NOTE!
-Mengandung beberapa cerita dewasa/adult romance. Mohon bijak!
-Kalau cerita mulai tidak jelas dan dirasa berbelit-belit, sebaiknya tinggalkan. (Jangan ada komentar buruk di antara kita ya) Hiks!
Pantaskah seorang pria dewasa atau terbilang sudah matang, jatuh cinta dengan gadis di bawah umur?
Dia Arga, saat ini usianya sudah menginjak 26 tahun. Dia pria tampan, penuh kharisma dan sudah mapan. siapa sangka, pria sekeras Arga bisa jatuh cinta dengan seorang gadis yang masih berumur 15 tahun?
simak kelucuan dan kemesraan mereka!
Writer : Motifasi_senja
Mohon maaf jika ada kesamaan beberapa nama tokoh yang sama. 🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Motifasi_senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pupus harapan Tiara
Di ruang santai dekat kolam renang, Meri sedang sibuk mengotak atik ponselnya. Entah apa yang sedang di kerjakannya. Kadang merengut kadang tersenyum. Menyeruput teh hangatnya, meletakkan kembali ponselnya di atas meja.
Meri duduk memandangi air kolam yang memantulkan cahaya dari sinar malam. Air itu sangat tenang. Berbeda dengan perasaannya yang sampai saat ini masih di buat gelisah.
“Apa yang Nenek lakukan disini?” Tegur Arga. Dia berdiri dengan buku novel di tangan kirinya.
Meri memandangi Arga lekat lekat. Yang di pandang langsung duduk di sampingnya. “Ada apa Nek? Kenapa memandangi ku seperti itu?”
“Tidak ada apa apa.” Jawab Meri singkat. Sepertinya pikiran di kepalanya sedang berlarian entah kemana.
“Apa Nenek sedang sakit?” Arga mengusap jemari Meri.
“Tidak, Nenek hanya sedang banyak kerjaan.” Meri tersenyum. Lalu memalingkan wajah.
Arga merasa curiga. Nenek itu orang nya cerewet. Banyak bicara dan suka menang sendiri. Tapi setelah kepulangannya dari luar negeri, sifatnya jadi pendiam dan selalu serius.
“Hei!” kejut Mona di punggung Arga. “Kalian sedang apa disini?” Mona langsung nimbruk dan duduk di tengah mereka.
“Hei Kau!” Meri bergeser ketika pantat Mona sudah mendesak. Matanya melotot menatap Mona. Tapi Mona justru tersenyum.
“Ngapain kau kesini?” tanya Arga. “Tidur sana!”
“Tidak Mau! Aku belum mengantuk.” Mona melipat kedua tangan di depan dada.
“Hei Nek.” Mona menarik lengan Meri. Tapi langsung di kibaskan.
“Jangan menyentuh ku! Minggir kau!” Meri mendorong Mona.
Meri berdiri. Melangkah menjauh dari Mona. Tapi Mona masih mengekor di belakangnya. Arga yang masih duduk hanya nyengir mengamati tingkah Mona. Arga sudah tahu, Mona pasti sedang berusaha mendekati Meri. Itu yang di lakukan Mona padanya tempo lalu.
“Kau mengikutiku?” curiga Meri. Ia sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
Mona nyengir. “Aku cuma ingin ngobrol dengan Nenek.”
“Tidak perlu!” Jawab Meri. Pintu kamar sudah tertutup dengan keras.
Huh! Mona merengut. Mendengus beberapa kali dengan hentakkan kaki. Badannya sudah memutar. Disana Arga memandangi dengan langkah yang semakin mendekat.
“Sudahlah, Nenek memang begitu.” Arga mengacak rambut Mona.
“Kakak, apa yang Kau lakukan? Rambutku jadi berantakan.” Sewot Mona. Arga hanya tertawa.
“Kakaak!” Mona melompat menaiki punggung Arga. Untungnya tubuh Mona mungil. Hingga dengan cepat Arga memutar tangan ke belakang menangkap tubuh Mona yang menempel di punggungnya. Kalau tidak bisa nyungsep ke depan.
“Mona sudah berada di punggung Arga. Melingkar kedua tangannya di leher Arga.
“Kau ini apa apaan! Turun!” Semprot Arga. Tubuhnya sudah di guncangkan tapi Mona menempel kuat seperti cicak di dinding. Bahkan ke dua kakinya sudah menggapit perut datar Arga.
“Gendong Aku. Bawa ke atas.” Mona mengguncangkan badanya hingga Arga ikut bergoyang. “Ayo cepat.”
“Ka... kalian sedang apa?” Suara lirih mengejutkan mereka.
“Tiara?” ucap Arga. Kedua tangannya masih menyangga pantat Mona yang masih bergelantung di punggungnya.
“Hei nenek lampir.” Ejek Mona dengan menjulurkan lidah.
“Turun Kau!” Tiara meraih baju Mona menariknya untuk segera turun.
“Ih nggak mau!” Mona mengeratkan lagi pegangannya.
“Hei! Kau mencekik ku.” Timpal Arga yang merasa kesakitan karena lehernya tertekan.
“Maaf Kak.” Mona sudah melonggarkan pegangannya.
“Ada apa kau kemari?” tanya Arga. Mona Ia turunkan dengan perlahan.
Mona masih sempat mencibir. Dengan menjulingkan mata pada Tiara. Arga berjalan menaiki tangga. Tiara mengikutinya saling dorong dengan Mona.
“Tunggu Arga!” Tiara menyikut Mona yang terus menghalangi jalannya.
Mona merasa jengkel. Pasalnya Ia sedang bermanja dengan Arga tetapi terganggu karena kedatangan Tiara. Hingga sampai di ujung tangga, mereka berdua masih saling mendorong. Tak ada yang mau mengalah. Semua kekeh terus mengikuti langkah Arga.
“Tiara, sudah cukup!” Arga berhenti mendadak. Membuat yang di belakangnya ikut berhenti. “Cukup sudah Kau mengganggu hidup Ku terus. Apa Kau tidak lelah?”
Tiara bungkam. Ucapan Arga seperti sedang memukul dirinya. Soal lelah, tentu saja sangat lelah. Semua ini sungguh melelahkan. Menguras segala sesuatu yang ada pada diri Tiara. Ia harus kehilangan konsentrasinya saat bekerja hanya karena memilih fokus mengejar cinta Arga. Tiara tahu, ini semua sangat bodoh. Tapi, tak semudah itu juga melepaskan.
Arga sudah berdiri memegang gagang pintu. Melihat wajah Tiara yang menyedihkan itu sebenarnya tak tega. Rasanya jahat sekali terus membentak nya berulang kali. Beginilah cara nya agar Tiara segera mundur.
“Arga! Kau masih mencintai nya kan? Iya kan?” Tanya Tiara dengan suara lantang. Suaranya menggema begitu keras. “Kenapa K
kau diam?”
Arga mendesah. Bibirnya bungkam. Wajahnya berpaling entah ke arah mana.
“Jawab Arga!” teriak Tiara lagi. Suara nya serak menahan tangis.
Mona yang berdiri disana sedikit mundur. Melihat kemarahan Tiara membuat tubuhnya serasa menciut. Bahkan sesekali Ia berjinjit ketika teriakan Tiara terdengar kembali. Mona tak menyangka, wanita ini begitu terlihat memprihatinkan ketika menangis.
“Ya! Aku memang masih mencintai nya!” Jawab Arga. Suaranya tak kalah lantang dari Tiara. Wajahnya sudah memerah. Jemarinya pun sudah mengepal.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Teriakan keduanya berhasil membangunkan para penghuni lantai satu. Mereka ber empat sudah berlari menuju arah suara bising itu. Hanya para pembantu yang tidak terbangun karena letak kamarnya yang berada di luar.
Santi menggandeng lengan Hutomo. Sementara Radit yang ikut terbangun di tuntun Meri. Mereka sudah menaiki anak tangga.
“Benar kan... Aku tahu. Tapi kenapa?” sambil terisak Tiara berucap lagi. Riasan yang menempel di wajahnya pun sudah mulai luntur tersapu air yang keluar dari matanya.
“Ada apa ini? Apa yang terjadi?” Hutomo mendekat penuh rasa penasaran.
“Nenek...” Tiara menghampiri Meri. Memeluknya dengan mata sembabnya. “Arga jahat Nek...”
Meri mendorong Tiara pelan. Menatap wajahnya yang sudah berantakan. “Ada apa? Jelaskan pada Nenek.” Meri mengusap lembut pipi Tiara.
Mona mendekati Arga. Arga masih terlihat sangat marah. Tapi entah kenapa rasanya Mona ingin sekali menyentuh tangannya. “Kak Arga...” ucap Mona lirih. Suara nya sedikit bergetar.
Arga diam tak bereaksi. Satu telapak tangannya menempel di didinding menahan
berat tubuhnya dengan kepala menunduk.
“Lebih baik kau segera jauhi aku.” Ucap Arga tiba tiba.
“Arga ini ada apa sebenarnya? Coba jelaskan?” Meri menghampiri Arga.
“Cukup sudah Nenek memaksa ku untuk bersama Tiara. Aku lelah Nek.” Arga mendesah berat. Matanya tajam menatap Meri. Setidaknya inilah cara untuk memohon pada Neneknya.
“Tapi kenapa? Bukankah Tiara wanita baik?” Meri masih berusaha. Ia sebenarnya sudah tak ingin memaksa lagi. Tapi melihat Tiara yang masih menangis membuat hatinya bimbang.
“Terserah Nenek saja. Yang jelas Aku harap Tiara menjauhi Ku.” Arga berbalik dan menutup pintu kamarnya. Hingga membuat yang ada di sana terlonjak kaget.
Santi menatap Meri. Menatap penuh arti. “Silahkan Ibu selesaikan ini.” Santi kembali ke kamar. Begitu juga dengan Hutomo dan Radit. Mona pun sudah masuk ke dalam kamar nya.
Masalah ini muncul karena rencana Meri. Menjodohkan Arga dengan Tiara sejak Arga masih menjadi kekasih orang lain. Meri terhasut teman bisnisnya yang terus mendesak untuk menyetujui perjodohan antara anaknya dan Cucu Meri yaitu Arga. Karena atas nama persahabatan Meri pun menyetujui.
Semua terlihat berjalan lancar ketika Tiara menerima di jodohkan dengan Arga. Tapi lain dengan Arga yang langsung menolak keras perjodohan itu. Alasannya tentu karena tak cinta dan Arga masih menjadi milik wanita lain. Dan akhirnya ucapan setuju setelah kekasih Arga memilih pergi.
“Tiara...” Meri mengusap pipi Tiara lagi. “Maaf kan Nenek. Nenek sudah tak lagi bisa membantu.” Kalau sudah seperti ini, semua akan menjadi sulit jika terus di paksakan.
“Tapi Nek...” Tiara memelas. Berharap Meri masih mau membantu dan mendukungnya.
“Kau berusahalah sendiri, tapi jika Arga menolak lagi, Nenek sudah tak bisa membantu.” Ucapan Meri terakhir sebelum Meri turun meninggalkan Tiara sendiri disana.
Tiara masih terisak. Sudah tak ada siapa pun disana. Hanya dirinya yang mematung dengan kekalahan. Mengingat siapa yang kemarin di temuinya, Tiara sudah merasa sangat khawatir. Dan sekarang pendukungnya pun sudah tak lagi bisa membantunya. Lalu harus bagaimana?
***