Jaka, pemuda desa yang tak tahu asal-usulnya, menemukan cincin kuno di Sungai Brantas yang mengaktifkan "Sistem Kuno" dalam dirinya.
Dibimbing oleh suara misterius Mar dan ahli spiritual Mbah Ledhek, ia harus menjalani tirakat untuk menguasai kekuatannya sambil menghadapi Bayangan Berjubah Hitam yang ingin merebut Sistemnya.
Dengan bantuan Sekar, keturunan penjaga keramat, Jaka menjelajahi dunia gaib Jawa, mengungkap rahasia kelahirannya, dan belajar bahwa menjadi pewaris sejati bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kebijaksanaan dan menjaga keseimbangan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ali Jok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERJALANAN MENUJU INTI BUMI
Kalau ada yang bilang pulang dari bulan itu mudah, mereka jelas belum pernah mencoba mendarat darurat dengan pesawat rusak sambil membawa rahasia galaksi dan misi menyelamatkan dunia. Pesawat kami mendarat keras di dekat Gunung Lawu, dengan asap mengepul dari mesin dan alarm berbunyi seperti orkestra kacau.
"Pendaratan yang halus," gumam Sekar sambil melepaskan sabuk pengamannya dengan tangan gemetar. "Sangat halus bagi meteor."
"Maaf," Elara membela diri. "Pendorong kanan rusak 70%. Kita beruntung bisa sampai ke Bumi."
Banaspati langsung keluar, api di tubuhnya berkobar kembali di atmosfer Bumi. "Aku merasakan... perbedaan. Energi Bumi terasa lebih hidup setelah kita kembali dari bulan."
Mbah Ledhek sudah membuka peta tradisional dari tasnya. "Kita harus menemukan 'Pintu Menuju Perut Bumi'. Dalam naskah kuno, disebutkan ada tujuh pintu tersebar di seluruh dunia."
"Analisis: Pemusnah sekarang berada di orbit Mars," lapor Mar. "Perkiraan waktu sampai: 5 jam 43 menit. Dan ada perkembangan mengkhawatirkan, energi mereka mulai mempengaruhi satelit di sekitar Mars."
Aku memandang teman-temanku. Semua terlihat lelah dan terluka, tapi mata mereka masih penuh tekad. "Kita tidak punya waktu untuk mencari tujuh pintu. Kita butuh yang terdekat."
"Menurut legenda," kata Mbah Ledhek, "ada pintu di Gunung Lawu ini. Tapi hanya terbuka untuk mereka yang terbukti layak."
Kami mendirikan base camp darurat di lereng gunung. Sementara Elara memperbaiki pesawat, yang lain berkumpul untuk mendiskusikan rencana.
"Genesis Device," mulaku dengan serius. "Lumen bilang ini akan mengubah Bumi selamanya. Apa kita berhak membuat keputusan seperti ini untuk seluruh planet?"
Sekar memegang bahuku. "Kita tidak punya pilihan, Jaka. Kalau Pemusnah sampai ke Bumi, tidak akan ada lagi yang tersisa untuk dibuat keputusan."
"Tapi ada harga yang harus dibayar," tambah Mbah Ledhek dengan suara berat. "Dalam setiap penciptaan ulang, selalu ada pengorbanan. Itu hukum alam."
Banaspati mendekat. "Aku bisa memimpin perjalanan ke bawah. Api-ku bisa beradaptasi dengan panas inti Bumi."
Tiba-tiba, Generasi Keempat menyala terang. "Pewaris, ada pesan tersembunyi dari orang tuamu yang baru terbuka."
Layar proyektor menampilkan orang tuaku dengan latar laboratorium yang berbeda, lebih dalam, seperti di dalam gua.
"Jaka," kata ayahku. "Jika kau melihat ini, berarti kau telah menemukan Kuil Bulan dan mengetahui warisan sejatimu. Genesis Device bukan senjata, itu adalah alat penyeimbang. Tapi mengaktifkannya membutuhkan persatuan sejati dari semua elemen kehidupan."
Ibuku tersenyum lemah. "Dan sayang, ada alasan mengapa kita memilih menyembunyikannya di inti Bumi. Hanya dengan perjalanan melalui lapisan-lapisan Bumi, kau akan memahami sepenuhnya arti menjadi penjaga kehidupan."
Pesan itu berakhir, meninggalkan kami dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Dengan bantuan Mbah Ledhek, kami menemukan pintu tersembunyi di balik air terjun kecil, sebuah lorong sempit yang menuju kegelapan.
"Ini dia," bisik Mbah Ledhek. "Gua Vertikal. Dalam legenda disebut Sumur Tanpa Dasar."
Sekar mengumpulkan air dari air terjun, membentuk bola air yang bersinar. "Untuk penerangan. Air murni gunung selalu membawa cahaya."
Banaspati masuk pertama, api di kakinya menerangi langkah kami. "Hati-hati, jalannya licin dan curam."
Perjalanan turun ternyata lebih menakutkan daripada yang kubayangkan. Lorong sempit, gelap, dan semakin dalam kami turun, semakin aneh suara-suara yang terdengar.
"Suara apa itu?" tanya Elara dengan waspada.
"Bumi bernapas," jawab Mbah Ledhek. "Setiap gunung memiliki jiwa, dan kita sedang berjalan melalui nafasnya."
Setelah turun beberapa ratus meter, kami menemukan sesuatu yang menakjubkan, sebuah kota kuno yang terpahat di dinding gua. Bangunan-bangunan kuno dengan arsitektur yang tidak seperti peradaban manapun yang dikenal manusia.
"Peradaban bawah tanah," gumam Elara heran. "Ini harusnya tidak mungkin ada. Teknologi untuk membangun ini..."
Banaspati tiba-tiba berhenti. "Aku mengenali tempat ini. Ini adalah kota pertama Ras Pertama. Tempat dimana mereka tinggal setelah meninggalkan permukaan."
Saat kami menjelajahi kota kuno itu, sosok-sosok bayangan mulai muncul dari kegelapan. Mereka humanoid tapi terbuat dari batu dan kristal, dengan mata yang bersinar lembut.
"Salam, Keturunan Pencipta," suara mereka bergema dalam pikiran kami.
Aku melangkah maju. "Siapakah kalian?"
"Kami adalah Penjaga Bawah Tanah, yang ditugaskan menjaga perjalanan menuju inti Bumi. Sudah beribu tahun tidak ada yang melewati tempat ini."
Salah satu penjaga mendekat, memandangiku dengan penuh rasa ingin tahu. "Kau membawa darah Pencipta, tapi juga darah Penjaga. Unik."
Mbah Ledhek memberi hormat dengan gesture tradisional. "Kami mencari jalan ke inti Bumi. Untuk mengaktifkan Genesis Device."
Penjaga itu menggeleng. "Jalan tidak mudah. Kau harus melewati Kamar Ujian dulu, satu untuk setiap elemen."
Mereka membawa kami ke ruangan besar dengan lima pintu. Setiap pintu memiliki simbol berbeda, api, air, tanah, udara, dan spirit.
"Ujian pertama adalah Api," kata penjaga itu. "Hanya yang bisa mengendalikan api kehidupan yang boleh lewat."
Banaspati maju. "Ini tugasku."
Dia masuk ke ruangan api, dan pintu tertutup. Beberapa menit kemudian, pintu terbuka lagi dengan Banaspati berdiri tegak, api di tubuhnya sekarang memiliki corak warna pelangi.
"Aku memahami sekarang," katanya. "Api bukan hanya penghancur, tapi juga pemberi kehidupan."
Ujian kedua adalah Air. Sekar masuk dengan percaya diri, dan keluar dengan kemampuan baru, airnya sekarang bisa menyembuhkan dan membersihkan energi negatif.
Ketiga adalah Tanah, yang dihadapi Mbah Ledhek. Dia keluar dengan pemahaman lebih dalam tentang hubungan antara semua makhluk hidup.
Keempat adalah Udara, yang menjadi tanggung jawab Elara. Meski awalnya ragu, dia berhasil dan keluar dengan kemampuan memahami pola energi udara.
Terakhir adalah Spirit, ujian untukku. Saat masuk, yang kuhadapi adalah diriku sendiri.
"Kau harus memilih," kata versi diriku yang lain. "Menjadi manusia seutuhnya dan kehilangan kekuatan, atau menjadi pewaris sepenuhnya dan kehilangan kemanusiaan."
Tapi aku ingat pelajaran dari perjalanan ini. "Aku memilih keduanya. Karena menjadi manusia berarti menerima semua bagian dirimu, kelemahan dan kekuatan."
Pintu terbuka, dan para penjaga membungkuk hormat. "Kau lulus. Sekarang kau siap untuk perjalanan yang sebenarnya."
Para penjaga memberi kami peta menuju inti Bumi dan peringatan terakhir.
"Genesis Device tidak hanya mengubah Bumi," kata pemimpin penjaga. "Dia juga mengubah yang mengaktifkannya. Bersiaplah untuk perubahan yang tidak terduga."
Mereka juga memberi kami artefact kuno, sebuah kristal yang bisa menyatukan kelima elemen.
"Kristal Penyatu hanya bisa digunakan sekali, dan hanya oleh yang memiliki darah Pencipta."
Saat kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan, Mar memberi update yang mengkhawatirkan.
"Pemusnah sekarang di orbit Bulan. Waktu tinggal 4 jam. Dan mereka mengirimkan sesuatu ke Bumi, mungkin unit penyerang."
Aku memandang teman-temanku, Sekar dengan air penyembuhnya, Banaspati dengan api kehidupan, Mbah Ledhek dengan kebijaksanaan tanah, Elara dengan pemahaman udara, dan diriku dengan spirit yang telah teruji.
"Kita terus," kataku dengan yakin. "Apa pun yang menunggu di bawah, kita hadapi bersama."
Tapi dalam hati, aku masih merasakan kegelisahan. Karena seperti yang dikatakan para penjaga, mengaktifkan Genesis Device berarti mengubah segalanya, termasuk diri kami sendiri.
Dan yang paling menakutkan, kami masih tidak tahu persis apa harga yang harus dibayar. Tapi seperti kata Mbah Ledhek, kadang-kadang kita harus melompat dulu baru belajar terbang.
Atau dalam kasus kami, menyelam ke inti Bumi dulu baru bertanya-tanya nanti.
Walaupun latar belakangnya di Indonesia, tapi author keren gak menyangkut-pautkan genre sistem dengan agama🤭
bantu akun gua bro