Susah payah Bellinda Baldwig mengubur cintanya pada mantan suami yang sudah menceraikan enam tahun silam. Di saat ia benar-benar sudah hidup tenang, pria itu justru muncul lagi dalam hidupnya.
Arsen Alka, berusaha mendekati mantan istri lagi saat mengetahui ada seorang anak yang mirip dengannya. Padahal, dahulu dirinya yang menyia-nyiakan wanita itu dan mengakhiri semuanya karena tidak bisa menumbuhkan cinta dalam hatinya.
Haruskah mereka kembali menjalin kisah? Atau justru lebih baik tetap berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25
Sebenarnya, tanpa bertanya dengan Bellinda pun Arsen merasa dirinya brengsek dalam memperlakukan wanita itu. Tapi, entah kenapa ingin saja mendengar pendapat mantan istrinya.
Sejak tadi si duda sudah memfokuskan mata pada wajah yang kini menjadi nampak bersinar. Dahulu tidak secerah sekarang, atau mungkin karena saat itu ia terlalu kesal dijodohkan hingga tidak bisa melihat sisi baik dari seorang Bellinda.
Bellinda bukan menjawab, tapi mengerutkan kening seakan bingung oleh pertanyaan Arsen. “Kenapa bertanya seperti itu?” Entah bagaimana cara orang tuanya mendidik, tapi sosok ibu beranak satu itu sangatlah lembut dalam bertutur kata.
“Ya ... siapa tahu kau menganggapku brengsek karena menceraikanmu setelah menidurimu, membiarkanmu melakukan semua sendiri, hamil, melahirkan, membesarkan anak kita.” Arsen semakin memperjelas. Walau jawaban untuk dirinya sendiri adalah iya. Tapi, dia yakin kalau Bellinda pasti tidak sependapat.
Kepala Bellinda menggeleng. “Itu semua adalah keputusanku. Jadi, bukan salahmu, dan kau tidak brengsek.”
Tidak tahu kenapa Arsen lega sekali mendengar jawaban tersebut. Sampai membuat sudut bibirnya tertarik membentuk senyum simpul. “Atau mungkin menurutmu aku tidak tahu malu? Sudah mencampakkanmu, dan sekarang kembali hadir dalam hidupmu disaat anak kita telah tumbuh sebesar itu?” Dia menunjuk Colvert yang nampak masih lelap.
Tetap saja Bellinda menggeleng. “Wajar ingin dekat dan diakui oleh Colvert, kau memang daddynya.”
Keduanya kembali terdiam dan dipeluk oleh kesunyian. Bellinda menyandarkan kepala karena merasa ngantuk, semalam Colvert rewel terus merengek sakit. Jadi, ia begadang. Berhubung sekarang anaknya sedang tidur, tadinya ingin ikut terlelap juga. Tapi, ada Arsen datang, jadilah diurungkan.
Sementara Arsen. Pria itu diam karena merenung. Bagaimana bisa dia sempat membenci wanita seperti Bellinda? Dipikir dari sudut pandang manapun, ia tidak seharusnya memiliki alasan untuk tidak menyukai seseorang yang kini tengah dipandang.
Meski dari samping dan Bellinda tengah memejamkan mata, tetap terlihat bersinar bagaikan bintang dalam gelapnya malam. Dia jadi teringat bagaimana saat sosok itu masih berstatus sebagai istrinya. Selalu tersenyum dan berusaha tetap tegar disaat setiap hari ia abaikan.
Sebelah sudut bibir Arsen terangkat. Itu bukan sebuah kesinisan, melainkan tengah merutuki kebodohan. “Ternyata benar, ketika sudah hilang baru lebih terasa,” gumamnya lirih.
“Ha? Kau bicara padaku?” tanya Bellinda dengan mata yang begitu berat untuk dibuka.
Arsen menggeleng dan tersenyum. Satu buah meja kecil yang menyekat mereka tidak menjadi halangan untuk tangannya terulur dan menepuk puncak kepala mantan istri. “Tidur saja, kau terlihat kurang istirahat. Biar aku yang menjaga Colvert.”
“Aku tidak Mau merepotkanmu,” tolak Bellinda, tapi dia memang ingin sekali terpejam. Bahkan kantuknya membuat ia mengiraukan tangan sang mantan yang masih mengusap puncak kepala.
“Aku juga daddynya, wajar kalau kita bergantian untuk menjaga.”
Bellinda tersenyum begitu lembut dan manis. Sejak kapan Arsen menjadi merasakan hal aneh di dada saat melihat tarikan bibir wanita itu? Ia merasa dibolak balikkan perasaan oleh mantan istrinya.
“Terima kasih, bangunkan aku kalau Colvert sudah bangun,” pinta Bellinda.
Arsen mengangguk dan menarik tangannya. Membiarkan Bellinda tertidur di sofa.
Sepanjang ditinggal tidur oleh Colvert dan Bellinda, Arsen merenung. Memikirkan pertanyaan dari teman-temannya.
Benar juga, enam tahun berpisah, tapi tidak pernah sekali saja membuka hati untuk wanita lain. Kenapa? Ia terus memikirkan jawaban itu.
Selama itu Arsen banyak didekati oleh wanita. Tapi, memang tidak ada satupun yang terlihat menarik. Namun, sekarang ia justru melihat sinar yang dipancarkan oleh jandanya sendiri.
Alangkah tidak tahu malunya aku kalau mengharap kesempatan untuk kembali.
🤣🤣🤣🤣🤣🤣