Karena kesulitan ekonomi membuat Rustini pergi ke kota untuk bekerja sebagai pembantu, tapi dia merasa heran karena ternyata setelah datang ke kota dia diharuskan menikah secara siri dengan majikannya.
Dia lebih heran lagi karena tugasnya adalah menyusui bayi, padahal dia masih gadis dan belum pernah melahirkan.
"Gaji yang akan kamu dapatkan bisa tiga kali lipat dari biasanya, asal kamu mau menandatangani perjanjian yang sudah saya buat." Jarwo melemparkan map berisikan perjanjian kepada Rustini.
"Jadi pembantu saja harus menandatangani surat perjanjian segala ya, Tuan?"
Perjanjian apa yang sebenarnya dituliskan oleh Jarwo?
Bayi apa sebenarnya yang harus disusui oleh Rustini?
Gas baca, jangan lupa follow Mak Othor agar tak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian Bab 24
"Bude sama Bapak tenang aja, saya pasti akan mencari Tini. Dia adalah istri saya, pasti saya akan mencarinya dan melindunginya."
Padahal pria itu diperintahkan oleh istrinya untuk membunuh Tini dan juga keluarganya, tetapi Jarwo tidak tega. Dia sangat merasa kasihan melihat keadaan dari Sardi, pria itu tak berdaya.
"Kamu itu suaminya Tini, Bude percaya. Lalu, rencananya kamu mau menginap di sini atau bagaimana?"
Jarwo sebenarnya sangat ingin tinggal untuk sementara waktu di sana, karena suasananya sangat tenang. Banyak pepohonan yang hijau, banyak bunga-bunga yang tumbuh liar tapi indah di pinggir jalan. Jarwo betah.
Namun, dia takut kalau Ratih akan marah. Jarwo sangat tahu bagaimana sikap wanita itu, dia tidak ingin membuat istri pertamanya itu mengamuk.
"Mau jalan-jalan sebentar, mungkin nanti malam saya akan pulang ke kota."
Jarwo menolehkan wajahnya ke arah Sardi, pria itu menatap dirinya dengan air matanya yang mengalir. Jarwo tidak tahu kenapa pria itu menangis, tetapi saat menatap mata pria itu dengan dalam, dia sadar. Sardi seolah sedang menitipkan putrinya kepada dirinya.
"Bapak tidak usah khawatir, saya janji akan menjaga Tini. Saya janji akan mencari Tini, Bapak baik-baik di sini. Saya juga akan mengusahakan agar Bapak cepat pulih," ujar Jarwo.
"Kamu anak baik," ujar Sri yang entah kenapa merasa percaya dengan pria yang baru saja dia temui itu.
"Makasih, Buda."
"Ya, kalau gitu biar Bude buatkan kamu minuman dan juga camilan. Kamu tunggu sebentar," ujar Sri.
"Saya tunggu di luar, Bude Sambil menikmati udara yang begitu sejuk di kampung ini," ujar Jarwo.
"Ya," jawab Sri yang langsung meninggalkan Jarwo menuju dapur.
Karena dia ingin membuatkan teh hangat dan juga camilan untuk pria itu, sedangkan Jarwo langsung keluar dari dalam rumah Sri. Dia duduk di depan rumah itu di atas bangku kayu, dia menghirup udara dengan serakah. Paru-parunya terasa penuh dengan oksigen.
"Di sini asri sekali, udaranya sejuk. Hawanya dingin, pasti kalau malam bisa tidur pulas tanpa AC."
Jarwo bahkan mengelilingi rumah milik Sri, hingga tidak lama kemudian dia kembali duduk di dekat mobilnya. Saat sedang asik menikmati udara di kampung itu, tiba-tiba saja dia melihat ada seorang pria matang yang mendekat ke arahnya.
Pria itu cukup tampan, baju yang dipakai juga terlihat mahal. Sayangnya perutnya terlihat buncit, hal itu mengurangi ketampanan dari pria itu.
"Siapa kamu? Kenapa ada di kampung saya?"
"Saya, Jarwo. Anda siapa ya?"
"Saya Juragan Bahar, saya adalah pria terkaya di kampung ini. Kamu siapa? Tak mungkin kalau kamu datang untuk melamar Sri," ujar Juragan Bahar.
Jarwo menghela napas berat, Rustini pernah menceritakan tentang juragan Bahar. Pria itu adalah pria yang ingin menjadikan Rustini budak napsunya, pantas saja Rustini tak mau.
Selain orangnya tak tampan, istrinya banyak, dia juga sangat arogan. Cara bicaranya sangat tak sopan, Jarwo rasanya ingin membawa pria itu ke kota dan menumbalkan-nya.
"Perkenalkan, saya suaminya Tini. Datang ke sini untuk menemui mertua saya," jawab Jarwo sambil mengulurkan tangannya ke arah Juragan Bahar.
Pria itu langsung membulatkan matanya dengan sempurna, dia begitu kaget mendengar kalau Rustini sudah menikah. Rasanya itu adalah hal yang mustahil, karena dilihat dari sisi manapun Jarwo sangatlah tampan.
Pria itu terlihat berduit, dari atas sampai bawah semua pakaian yang dipakai merupakan merk mahal. Mobil yang dipakai oleh pria itu juga adalah mobil keluaran terbaru, mana mungkin pria sekaya itu mau menikahi Rustini, pikirnya.
"Kamu bohong ya? Aku dengar Tini pergi ke kota untuk jadi pembantu, mungkin bisa menikah dengan pria seperti kamu!"
Panas sekali rasanya mendengar kalau pria itu merupakan suami dari Rustini, karena dia saja ingin mendapatkan Rustini begitu sulit. Sudah diancam saja malah pergi ke kota, doa merasa tak terima dikalahkan oleh pria yang lebih muda dari dirinya.
"Tini datang ke kota memang untuk menjadi pembantu, tetapi setelah saya melihat kecantikannya, kemolekan tubuhnya dan juga bentuk dada serta bokongnya, saya tidak rela kalau dia jadi pembantu. Makanya malah saya jadikan istri," ujar Jarwo.
Jarwo malah sengaja ingin membuat juragan Bahar marah, dia sengaja mengatakan hal-hal yang membuat kuping juragan Bahar panas. Bahkan, mungkin hatinya juga turut panas. Karena wajah pria itu memerah seperti menahan marah.
"Halah! Pasti kamu menjadikan Tini hanya sebagai piaraan, kan? Mana mungkin hidup di kota nyarinya cuma wanita kere yang bau, Tini masih muda sih. Tapi, dia dulunya wanita nggak bener. Dia sama saya saja sering itu," ujar Juragan Bahar.
Kini pria itu yang memanas-manasi Jarwo, tetapi pria itu tidak terpancing. Karena Jarwo masih ingat betul ketika dirinya menggauli Rustini, wanita itu masih perawan. Jarwo tentunya bisa membedakan yang mana perawan dan tidak.
"Maaf, tapi saat saya pertama kali melakukannya dengan Tini, dia memang masih perawan. Kalau anda tidak ada keperluan, lebih baik anda melanjutkan aktivitas anda saja."
Juragan Bahar begitu marah mendengar apa yang dikatakan oleh Jarwo, dia merasa sangat kesal karena tidak bisa menghasut pria itu.
"Cih! Kamu pasti akan menyesal karena sudah menikahi Tini," ujar Juragan Bahar yang segera pergi dari sana karena begitu kesal.
Jarwo menatap kepergian pria itu dengan tatapan yang begitu sulit untuk diartikan, mendengar Rustini dijelekan membuat dia ingin segera menemui wanita itu, dia ingin membahagiakan wanita itu dan menjalani rumah tangga dengan benar dengan Rustini.
"Apa bisa?" tanya Jarwo penuh keraguan di dalam hatinya.
"Kok malah bengong? Bude sudah membuatkan teh hangat dan juga goreng singkong, dimakan dulu."
Sri datang membawa nampan berisikan teh hangat dan juga singkong goreng, Jarwo dengan cepat menerimanya. Walaupun suguhannya sangat sederhana, tetapi Jarwo suka.
"Makasih Bude, saya makan."
Jarwo menyeruput teh hangat yang sudah dibuatkan oleh Sri, setelah itu dia memakan singkong goreng yang begitu nikmat di lidahnya. Dia baru tahu kalau makanan kampung seperti itu ternyata enak juga.
"Rasanya enak, Bude. Makasih," ujar Jarwo.
Sore itu Jarwo mengobrol dengan Sri, setelah itu dia juga berbicara dengan Sardi. Barulah saat malam hari tiba dia memutuskan untuk pulang ke kota, tujuan utamanya adalah untuk mencari Rustini.
"Udah mau pagi aja, cape. Ngantuk banget lagi," ujar Jarwo ketika dia sudah sampai di kota. Namun, dia belum sampai di rumahnya.
Pria itu mengedarkan pandangannya sambil melajukan mobilnya dengan pelan, tak lama kemudian dia melihat pasar tradisional yang sudah mulai ramai.
"Ngopi dulu kali di warung, ngantuk banget soalnya."
Hanya tinggal beberapa menit lagi dia sampai ke rumah, tetapi rasanya dia sudah tidak sanggup untuk menyetir. Akhirnya Jarwo memutuskan untuk ngopi sebentar di pasar tradisional yang kebetulan dia lewati.
"Sambil sarapan jajanan pasar juga enak kayaknya," ujar Jarwo.
Pria itu akhirnya memesan segelas kopi, selalu dia memilih beberapa kue untuk dia makan. Saat dia sedang memilih kue, tanpa sengaja matanya menangkap sosok wanita yang sangat dia kenal, wanita yang memang sedang dia cari.
Wanita itu memakai kaos oblong dipadu padankan dengan celana bahan, rambutnya dikuncir kuda. Cantik sekali, ah! Rasanya Jarwo ingin segera berlari dan memeluk wanita itu. Di tangan wanita itu ada keranjang belanjaan, Jarwo merasa kalau wanita itu memang sengaja ke pasar untuk berbelanja.
"Tin! Tini!" teriak Jarwo.
gak juga kali ngejelasin nya 😫🤦♀️
kamu pandai pandai la menyembunyikan nya