Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Pak Purnomo
Setelah Bi Lila pergi...
"Sean, kau harus memperbaiki cara bicaramu, kau selalu terlihat marah ketika mengatakan sesuatu kepada orang lain." Ucap Intan.
"Kapan aku berbicara padamu dengan marah?" Tanya Sean.
"Tidak, tetapi ketika kau berbicara kepada orang lain, nada bicaramu sangat serius, bahkan ketika kau mengatakan sesuatu yang baik kedengarannya seperti memarahi atau mengkritik orang lain." Jawab Intan.
"Aku akan mencoba, tapi aku tak peduli untuk bersikap baik pada orang lain, mereka tak peduli untuk memperlakukanku dengan baik sebelumnya." Ucap Sean.
"Tapi kau tidak harus menjadi seperti mereka, karena orang-orang di sekitarmu tidak melakukan apa pun kepadamu dan kau membuat mereka merasakan apa yang kau rasakan sebelumnya, dan itu tampaknya tidak adil, bukan?" Ucap Intan.
"Baiklah, tapi kembali ke topik yang asyik, menyenangkan, dan menggairahkan, sampai di mana kita tadi?" Ucap Sean.
Dia mengangkat Intan lagi dan membawanya ke kamar tidur.
Dia membimbingnya ke kamar dan mulai mencium dan menanggalkan pakaiannya, hasrat sudah terlihat jelas tetapi kemudian Intan mendorongnya menjauh.
"Tunggu, Sean." Ucap Intan.
"Ada apa? Ada yang aneh?" Tanya Sean.
"Tidak, aku hanya ingin mencoba sesuatu, apakah itu boleh?" Tanya Intan.
"Apakah kau mengatakan bahwa kau ingin mencoba sesuatu yang baru sekarang?" Tanya Sean.
"Hahaha, ya." Jawab Intan tertawa.
Sean merasakan simpul di perutnya saat dia tersenyum.
"Lakukan sesukamu!" Seru Sean.
Intan menyentuh dasi Sean dan melepaskannya. Sean memperhatikan saat Intan mendekatkan tangannya ke wajahnya dan menutupi matanya dengan dasi, tubuh Sean menjadi waspada.
"Ratuku?" Ucap Sean.
Intan lalu menempelkan bibirnya ke bibir pria itu untuk membungkamnya.
"Ssst... Tunggu saja, indra lainnya akan mulai meningkat, dan kau akan mengerti apa yang kurasakan." Ucap Intan.
Intan mulai membuka kancing baju Sean, dan ketika dia menurunkan tubuhnya dan mencium dada Sean, erangan Sean jauh lebih intens, seolah gairah yang dia rasakan menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dan ketika Intan terus bergerak turun, Sean mencengkeram tepi kasur erat-erat untuk mengendalikan hasratnya.
Sean belum pernah merasakan gairah sekuat ini sebelumnya, tetapi dia tahu bahwa ketika dia terbawa suasana, dia bisa menjadi sisi dirinya yang seperti itu. Intan tidak pantas diperlakukan seperti wanita-wanita yang pernah bersamanya sebelumnya. Dia pantas mendapatkan kasih sayang dan cinta.
Jari-jarinya menjalin di rambut Intan, dan dia mendorong Intan pelan, napasnya berat.
"Ratuku, berhenti!" Ucap Sean.
Saat Intan menarik dirinya dari tubuh Sean, rasanya sangat menyiksa bagi Sean karena kenikmatan yang dia dapatkan terhenti. Tapi dia harus mengendalikan diri.
"Apa aku melakukan kesalahan? Maaf, aku hanya..."
Dia membungkam pikiran Intan dengan menciumnya penuh gairah, saat dia melepaskannya, Intan terengah-engah mencari udara.
"Kau tidak melakukan kesalahan apa pun, aku hanya perlu mengendalikan diri." Ucap Sean.
"Kenapa?" Tanya Intan.
"Hahahaha, aku hanya ingin mengendalikan diriku Ratuku, jika tidak aku tidak tahu apa yang akan terjadi." Jawab Sean.
"Tidak! Biarkan saja seperti itu." Balas Intan.
"Tidak bisa melihatmu membuatku gila." Ucap Sean.
"Silahkan saja." Kata Intan dengan nada agak merengek yang membuat Sean semakin bergairah.
Sean memegang pinggang Intan dan memutarnya, melemparkannya ke tempat tidur. Dia melepas penutup mata dan mulai membuka pakaian serta menciumnya.
"Sean, hmm..." Intan tak bisa melanjutkan ucapannya.
Mereka bercinta dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, hasrat dan gairah mereka luar biasa. Sean terus-menerus berjuang agar tidak melakukan apa pun yang akan membuat Intan takut. Setelah mereka berdua puas dan kelelahan, mereka berbaring bersebelahan sambil bernapas lebih stabil, dan akhirnya tertidur.
Keesokan paginya, mereka terbangun karena Bi Lila mengetuk pintu, Sean menggosok matanya, sedikit kesal karena dibangunkan.
"Hmm..."
Intan mulai bangun, dan Sean mencium pucuk kepalanya.
"Tetaplah di tempat tidur, Ratuku. Aku akan segera kembali." Ucap Sean.
Dia bangun, mengenakan celana, dan pergi ke pintu.
"Kenapa kau mengetuk pintu pada jam segini?" Ucap Sean.
"Maaf, Pak, saya membawakan sarapan untuk Anda." Jawab Bi Lila.
"Ah, terima kasih, berikan padaku." Balas Sean.
Bi Lila menyerahkan nampan itu dan pergi. Sean membawanya ke meja, mengambil setangkai bunga aster putih di atas nampan, lalu menyodorkannya ke wajah Intan, yang tersenyum tanpa membuka mata.
"Selamat pagi, Ratuku." Ucap Sean.
"Selamat pagi, hahaha." Balas Intan.
Saat Intan membuka matanya, Sean mengamati mata Intan yang jernih yang membuatnya semakin jatuh cinta padanya, dengan sikapnya yang lembut.
"Kau sangat cantik, apa kau tahu itu." Ucap Sean.
"Hahaha, terima kasih atas pujiannya." Balas Intan.
"Itu bukan pujian, itu fakta. Ayo, Bi Lila membawakan kita sarapan." Ucap Sean.
"Bagus, aku kelaparan." Ucap Intan.
Sean bangkit dan membawakan nampan sarapan untuk Intan. Mereka sarapan bersama, lalu mandi dan berpakaian. Sean harus bekerja, dan Intan ingin menjelajahi dan mengenal rumah baru itu.
"Apakah kau akan baik-baik saja?" Tanya Sean.
"Tentu saja, kau bisa pergi bekerja dengan tenang." Jawab Intan.
Sean lalu pergi, dan Intan berjalan-jalan, menghitung langkahnya dengan bantuan Bi Lila, seperti yang dia lakukan di rumah sebelumnya. Dia pergi ke taman dan danau. Dia sangat bahagia dengan hadiah yang diterimanya dari suaminya itu.
Hari itu dimulai dengan baik, tapi sesaat sebelum makan siang, bel pintu berbunyi. Bi Lila hendak membukanya dan mendapati seorang pria berusia lima puluhan berdiri di sana.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Bi Lila.
"Aku ingin berbicara dengan putriku." Jawab Pak Purnomo.
Bi Lila agak bingung harus berbuat apa karena setelah apa yang didengarnya dari Intan sendiri tentang Papanya. Dia tidak ingin mengatakan bahwa Intan ada di rumah. Tapi Intan sendiri muncul di ruang tamu sambil tersenyum dengan bunga aster di tangannya.
"Bi Lila? Kau memetik bunga ini dari kebun?" Tanya Intan.
"Ya Non, tapi..."
"Halo Intan." Ucap Pak Purnomo.
Sebelum Bi Lila sempat mengatakan kalau Papanya ada di sana, Intan mendengar suara berat dan nada dingin Papanya. Bunga aster di tangannya jatuh dan senyumnya menghilang, hanya dengan kehadiran Papanya di sana seolah-olah dia menghidupkan kembali tiga tahun kesepian dan isolasi yang harus Intan hadapi di rumahnya sendiri bersama keluarganya sendiri.
Pak Purnomo masuk tanpa diundang, membungkuk, mengambil bunga yang lembut itu, lalu berdiri, memegang tangan Intan dan meletakkan bunga itu di tangannya serta meremasnya dengan erat. Intan dapat merasakan bunga itu diremas di tangannya, dia merasakan getaran di tulang punggung tangannya, lalu Papanya berbicara lagi.
"Senang melihat salah satu dari kita tampak sangat bahagia." Ucap Pak Purnomo.
"Apa yang Papa lakukan di sini?" Tanya Intan.
Bersambung...