakin dibuat takjub dengan karya seni yang dipajang didinding sementara Edwin hanya mengikuti Mona dibelakangnya. Mona sangat antusias dengan semua karya yang dia lihat bahkan bertanya ini dan itu mengenai lukisan dan karya konseptual tersebut pada seseorang yang memandu mereka wisata.
Mona menoleh pada Edwin yang tertinggal jauh di belakangnya lalu tersenyum dan menghampiri pria itu. Mona menggandeng tangan Edwin mengajaknya berkeliling melihat-lihat setiap karya yang terpajang di galeri tersebut.
Melihat Mona sebahagia itu membuat Edwin jadi merasa bersalah karena sudah melarang wanita itu untuk tetap melukis. Tapi Edwin tidak punya pilihan lain selain melarangnya karena Mona tidak pernah punya waktu untuknya bila sudah menyangkut pekerjaan dan hobinya.
Setelah setengah hari menghabiskan waktu di galeri, mereka akhirnya mengunjungi pusat perbelanjaan terbesar di Maldives untuk makan siang bersama, belanja dan mencari oleh-oleh.
Mona menghentikan langkah kakinya saat melewati toko perhiasan berlian.
"Mas, aku mau beli perhiasan," ucap Mona.
"Belilah," kata Edwin.
Mona tersenyum lalu menghampiri toko perhiasan tersebut. Dia mencari cincin yang di sukai setelah mendapatkannya dia pun memasangkan cincin itu ke jari manisnya.
"Ini bagus tidak, Mas?" tanya Mona menunjukkan cincin yang terdapat di jari manisnya pada Edwin yang menemaninya. Mona ingin meyakinkan Edwin bila dirinya menghargai pria itu dan mau menggunakan uangnya padahal sebelumnya Mona tidak pernah melakukan itu.
"Bagus, terlihat cantik di jari manismu," jawab Edwin.
"Ya sudah kalau begitu aku beli cincin yang ini saja."
"Beli yang lain juga," titah Edwin dia ikut melihat koleksi perhiasan disana.
"Tidak, Mas, ini sudah cukup," jawab Mona.
Edwin menggangguk. Dia masih melihat-lihat koleksi perhiasan di sana hingga pandangannya melihat sepasang anting cantik diantara koleksi anting lainnya. Edwin menoleh pada Mona, dia ingin membelikan anting itu untuk Andini namun tidak mungkin dia membelinya saat bersama Mona.
Mona membayar cincin yang dia pilih tadi menggunakan kartu atm yang Edwin berikan padanya lalu mengajak pria itu untuk lanjut berbelanja yang lainnya.
"Mon, kamu pilih saja oleh-oleh yang ingin kamu beli dan gunakan uangku untuk membayarnya," kata Edwin. Saat ini mereka sudah berada ditoko tas branded dan Mona sedang memilih tas untuk mama-nya.
"Iya Mas, tapi kamu mau ke mana?" tanya Mona.
"Aku mau ke toilet sebentar," jawab Edwin.
Mona mengangguk lalu lanjut memilih tas disana. Sementara Edwin dia tidak pergi ke toilet melainkan kembali mendatangi toko perhiasan berlian yang tadi dia datangi bersama Mona.
Edwin tidak mungkin membelikan Andini oleh-oleh barang yang berukuran besar seperti tas, pakaian, sepatu karena Mona pasti akan mengetahuinya jadilah Edwin membelikan Andini anting berlian yang tadi dia lihat.
Anting-anting itu pasti sangat cocok dipakai Andini dan gadis itu akan terlihat semakin cantik saat mengenakannya. Edwin yakin Andini pasti menyukainya karena saat waktu lalu dirinya membelikan satu set perhiasan emas gadis itu menerimanya dengan baik.
Edwin tersenyum membayangkan betapa senangnya Andini saat nanti dia memberikan oleh-oleh itu.
"Mas Edwin kamu di sini? katanya mau ke toilet," tanya Mona yang melihat Edwin sedang berada di toko perhiasan berlian yang tadi dia datangi.
Deg!
Edwin tekejut mendengar suara Mona ada dibelakangnya.