Setelah Mahesa Sura menemukan bahwa ia adalah putra seorang bangsawan yang seharusnya menjadi seorang raja, ia pun menyusun sebuah rencana untuk mengambil kembali hak yang seharusnya menjadi milik nya.
Darah biru yang mengalir dalam tubuhnya menjadi modal awal bagi nya untuk membangun kekuatan dari rakyat. Intrik-intrik istana kini mewarnai hari hari Mahesa Sura yang harus berjuang melawan kekuasaan orang yang seharusnya tidak duduk di singgasana kerajaan.
Akankah perjuangan Mahesa Sura ini akan berhasil? Bagaimana kisah asmara nya dengan Cempakawangi, Dewi Jinggawati ataupun Putri Bhre Lodaya selanjutnya? Temukan jawabannya di Titisan Darah Biru 2 : Singgasana Berdarah hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perang Besar Pertama ( bagian 2 )
"Kau adalah putra dari Dyah Pitaloka?", tanya Senopati Kebo Bang sembari menatap tajam ke arah Mahesa Sura yang berdiri di atas benteng pertahanan Pejarakan.
" Aku putra Dyah Pitaloka dan Mahisa Rangkah yang dibunuh oleh orang yang haus kekuasaan. Maka sudah selayaknya jika aku menuntut keadilan dan hak atas tahta Mandala Kertabhumi yang merupakan warisan dari eyang ku Dyah Suryawisesa.
Jika kalian datang sebagai sahabat dan teman yang mementingkan keadilan, aku sambut dengan senang hati. Tetapi jika kamu semua ingin melakukan perintah dari orang yang ingin mengukuhkan kekuasaan yang bukan haknya di Kertabhumi, aku siap untuk berperang melawan kalian semua.. ", tegas Mahesa Sura.
Senopati Kebo Bang terdiam beberapa saat lamanya. Dalam hati sebenarnya ia kagum dengan pimpinan pasukan pemberontak ini.
'Sekilas aku melihat bayangan sosok Bhre Dyah Suryawisesa dalam diri bocah ini', batin Senopati Kebo Bang.
"Aku adalah ksatria yang memegang tugas untuk melindungi kewibawaan negeri ini, Mahesa Sura. Aku tak tahu apa itu intrik-intrik istana karena yang aku tahu adalah melakukan perintah sang penguasa Kertabhumi.
Sebagai sesama warga Kertabhumi, aku bersimpati pada mu. Namun sebagai ksatria yang tunduk pada aturan dharma, aku tak bisa membiarkan mu berbuat seperti ini", ucap Senopati Kebo Bang segera.
"Kalau begitu, bersiaplah untuk bertarung melawan kami. Pedang tak punya mata, maka jangan pernah menyalahkan kami jika harus menumpahkan darah saudara kami sendiri! ", tutur Mahesa Sura penuh ketegasan.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Mahesa Sura, Senopati Kebo Bang mengangguk mengerti dan segera menarik tali kekang kuda tunggangan nya ke arah barisan prajurit Kertabhumi diikuti oleh Demung Wiru.
Begitu sampai di barisan, Senopati Kebo Bang mengangkat tangan kanannya. Ini adalah isyarat untuk para prajurit yang memegang meriam cetbang. Sedangkan barisan prajurit berjalan kaki langsung maju dengan tameng tertata rapi untuk perlindungan.
"Prajurit Kertabhumi, MAJUUUUU...!!!! ", teriak Senopati Kebo Bang yang selanjutnya para prajurit peniup terompet kerang membunyikan pegangannya.
Thhuuuuuuutttttttttttttt...!!!
Dengan gerakan kompak, para prajurit Kertabhumi bergerak menuju ke arah benteng pertahanan Pejarakan. Begitu telah mencapai jarak yang diinginkan, para prajurit Kertabhumi pun segera menembakkan meriam cetbang yang mereka bawa.
Bhhuuummmm bhhuuummmm bhhuuummmm!
Tak mau hanya menjadi sasaran belaka, Rakai Pamutuh yang berdiri tak jauh dari Mahesa Sura segera memberikan isyarat kepada para pemanah untuk melawan. Pun juga para prajurit yang memegang meriam cetbang dari sumbangan Mandala Pandanalas dan Lodaya segera menembakkan senjata api mereka.
Blllaaaaaaaammmmm!!!
Ledakan beruntun terdengar dari ledakan bola meriam cetbang yang jatuh ke arah musuh. Setelah pasukan Kertabhumi semakin mendekat, Mahesa Sura segera menoleh ke arah Dewa Pedang Lembu Peteng dan para anggota Lembah Seratus Pedang yang sudah bersiaga dari tadi.
"Sudah saatnya kau bergerak, Dewa Pedang..!! ", teriak Mahesa Sura yang di sambut anggukan kepala oleh pendekar sepuh itu.
" Saatnya untuk memenuhi tugas ku sebagai seorang ayah! Semuanya! Bunuh prajurit Kertabhumi sebanyak-banyaknya..!! ", perintah Dewa Pedang Lembu Peteng sambil mencabut pedang kesayangannya.
Dengan menaiki pedang, Lembu Peteng dan orang-orang Lembah Seratus Pedang melesat ke arah barisan musuh yang mulai mendekat.
Shhrrreeeeettt shhrrreeeeettt shhrrreeeeettt!
Chhrraaaaaasssss...
Aaaauuuuuugggghhhhh!!!!
Suara denting senjata beradu diikuti oleh jeritan memilukan dari mereka yang terbunuh, langsung terdengar di tengah-tengah pasukan Kertabhumi. Dewa Pedang dan para pendekar lainnya mengamuk bagaikan banteng ketaton yang membantai musuh tanpa ampun.
Pergerakan Dewa Pedang yang di luar aturan peperangan membuat para prajurit Kertabhumi kocar-kacir. Kendati mereka hanya berjumlah sedikit, tetapi kemampuan beladiri yang tinggi milik mereka benar-benar membuat mereka menjadi monster yang menakutkan bagi para prajurit Kertabhumi yang mencoba untuk menghadapi.
Dalam waktu sebentar, ratusan orang prajurit Kertabhumi tewas bersimbah darah diujung pedang Dewa Pedang dan orang-orang nya.
Hal ini sontak membuat Tumenggung Mayang yang memimpin pasukan tengah Kertabhumi geram. Dengan cepat ia menepak punggung kuda nya sebagai tumpuan sebelum melompat ke arah Dewa Pedang yang sedang mengamuk.
Bersenjatakan Tombak Ron Pring yang merupakan pusaka pemberian gurunya Resi Tambakboyo, Tumenggung Mayang langsung mengayunkan senjata pusaka nya itu ke arah Dewa Pedang yang sedang dikeroyok oleh beberapa orang prajurit Kertabhumi.
Chiiiiyyyaaaaaatttttt.....!
Shhuuuuuuuttttttt...!!!!!
Dewa Pedang yang dapat mendengar suara udara yang terbelah oleh senjata, segera melirik ke arah datangnya serangan cepat itu. Dia langsung melompat mundur sambil menangkis tusukan Tombak Ron Pring dan menghantamkan tapak tangan kiri nya ke arah empat prajurit Kertabhumi yang mengeroyok nya.
Shhrrreeeeettt shhrrreeeeettt shhrrreeeeettt shhrrreeeeettt..!!
Empat cahaya berbentuk seperti pedang melesat cepat ke arah prajurit Kertabhumi itu.
Jlleeeebbb jlleeeebbb jlleeeebbb jlleeeebbb..
Aaaarrrrrrrrgggggghhh!!!
Empat orang prajurit Kertabhumi itu langsung tersungkur dengan tubuh tak utuh lagi. Melihat anak buah nya di bantai dengan mudah, Tumenggung Mayang menggeram murka sambil kembali melayangkan serangan tombaknya ke arah Lembu Peteng sang Dewa Pedang.
Whhhuuutttt thhrraaaanngg thhrraaaanngg!!
Jual beli serangan antara dua pendekar ini berlangsung sengit dan menegangkan. Tetapi satu hal yang terlihat jelas, Dewa Pedang terlihat santai dan tenang meladeni serangan cepat dan berbahaya dari Tumenggung Mayang.
Menginjak jurus kedua puluh, Dewa Pedang mengubah pola serangan nya. Jika sebelumnya ia hanya bertahan dan menghindari setiap tusukan maut Tombak Ron Pring milik Tumenggung Mayang, kali ini ia menjadi menyerang dan menekan setiap pergerakan sang perwira tinggi prajurit Kertabhumi.
Shhrrreeeeettt shhrrreeeeettt..
Chhrraaaaaasssss....!
Satu sabetan pedang Lembu Peteng berhasil merobek baju zirah milik Tumenggung hingga menciptakan sebuah luka memanjang di dada pria bertubuh kekar ini. Darah segar langsung merembes keluar dari luka ini.
Melihat luka ini, Tumenggung Mayang murka seketika.
"Tua bangka keparat!! Aku akan menghancurkan tubuh tua mu hingga menjadi abu..!! ", teriak Tumenggung Mayang sambil memutar tombak pusaka nya di sekeliling tubuh nya
Angin kencang menderu-deru di sekitar tempat Tumenggung Mayang berdiri. Menciptakan udara dingin yang sanggup membuat tubuh membeku.
" Hehehe, cuma Ilmu Tombak Angin Es apa yang perlu di takutkan heh?!! Majulah hai wong Kertabhumi..!! ", balas Lembu Peteng sambil mengalirkan tenaga dalamnya pada pedang di tangannya.
" Bajingan tua, mampuslah kauu...!!! "
Sembari berteriak keras, Tumenggung Mayang mengayunkan senjata andalannya. Puluhan gumpalan angin dingin berbentuk tombak langsung menerabas cepat ke arah Sang Dewa Pedang dari Jagaraga.
Shhuuuuuuuttttttt shhuuuuuuuttttttt shhuuuuuuuttttttt shhuuuuuuuttttttt!!!
Dewa Pedang langsung mengayunkan pedang nya di sekitar tubuh dan ratusan pedang ilusi berwarna putih kekuningan tercipta. Setelah itu ia lekas menggerakkan pedang nya ke arah ke arah perwira tinggi prajurit Kertabhumi itu.
Thhrraaaanngg thhrraaaanngg thhrraaaanngg!!
Benturan dua ilmu senjata itu tak terbendung lagi. Tumenggung Mayang yang semula begitu percaya diri dengan Ilmu Tombak Angin Es nya seketika terbelalak lebar melihat puluhan pedang ilusi dari Dewa Pedang meluncur cepat ke arah nya.
"Bangsat kau Tua Bangkaaaa..!!! ", maki Tumenggung Mayang sambil memutar tombak nya sebagai perlindungan dari serangan maut Sang Dewa Pedang.
Beberapa berhasil di tangkis oleh putaran Tombak Ron Pring tetapi serangan pedang ilusi dari pimpinan Lembah Seratus Pedang ini terus datang bagaikan rintik hujan deras.
Dan.....
JLLEEEEBBB...
AAAAAARRRRRRRRGGGGGGHHH!!
Satu pedang ilusi ciptaan Dewa Pedang berhasil lolos dari perlindungan Tombak Ron Pring. Tumenggung Mayang menjerit kesakitan dan itu awal dari penderitaan nya.
Puluhan pedang ilusi lainnya seketika menghujani tubuh Tumenggung Mayang yang membuat sekujur tubuh perwira tinggi prajurit Kertabhumi ini berdarah-darah. Dia roboh dengan darah terus keluar dari sekujur tubuhnya.
Dengan tubuh bergetar, ia menunjuk ke arah Lembu Peteng Sang Dewa Pedang.
"K-k-kau setan jahanammmm..... "
"Aku menjadi setan jahanam tidak masalah karena aku mengikuti orang yang benar. Dan kau menjadi ksatria tetapi kau mengikuti orang yang salah, maka hanya kematian seperti ini yang pantas untuk mu.. ", ucap Dewa Pedang sambil melihat musuh nya yang sekarat.
Tumenggung Mayang hendak mengucapkan kata-kata lagi tetapi ia sudah terlalu lemah karena kehabisan darah. Sebentar kemudian, ia sudah tak bernyawa dengan darah menggenang di bawah tubuhnya.
Setelah melihat musuh nya tewas, Dewa Pedang kembali mengamuk membantai para prajurit Kertabhumi.
Kematian Tumenggung Mayang yang menjadi salah satu pilar utama pasukan Kertabhumi membuat nyali para prajurit ciut seketika. Gelar perang mereka pun menjadi kacau balau.
Melihat itu, Mahesa Sura yang masih berdiri di atas benteng pertahanan Pejarakan segera mengangkat tangan kiri nya sambil menoleh ke arah Jayeng dan Rakai Sambu yang bersiaga di pintu gerbang samping benteng pertahanan.
"Sekarang giliran kalian..! "
sepertinya trah Mahesa sura ini yg kemudian melahirkan raja2 Islam di kemudian hari yah kang ebez
up terus kang ebeezz..